Hashim Sebut Prabowo Nggak bakal Tambah Utang Baru Mendadak, Mau Fokus Kejar Pajak
JAKARTA, iNews.id - Wakil Ketua Umum Partai Gerindra sekaligus adik Kandung Presiden Terpilih Prabowo, Hashim Djojohadikusumo memastikan pemerintahan berikutnya tidak akan menambah porsi utang secara mendadak. Pasalnya, hal itu sering disalahartikan banyak orang.
"Karena saya sering disalah kutip oleh media asing, termasuk media nasional. Pak Prabowo tidak akan naikkan, dia tidak akan tambahkan utang nasional kita secara mendadak. Tidak ada drastis," ujarnya di Menara Kadin, Senin (7/10/2024).
Menurutnya, saat ini rasio utang Indonesia terhadap PDB masih di ambang batas ideal. Pasalnya, angka utang tidak sampai 40 persen terhadap PDB Nasional dan masih dalam batas rendah jika dibandingkan dengan negara lain.
Hashim menjelaskan beberapa negara di Kawasan Asia Tenggara, misalnya seperti Malaysia yang memiliki utang 61 persen dari GDP, Filipina 57 persen ataupun Thailand yang memiliki rasio utang 54 persen.
"Kita harus berbangga, ini ya prestasi dari Pak Jokowi, prestasi dari Ibu Sri Mulyani bahwa utang nasional kita sangat rendah," tutur dia.
7 Keberangkatan Kereta Api dari Gambir akan Berhenti di Stasiun Jatinegara Besok, Ada Apa?
Dengan rasio utang Indonesia yang masih berada di bawah 40 persen, kata Hashim masih ada ruang yang ideal untuk menambah utang baru. Sebab batas rasio utang yang diatur dalam Undang-Undang sebesar 60 persen atau punya ruang 20 persen jika Prabowo mau menambah utang baru.
Pada kesempatan tersebut, Hashim memaparkan salah satu strategi untuk menekan penggunaan utang selama pemerintahan Prabowo mendatang dengan cara menambal 'kebocoran' pajak. Cara ini dengan mengejar wajib pajak untuk taat melakukan kewajibannya untuk membayar pajak.
Dengan menambal kebocoran tersebut, negara akan mendapatkan pendapatan lewat pajak. Pembiayaan terhadap program-program atau pembangunan bisa ditanggung lewat kapasitas fiskal negara tanpa harus berhutang.
"Maka ide kita, kita menutup kebocoran-kebocoran, kan revenue negara akan masuk. Terus kita bisa tambah, mungkin setiap tahun mungkin kita tambah 1-2 persen (pendapatan negara). So, tidak benar bahwa kita akan tambahkan utang nasional secara mendadak," ujar dia.
Sekadar informasi, pada awal kepemimpinan Jokowi, rasio utang berada di sekitar 24 persen dari PDB. Namun, akibat pandemi Covid-19 dan kebutuhan pembiayaan yang meningkat drastis untuk stimulus ekonomi, rasio utang sempat melonjak hingga 40,85 persen pada tahun 2021.
Meski begitu, pemerintah berhasil menurunkan rasio utang menjadi sekitar 39 persen pada tahun 2023. Adapun utang pemerintah pusat pada tahun 2014 berada di kisaran Rp2.600 triliun.
Angka ini terus meningkat, dan pada tahun 2023 utang pemerintah mencapai lebih dari Rp7.800 triliun. Peningkatan ini diiringi dengan berbagai proyek besar, termasuk pembangunan infrastruktur seperti jalan tol, pelabuhan, bandara, dan proyek pembangunan ibu kota baru (IKN).