Tentara Swasta China, Pelindung Investasi atau Instrumen Geopolitik?
Kekuatan ekonomi China yang terus tumbuh di Asia Tenggara dan Afrika kini ikut mengubah ambisi geopolitiknya. Seiring meluasnya jejak Beijing melalui koridor strategis infrastruktur, energi, dan konektivitas, risiko terhadap proyek-proyek luar negeri pun semakin meningkat.
Mengutip dari The Irrawady, Jumat (8/8/2025), proyek Belt and Road Initiative (BRI) yang awalnya dibayangkan sebagai kerja sama saling menguntungkan, kini semakin bersinggungan dengan wilayah-wilayah rapuh, dilanda konflik internal, dan memiliki kedaulatan yang diperdebatkan.
Di lingkungan seperti itu, pemerintah China mulai mengandalkan alat perlindungan yang jarang dibahas namun terus berkembang: perusahaan keamanan swasta.
Baca Juga: Dari Sudan hingga Kenya: Jejak Senyap Militer Swasta China
Hingga beberapa waktu lalu, mereka beroperasi secara terbatas, yakni hanya menjaga kompleks atau mengawal insinyur. Namun kini perannya meluas. Mereka mulai muncul sebagai lapisan baru strategi keamanan luar negeri China yang tidak terlalu terlihat sebagai militer resmi dan lebih fleksibel secara politik dibanding intervensi langsung.Dengan status sebagai entitas komersial, “tentara swasta” ini memberi Beijing cara untuk melindungi investasinya tanpa menanggung biaya reputasi akibat pengerahan militer terbuka. Semakin luas cakupan operasinya, terutama di wilayah seperti Myanmar, semakin sulit mempertahankan klaim bahwa mereka hanyalah pengelola risiko komersial.
Ekspansi Kepentingan China
Myanmar menjadi contoh jelas. Sebelumnya, perusahaan keamanan China terutama dikerahkan untuk melindungi infrastruktur energi dan zona ekonomi seperti pipa minyak dan gas di Kyaukphyu, Negara Bagian Rakhine.Namun, perkembangan terbaru menunjukkan adanya perubahan skala dan fungsi. Pada Februari 2025, laporan memperkirakan antara 50 hingga 100 personel keamanan swasta tambahan dikirim ke Kyaukphyu dengan mandat resmi memperkuat keamanan di titik-titik infrastruktur vital.
Baca Juga: Zelensky: Bela Rusia, Tentara Bayaran China hingga Pakistan Perang Melawan Ukraina
Mereka tiba setelah pemerintah China mengirim lebih dari 300 pekerja untuk proyek infrastruktur di wilayah tersebut. Namun, ada dugaan bahwa pasukan ini membantu junta militer Myanmar tidak hanya di perimeter pertahanan, tetapi juga dalam operasi drone dan penempatan penembak jitu untuk menyerang kelompok pemberontak.Jika terbukti, ini akan menjadi pertama kalinya perusahaan keamanan China mengambil peran operasional di medan konflik secara langsung, melampaui lingkup perlindungan infrastruktur.
Pipa Kyaukphyu sendiri adalah aset geostrategis penting bagi Beijing karena memungkinkan akses pasokan energi dari Samudra Hindia tanpa harus melalui Selat Malaka, jalur yang lama dianggap strateg China sebagai titik rawan jika terjadi krisis.
Meningkatnya ketidakstabilan di utara Myanmar, di mana berbagai kelompok bersenjata etnis melancarkan serangan terhadap junta, menjadi ancaman langsung bagi koridor ini. Bagi China, kehilangan atau terganggunya jalur ini bukan hanya soal ekonomi, tetapi menyentuh keamanan energi nasional, pengaruh regional, dan kredibilitas BRI.
Apa yang membuat penggunaan perusahaan keamanan swasta oleh China berbeda adalah kaburnya batas antara negara dan pasar. Meski secara resmi terdaftar sebagai perusahaan swasta, banyak di antaranya, seperti DeWe Security atau Frontier Services Group, didirikan oleh mantan perwira Tentara Pembebasan Rakyat (PLA) dan memiliki hubungan dekat dengan aparat keamanan negara.
