Rismon Sianipar Tak Terima Dituduh Edit Ijazah Jokowi: yang Kami Lakukan Ada Ilmunya!
JAKARTA, iNews.id - Ahli digital forensik Rismon Sianipar tidak terima dituding mengedit ijazah Presiden ke-7 RI Joko Widodo (Jokowi). Dia mengklaim apa yang dilakukannya selama ini berbasis ilmiah.
“Yang kami lakukan ada itu namanya ilmunya digital image processing, jangan sampai ilmu tersebut jadi ilmu terlarang, memproses citra digital atau video digital bukan berarti mereka rekayasa atau mengedit itu berbasis algoritma,” ujar Rismon di Mapolda Metro Jaya, Jakarta, Kamis (13/11/2025).
Dia pun berencana mengggugat Polri sebesar Rp126 triliun atas tudingan tersebut.
“Masalah siap atau enggak, harusnya penyidik yang harus lebih siap untuk menuduh kami mengedit atau merekayasa mana yang kami rekayasa. Kalau itu tidak terbukti nanti saya berencana untuk menuntut kepolisian sebesar Rp126 triliun, satu tahun anggaran kepolisian,” kata Rismon.
Diketahui, Polda Metro Jaya menetapkan delapan orang sebagai tersangka atas perkara tersebut. Kapolda Metro Jaya, Irjen Asep Edi Suheri mengatakan pihaknya telah memiliki alat bukti yang cukup sebelum menetapkan delapan orang tersebut sebagai tersangka.
"Polda Metro Jaya telah menetapkan 8 tersangka dalam pencemaran nama baik fitnah dan manipulasi data elektronik yang dilaporkan Bapak Insinyur Jokowi," kata Asep Edi saat konferensi pers di Polda Metro Jaya, Jumat (7/11/2025).
Asep menjelaskan delapan tersangka tersebut terbagi menjadi dua klaster.
Klaster pertama yakni ES, KTR, MRF, RE, dan DHL. Selanjutnya, klaster kedua yakni RS, RHS, dan TT.
"Untuk klaster kedua, ada tiga orang yang kami tetapkan sebagai tersangka antara lain atas nama RS, RHS, dan TT," ujar dia.
Menurut dia, penyidik berkesimpulan delapan tersangka tersebut diduga menyebarkan tuduhan palsu dan memanipulasi dokumen ijazah dengan metode yang tidak ilmiah.
"Penyidik menyimpulkan bahwa para tersangka telah menyebarkan tuduhan palsu dan melakukan edit serta manipulasi digital terhadap dokumen ijazah dengan metode analisis yang tidak ilmiah dan menyesatkan publik," jelas dia.









