Menakar Peluang Indonesia Menuju Swasembada Pangan

Menakar Peluang Indonesia Menuju Swasembada Pangan

Berita Utama | inews | Minggu, 7 Desember 2025 - 08:24
share

JAKARTA, iNews.id - Ketahanan pangan menjadi elemen penting bagi suatu bangsa. Namun, di tengah dinamika global yang terus berubah, Indonesia menghadapi tantangan besar dalam memastikan kebutuhan pangan rakyat tetap terpenuhi. 

Adapun, upaya menjaga ketahanan pangan dan mewujudkan swasembada menjadi agenda penting agar Indonesia tidak bergantung pada impor, serta mampu berdiri kokoh menghadapi gejolak ekonomi dan iklim.

Menteri Pertanian (Mentan) Amran Sulaiman beberapa waktu lalu menegaskan bahwa ketahanan pangan merupakan pondasi utama dalam upaya membangun ketahanan nasional.

"Ketahanan pangan adalah jantung dari ketahanan nasional. Jika pangan terganggu, maka stabilitas negara pun ikut terganggu," kata Amran dalam kuliah umum peserta Pendidikan Pembentukan Pimpinan Negara (P3N) di Lemhannas RI, Kamis (24/7/2025).

Panen raya padi di bulan persawahan di Kriyan, Karangwuni, Wates, Senin (8/8/2022). (foto: iNews.id/Kuntadi)

Amran menambahkan, ketahanan pangan tidak hanya sekadar isu ekonomi, tapi juga menyangkut keberlangsungan hidup bangsa. 

Dia pun mengingatkan kesalahan dalam membaca permasalahan pangan bisa berujung pada kebijakan yang salah dan berdampak lebih besar daripada korupsi.
 
"Seperti kata Bung Karno, hidup matinya bangsa ditentukan oleh pangan. Salah menganalisis pangan bisa lebih fatal dampaknya daripada korupsi,” kata Amran.

Sementara itu terkait swasembada pangan, Amran menegaskan keyakinannya bahwa kemandirian pangan nasional tidak hanya sekadar slogan, melainkan hasil kerja keras, sinergi, dan optimisme kolektif.

“Yang sangat yakin Indonesia bisa swasembada adalah Bapak Presiden, Wakil Menteri Pertanian, Pak Rektor UNS. Dan hari ini terbukti, 99 persen kita sudah swasembada. Tinggal satu bulan lagi kita akan mencapai sepenuhnya,” kata Amran saat memberikan keynote speech dalam acara 'Indonesia Punya Kamu' di Universitas Sebelas Maret (UNS) Surakarta, Kamis (13/11/2025). 

Belum lama ini, Amran menyampaikan bahwa Indonesia akan mencapai swasembada beras pada 31 Desember mendatang. Menurutnya, capaian tersebut ditargetkan akan tercapai dalam empat tahun ke depan, namun bisa terjadi dalam waktu satu tahun.

“Insyaallah, Insyaallah tanggal 31 Desember jam 12.00. Kalau tidak ada aral melintang, 30 hari lebih, 40 hari ke depan Indonesia swasembada pangan. Itu yang pertama. Dan ini adalah dari target 4 tahun, tapi kita capai insyaallah 1 tahun,” kata Amran.

Tantangan Indonesia Mewujudkan Swasembada Pangan

Guru Besar Fakultas Pertanian IPB University, Dwi Andreas Santosa menilai tidak ada persoalan terkait program ketahanan pangan Indonesia. Pasalnya, pemenuhan pangan dalam negeri bisa berasal dari dalam negeri maupun luar negeri.

"Karena kalau konsep ketahanan pangan itu tidak masalah dari mana pangan tersebut berasal, dan tidak masalah pangan tersebut dibuat dengan cara apa. kalau seperti di UU Cipta Kerja kan sudah disebut kalau pangan berasal dari satu, produksi dalam negeri, dua, impor. Kalau selama masih impor aja ga ada masalah, kalau kita bicara ketahanan pangan," ucap Dwi saat dihubungi iNews.id, Jumat (5/12/2025).