Keberadaan mereka di luar negeri bukan sekadar respons pasar terhadap risiko tinggi, tetapi bagian dari strategi yang lebih besar di mana negara menyerahkan sebagian fungsi koersif sambil tetap mengendalikan narasi dan memiliki ruang pengingkaran. Mereka beroperasi di zona abu-abu—tidak sepenuhnya negara, tidak sepenuhnya swasta, namun selalu berguna secara politik.Dengan begitu, yang kita saksikan adalah transformasi halus namun signifikan dalam cara China mengelola kehadirannya di luar negeri. Citra tradisional ekspansi China, yang identik dengan soft power diplomatik, diplomasi infrastruktur, dan netralitas hati-hati, kini menjadi lebih rumit dengan hadirnya aktor-aktor koersif yang tidak mengenakan seragam resmi negara tetapi tetap bekerja dengan dukungan diam-diamnya. Dengan cara ini, China bisa menunjukkan kekuatan tanpa terlihat seperti pendudukan, dan memengaruhi situasi di lapangan tanpa keterlibatan formal.
Kontradiksi inilah yang membuat “tentara swasta” China punya dampak politik besar. Kehadiran mereka menantang kedaulatan negara tuan rumah, bahkan jika diundang, karena menciptakan struktur keamanan paralel yang tunduk bukan pada pemerintah lokal, melainkan pada kepentingan strategis Beijing. Di negara-negara rapuh seperti Myanmar, hal ini bisa mengubah keseimbangan konflik internal, mengikis kepercayaan masyarakat lokal, dan menimbulkan biaya politik jangka panjang, terutama di Asia Tenggara yang masih sensitif dengan sejarah dominasi asing.
Risiko Strategis
Nilai politik “tentara swasta” ini memang besar, namun risikonya juga tinggi. Ketika keamanan di wilayah suatu negara diserahkan pada pihak asing yang tunduk pada prioritas strategis negara lain, batas antara perlindungan dan campur tangan menjadi kabur. Di negara yang sudah dilanda konflik internal dan krisis legitimasi, hal ini bisa menguatkan persepsi keterlibatan China dan memicu sentimen anti-Beijing.Model ini juga berisiko menyeret Beijing ke dalam konflik asimetris yang sulit dikendalikan. Begitu perusahaan keamanan swasta terlibat dalam aksi ofensif atau kekerasan yang menimbulkan korban sipil, citra China sebagai mitra netral, yang menjadi pilar soft power-nya di negara-negara Selatan bisa runtuh.
Hal yang paling kritis, normalisasi keterlibatan perusahaan keamanan swasta di medan konflik menciptakan preseden. Hari ini di Myanmar, besok di Balochistan? Preseden pengerahan perusahaan keamanan China untuk melindungi pipa, pelabuhan, atau jalan di wilayah konflik tidak akan luput dari perhatian para pesaing Beijing maupun pemerintah tuan rumah yang khawatir akan erosi kedaulatan.
Kekuatan Informal China
Jika personel keamanan swasta kini mulai terlibat aktif dalam konflik, kemungkinan pengerahan serupa di Pakistan, Asia Tengah, atau bahkan zona konflik di Afrika menjadi sangat nyata. Garis batas antara perlindungan infrastruktur dan intervensi kebijakan luar negeri semakin tipis, begitu pula klaim bahwa kebangkitan China murni bersifat damai atau komersial.Apa yang belum jelas adalah apakah Beijing sepenuhnya mengendalikan aktor-aktor ini, atau apakah outsourcing kekuatan akan menciptakan momentum tersendiri, yang pada akhirnya justru menyulitkan citra China sebagai kekuatan yang bertanggung jawab. Kebangkitan perusahaan keamanan China mungkin berawal dari kebutuhan logistik, namun kini dengan cepat berkembang menjadi fenomena geopolitik.
Dalam manuver seperti ini, dunia tengah menyaksikan munculnya bentuk kehadiran China yang tidak bersifat pembangunan, tidak diplomatis, melainkan komersial koersif. Mereka bukan sekadar melindungi pipa, tetapi juga menjadi instrumen sinyal geopolitik. Pesannya jelas: investasi China tidak bisa diganggu gugat, dan Beijing bersedia mempertahankannya dengan cara yang berhenti selangkah sebelum perang.


