Perang Thailand-Kamboja: Sekutu AS Bersenjata Kuat vs Musuh Lemah Tapi Didukung China

Perang Thailand-Kamboja: Sekutu AS Bersenjata Kuat vs Musuh Lemah Tapi Didukung China

Global | sindonews | Minggu, 27 Juli 2025 - 06:11
share

Perang Thailand-Kamboja telah pecah sejak Kamis lalu terkait sengketa wilayah perbatasan. Perang ini menunjukkan konflik antara sekutu Amerika Serikat yang bersenjata lengkap dan kuat melawan musuh yang relatif lebih lemah tapi didukung kuat oleh China.

Para pemimpin Kamboja dan Thailand telah sepakat untuk bertemu guna merundingkan gencatan senjata, menurut unggahan media sosial Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump pada Sabtu.

Trump, yang mengaku telah melakukan panggilan telepon terpisah dengan Perdana Menteri Kamboja dan Perdana Menteri sementara Thailand, menyatakan: "Kedua negara telah sepakat untuk segera bertemu dan dengan cepat menyusun gencatan senjata dan, pada akhirnya, perdamaian!”

Baca Juga: Ini Sejarah Kuil Preah Vihear, Situs Hindu Pemicu Perang Thailand-Kamboja

Pernyataan Trump muncul tak lama setelah dia secara terbuka menyerukan kepada kedua pihak untuk merundingkan perdamaian di tengah meningkatnya kekerasan di perbatasan sengketa antara Thailand dan Kamboja.

Bangkok dan Phnom Penh telah berselisih mengenai wilayah yang diperebutkan sejak masa kolonial Prancis lebih dari satu abad lalu. Konflik mematikan yang kembali mencuat ini mempertemukan Thailand, sekutu lama AS yang berpengalaman dan kuat, melawan militer Kamboja yang relatif muda namun memiliki hubungan erat dengan China.

Sejak pertempuran pecah pada Kamis, lebih dari 30 orang dilaporkan tewas, puluhan terluka, dan lebih dari 150.000 warga sipil dievakuasi. Bentrokan berlanjut hingga Sabtu, menurut pejabat dari kedua negara.

Thailand Unggul Secara Militer

Kekuatan militer Thailand jauh lebih besar daripada Kamboja, baik dalam jumlah personel maupun perlengkapan tempur.Thailand memiliki total 361.000 personel aktif di seluruh matra militernya, tiga kali lipat jumlah Kamboja. Pasukan ini dilengkapi dengan persenjataan yang hanya bisa diimpikan oleh militer Kamboja.

“Thailand memiliki militer besar dengan pendanaan kuat, dan angkatan udaranya merupakan salah satu yang terbaik dari segi peralatan dan pelatihan di Asia Tenggara,” tulis International Institute for Strategic Studies (IISS) dalam laporan Military Balance 2025.

Sementara itu, peringkat kekuatan militer dari 27 negara di kawasan menurut Lowy Institute menempatkan Thailand di posisi ke-14, jauh di atas Kamboja yang berada di posisi ke-23.

Kesenjangan ini wajar mengingat jumlah penduduk Thailand empat kali lipat dari Kamboja, dan Produk Domestik Bruto (PDB)-nya lebih dari 10 kali lebih besar. Berbeda dari Kamboja, Laos, dan Vietnam, Thailand lolos dari kehancuran akibat perang-perang besar di Asia Tenggara maupun penjajahan Eropa.

Secara keseluruhan, dalam indeks kekuatan Asia Lowy yang mengukur kekuatan militer, ekonomi, diplomasi, dan budaya, Thailand berada di peringkat ke-10, diklasifikasikan sebagai kekuatan menengah—tepat di bawah Indonesia namun di atas Malaysia dan Vietnam.

Sementara itu, Kamboja diklasifikasikan sebagai kekuatan kecil, sejajar dengan Bangladesh, Sri Lanka, dan Laos.

Dalam unggahan lain di Truth Social pada Sabtu, Trump mengatakan telah berbicara dengan Perdana Menteri sementara Thailand, Phumtham Wechayachai.

“Saya baru saja berbicara dengan PM sementara Thailand, dan itu percakapan yang sangat baik,” tulisnya, seperti dikutip CNN, Minggu (27/7/2025).

“Thailand, seperti Kamboja, ingin segera mengadakan gencatan senjata dan perdamaian. Saya sekarang akan menyampaikan pesan itu kembali ke PM Kamboja. Setelah berbicara dengan kedua pihak, gencatan senjata, perdamaian, dan kemakmuran tampaknya alami. Kita akan segera lihat hasilnya!”lanjut Trump.

Thailand, Sekutu AS dengan Pandangan Global

Militer Thailand telah lama menjadi kekuatan utama dalam politik dalam negeri. Negara ini selama bertahun-tahun didominasi oleh kekuatan konservatif yang terdiri dari militer, monarki, dan elite penguasa.

Menurut CIA World Factbook, sejak 1932 militer telah melakukan 20 kudeta, sebagian besar menggulingkan pemerintahan demokratis. Militer kerap menyebut dirinya sebagai pelindung terakhir monarki.

Thailand merupakan sekutu perjanjian Amerika Serikat, sejak penandatanganan Southeast Asia Collective Defense Treaty (Pakta Manila) pada 1954, menurut Departemen Luar Negeri AS.