Untuk memenuhi kebutuhan pangan dalam negeri, pemerintah mencanangkan program swasembada pangan. Dwi menyebut, program tersebut tidak akan bisa dicapai Indonesia karena terdapat sejumlah komoditas yang sulit untuk dipenuhi di dalam negeri dan angka impor yang tinggi. 

"Kalau program besarnya swasembada pangan, swasembada pangan jawabannya tidak mungkin terjadi. Kenapa? kalau kita lihat data 10 tahun terakhir, tahun 2014, 12 komoditas impor yang jumlah impornya di atas 100.000 ton per tahun itu melonjak. Dari 22,6 juta ton menjadi 34,4 juta ton di 2024. Hanya dalam tempo 10 tahun terjadi lonjakan yang begitu besar," katanya.

Ilustrasi cadangan beras pemerintah. (Foto: Dok. Humas Kementan)

Dwi mengatakan, sesuai definisi akademis terkait swasembada pangan, maka Indonesia harus memproduksi sekitar 34 juta ton beberapa komoditas dari dalam negeri.

Dia menguraikan, sekitar 12 juta ton gandum selama ini diimpor atau 100 persen untuk pemenuhan di dalam negeri. Pasalnya, Indonesia kesulitan untuk dapat menanam komoditas tersebut terkait dengan bentang alam.

"Contoh sederhana saja, dari 34 juta ton itu ada 12 juta ton gandum. Bagaimana kita bisa memproduksi itu? Karena gandum memerlukan ketinggian tertentu kalau ditanam di Indonesia dan produksinya berapa?" katanya.

Kemudian, komoditas bawang putih yang sampai saat ini masih 100 persen impor. Selain itu, kedelai di RI mayoritas masih melalui impor atau mencapai 97 persen.

"Total impor kedelai, ketergantungan kita terhadap kedelai impor baik untuk konsumsi (biji) maupun bungkil untuk industri makanan dan minuman, itu 97 persen, kebutuhan kedelai kita harus impor," ucapnya.

Begitu juga untuk komoditas susu, di mana Indonesia masih mengimpor 82 persen untuk kebutuhan dalam negeri, lalu gula sekitar 70 persen impor, serta daging sapi 50 persennya dari pengadaan luar negeri.

"Lalu bagaimana itu semua kita penuhi sehingga kita mencapai swasembada," tuturnya.

Dwi pun menyarankan kepada pemerintah untuk menggunakan istilah swasembada komoditas untuk mencapai target produksi berbagai bahan pangan di dalam negeri. Dia mencontohkan swasembada beras, yang akan dicapai Indonesia pada tahun ini.

"Misalnya tahun ini kita swasembada beras karena produksi beras kita melebihi dari yang kita konsumsi. Apakah baru tahun ini? Enggak sama sekali karena justru pada masa Menteri Syahrul Yasin Limpo kita swasembada beras 4 tahun berturut turut, 2019, 2020, 2021, 2022," katanya.

"Kenapa kita sekarang swasembada? Karena iklim yang sangat menguntungkan. Jadi, tahun 2025 adalah iklim kemarau basah, La Nina. Hujan terus menerus sehingga luas panen bisa dipicu," ujarnya.

Peluang Swasembada Komoditas Jagung

Tidak hanya beras, Dwi juga menyampaikan terdapat sejumlah komoditas yang berpeluang mencapai swasembada, yakni jagung. Menurutnya, komoditas tersebut akan memberikan pengaruh terhadap sejumlah komoditas lainnya untuk dipenuhi di dalam negeri.

"Misalnya jagung, sekarang sedang diupayakan. walaupun sudah barang tentu itu berdampak terhadap harga pakan ternak," ujarnya.

Dengan terjangkaunya harga pakan ternak, hal tersebut akan berdampak pada harga telur dan daging ayam. Pasalnya, jagung sebagai salah satu komponen penting di pakan ayam dan telah dipenuhi di dalam negeri

"Jadi di situ, karena apa? karena jagung sebagai salah satu komponen penting pakan ayam, dulu kan kita impor cukup besar hingga 3,5 juta ton, kemudian dipangkas impornya sehingga harga pakan jagung di Indonesia lebih tinggi dibanding harga jagung internasional sehingga otomatis itu akan menyumbang harga pakan, harga pakan menyumbang terhadap harga daging dan telur ayam," tuturnya.

Topik Menarik