Rupiah Ditutup Melemah ke Rp16.787 per USD, Ini Sentimennya
IDXChannel - Nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) ditutup melemah pada akhir perdagangan Selasa (23/12/2025), turun 10 poin atau sekitar 0,06 persen ke level Rp16.787 per USD.
Pengamat pasar uang, Ibrahim Assuaibi menilai, salah satu sentimen pelemahan rupiah datang dari faktor eksternal, terutama geopolitik di tengah meningkatnya ketegangan antara AS dan Venezuela.
Adapun angkatan laut AS berupaya menyita kapal tanker minyak ketiga yang terkait dengan negara Amerika Selatan tersebut.
"Trump terus melancarkan retorika terhadap Caracas dan Presiden Nicolas Maduro, memperingatkan potensi serangan angkatan laut. Trump juga mengatakan AS akan menahan minyak dari kapal tanker China yang disita di lepas pantai Venezuela," tulis Ibrahim dalam risetnya.
Ketegangan Iran-Israel yang kembali memanas, setelah laporan menunjukkan Iran mungkin menggunakan latihan militer skala besar sebagai kedok potensial untuk operasi ofensif.
Pejabat Israel juga telah memperingatkan bahwa Teheran mungkin sedang membangun kembali fasilitas pengayaan nuklir yang sebelumnya menjadi sasaran serangan AS pada Juni. Selain itu, Israel berencana untuk memberi pengarahan kepada Washington tentang potensi serangan lebih lanjut terhadap Teheran.
Ke depan, pasar terus mengantisipasi pelonggaran kebijakan moneter lebih lanjut oleh Fed hingga 2026, di mana data terbaru menunjukkan tekanan inflasi yang mendingin dan pasar tenaga kerja AS yang lebih lemah.
Fokus psar hari ini adalah pada rata-rata empat minggu Perubahan Ketenagakerjaan ADP, laporan Produk Domestik Bruto (PDB) kuartal ketiga yang tertunda, Pesanan Barang Tahan Lama, Produksi Industri, dan Kepercayaan Konsumen AS.
Dari sentimen domestik, Bank Indonesia (BI) mengungkap penyebab kredit menganggur yang belum disalurkan perbankan (undisbursed loan) menyentuh Rp2.500 triliun per November 2025.
"Kenapa terjadi? karena permintaan kredit saat ini belum sekuat yang diharapkan. Korporasi masih wait and see di tengah ketidakpastian ekonomi," kata Ibrahim.
Tak hanya korporasi, rumah tangga juga masih menahan untuk mengambil kredit konsumsi lantaran masih ragu akan kondisi ekonomi ke depan. Dari sisi suplai, bank sentral sudah memberikan insentif yang banyak kepada perbankan. Namun, sisi permintaan juga masih perlu didorong.
Sementara itu, Otoritas Jasa Keuangan (OJK) melihat pertumbuhan undisbursed loan yang tetap tinggi menunjukkan masih adanya kelonggaran tarik kredit di masa depan yang dapat dimanfaatkan oleh debitur dalam melakukan ekspansi usaha.
Dengan komitmen kredit atau pembiayaan yang besar, terdapat potensi peningkatan realisasi kredit di masa mendatang. Hal tersebut dipengaruhi oleh kondisi ekonomi membaik dan kepercayaan pelaku usaha meningkat.
Dengan posisi ini, sektor perbankan nasional dinilai tetap memiliki ruang untuk mendukung pembiayaan produktif, selama disertai dengan pendekatan yang cermat terhadap risiko dan arah kebijakan ekonomi ke depan.
Pemulihan beberapa sektor ekonomi serta dukungan optimal dari kebijakan fiskal dan moneter juga akan meningkatkan efek multiplier ke konsumsi rumah tangga dan investasi dunia usaha.
Berdasarkan analisis tersebut, Ibrahim memprediksi mata uang rupiah masih bergerak fluktuatif pada perdagangan selanjutnya dan berpotensi ditutup melemah dalam rentang Rp16.780 - Rp16.810 per USD.
(NIA DEVIYANA)









