Dapur MBG Tak Sesuai Standar, BGN Ingatkan Insentif Rp6 Juta Per Hari Bisa Dipotong

Dapur MBG Tak Sesuai Standar, BGN Ingatkan Insentif Rp6 Juta Per Hari Bisa Dipotong

Terkini | inews | Minggu, 7 Desember 2025 - 15:01
share

CIREBON, iNews.id – Wakil Kepala Badan Gizi Nasional (BGN) Nanik Sudaryati Deyang mengingatkan para mitra, yayasan dan kepala Satuan Pelayanan Pemenuhan Gizi (SPPG) harus mengelola fasilitas SPPG sesuai standar operasional prosedur (SOP). Hal ini sangat penting agar dapur Makan Bergizi Gratis (MBG) selalu terjaga kualitasnya, sehingga terhindar dari kemungkinan insiden keamanan pangan. 

Untuk itu, masing-masing dapur mendapat insentif fasilitas SPPG sebesar Rp 6 juta per hari operasional. 

“Anda jangan keenakan dengan insentif besar ini. Sudah dapat insentif Rp6 juta per hari kok malah ongkang-ongkang. Blender rusak enggak mau ganti, akhirnya kepala SPPG, ahli gizi, dan akuntan patungan beli blender. Gimana tuh?” kata Nanik dalam pengarahannya di acara Koordinasi dan Evaluasi Program BGN di Cirebon, Jawa Barat, Minggu (7/12/2025).

Insentif fasilitas SPPG sebesar Rp6 juta per hari adalah pembayaran tetap sebagai kompensasi atas ketersediaan fasilitas yang memenuhi standar BGN. Pemberian insentif fasilitas SPPG ini bertujuan untuk menjamin kesiapsiagaan (stand of readiness). 

“Besaran ini berlaku untuk 2 tahun pertama, selanjutnya akan dievaluasi,” kata Direktur Sistem Pemenuhan Gizi Kedeputian Sistem dan Tata Kelola BGN Eny Indarti.

Pembayaran insentif fasilitas SPPG tidak bergantung kepada jumlah porsi yang dilayani masing-masing dapur MBG. Rupanya, pemberian insentif itu menimbulkan kecemburuan. 

Nanik mengaku diprotes mitra dan yayasan yang merasa diperlakukan tidak adil.

“Masa saya yang sudah bangun dapur 400 meter persegi di tahap pertama disamakan dengan dapur-dapur sekarang yang kurang dari 400 meter persegi,” kata Nanik menirukan protes mereka.

Namun, Nanik memastikan pemerintah, dalam hal ini BGN, akan tetap menerapkan prinsip keadilan kepada seluruh SPPG. Tim appraisal akan bekerja secara independen. 

“Mereka akan menilai dapur-dapur anda dengan adil. Kalau ternyata dapur anda tidak sesuai standar, atau nilainya rendah, insentif fasilitas akan dipangkas. Jangan sembarangan!” kata Nanik.

Selain pemenuhan SOP dan kelengkapan standar dapur MBG, setiap SPPG juga harus memiliki Sertifikat Laik Higiene Sanitasi (SLHS), memiliki Instalasi Pengelolaan Air Limbah (IPAL) dan Sertifikat Halal, sementara para relawan harus mendapat Pelatihan Penjamah Makanan. 

Di Kota Cirebon, dari 21 SPPG yang sudah beroperasi, 15 SPPG sudah memiliki SLHS, 11 SPPG sedang dalam proses pengajuan, sementara 2 SPPG sama sekali belum mengajukan SLHS.

Sedangkan di Kabupaten Cirebon, dari 139 SPPG yang sudah beroperasi, 106 SPPG telah memiliki SLHS, 24 SPPG sedang dalam proses uji, sementara 9 SPPG masih belum mengajukan. 

“Tolong ya, yang belum harus segera mendaftar. Saya beri waktu 1 bulan. Kalau dalam 1 bulan belum juga mendaftarkan diri ke Dinas Kesehatan, saya perintahkan agar di-suspend,” kata Nanik.

Nanik mengapresiasi Sekretaris Daerah (Sekda) Kota Cirebon Sumanto dan Kepala Dinas Keamanan Pangan Wati Prihastuti. Sebab sebagai Ketua Satgas MBG Kota Cirebon, Sekda sudah mengeluarkan aturan SPPG tidak boleh memberikan MBG kepada ibu hamil, ibu menyusui, dan balita jika belum memiliki SLHS. 

Sementara Wati sudah menyiapkan pelatihan rapid test pangan. 

“Itu aturan yang bagus Pak. Saya setuju dengan aturan itu. Juga dengan rencana pelatihan rapid tes dari Dinas Ketahanan Pangan,” kata Nanik.

Topik Menarik