Selama Perang Vietnam, Thailand menjadi tuan rumah pangkalan Angkatan Udara AS, termasuk pangkalan pesawat pengebom B-52, dan mengirim puluhan ribu pasukan untuk mendukung Vietnam Selatan yang didukung AS.

Hubungan erat Thailand dan Washington terus bertahan. Thailand diklasifikasikan sebagai sekutu utama non-NATO oleh AS, yang memberikan hak istimewa, termasuk akses khusus terhadap bantuan persenjataan AS selama puluhan tahun.

Thailand dan Komando Indo-Pasifik AS bersama-sama menjadi tuan rumah latihan militer tahunan Cobra Gold sejak 1982, yang kini melibatkan puluhan negara. Ini adalah latihan militer multinasional tertua di dunia menurut militer AS.

Selain Cobra Gold, Thailand dan AS mengadakan lebih dari 60 latihan militer bersama setiap tahun. Lebih dari 900 pesawat AS dan 40 kapal Angkatan Laut AS mengunjungi Thailand setiap tahunnya, menurut Departemen Luar Negeri AS.

Namun, dalam dekade terakhir, militer Thailand mencoba menjaga netralitas dengan juga mempererat hubungan militer dengan China.Untuk menghindari ketergantungan pada satu pemasok senjata, Thailand juga mengembangkan industri senjata domestiknya, dengan dukungan dari Israel, Italia, Rusia, Korea Selatan, dan Swedia, menurut laporan Military Balance.

Dukungan Kuat China ke Kamboja

Militer Kamboja relatif muda dibanding Thailand, dibentuk pada 1993 ketika kekuatan pemerintahan komunis digabungkan dengan dua pasukan perlawanan non-komunis, menurut IISS.

“Hubungan pertahanan internasional terpenting Kamboja adalah dengan China dan Vietnam. Meski sebelumnya banyak bergantung pada Rusia, kini China menjadi pemasok utama,” kata IISS.

China bahkan telah membangun pangkalan Angkatan Laut di Kamboja. Pangkalan Angkatan Laut Ream di Teluk Thailand diyakini cukup besar untuk menampung kapal induk China, menurut para analis internasional.

Kamboja dan China menggelar latihan militer gabungan tahunan ke-7 Golden Dragon pada Mei lalu, yang disebut sebagai latihan terbesar sejauh ini dengan skenario tembak langsung.

Hubungan ini diperkirakan akan mencapai tingkat baru dan berkembang lebih lanjut tahun ini, menurut laporan pada Februari di situs web berbahasa Inggris Tentara Pembebasan Rakyat (PLA) China.

“China dan Kamboja adalah sahabat sejati yang selalu saling mendukung. Militer kedua negara memiliki hubungan yang tak tergoyahkan dan persaudaraan yang solid,” ujar juru bicara Kementerian Pertahanan China, Kolonel Senior Wu Qian dalam konferensi pers Februari lalu.

Militer Kamboja memang sangat membutuhkan dukungan tersebut.

“Kamboja saat ini tidak memiliki kemampuan untuk merancang dan memproduksi perlengkapan modern untuk angkatan bersenjatanya,” menurut laporan IISS.

Perbandingan Persenjataan

Dengan dukungan puluhan tahun dari AS, Angkatan Udara Kerajaan Thailand sangat lengkap, memiliki sedikitnya 11 jet tempur modern Gripen buatan Swedia dan puluhan jet F-16 dan F-5 buatan AS yang lebih tua, menurut IISS. Kamboja hampir tidak memiliki kekuatan udara tempur.

Di darat, Thailand memiliki puluhan tank tempur, termasuk 60 tank VT-4 modern buatan China dan ratusan tank lama buatan AS. Kamboja memiliki sekitar 200 tank tua buatan China dan Soviet.

Angkatan Darat Thailand memiliki lebih dari 600 meriam artileri, termasuk setidaknya 56 senjata kaliber berat 155mm dan lebih dari 550 meriam tarik 105mm. Sementara Kamboja hanya memiliki sekitar 12 meriam 155mm dan sekitar 400 artileri kecil lainnya, menurut IISS.

Untuk helikopter, Thailand memiliki helikopter serang Cobra buatan AS dan 18 helikopter angkut Black Hawk. Kamboja hanya memiliki beberapa puluh helikopter angkut tua buatan Soviet dan China.

Apa yang Akan Terjadi Selanjutnya?

Analis militer Carl Schuster, mantan direktur operasi di Pusat Intelijen Komando Pasifik AS di Hawaii, mengatakan bahwa meskipun Thailand memiliki keunggulan dari segi jumlah dan kualitas militer, Kamboja memiliki satu keunggulan penting—penguasaan wilayah darat di daerah sengketa.

“Kontur wilayah lebih menguntungkan akses dari wilayah Kamboja ke area sengketa,” kata Schuster kepada CNN.

Dengan dugaan Kamboja menanam ranjau dan jebakan di wilayah tersebut, Thailand kemungkinan akan mengandalkan senjata jarak jauh.

“Angkatan Udara Thailand unggul dan pasukan khusus mereka juga lebih unggul,” ujar Schuster. “Saya pikir Thailand akan memilih untuk mengandalkan kekuatan udara dan tembakan jarak jauh dalam konflik ini.”

Topik Menarik