3 Kebohongan Donald Trump selama Menjabat Presiden AS Lagi
Ketika Donald John Trump kembali merebut kursi kepresidenan Amerika Serikat (AS) dalam pemilu 2024, dia datang dengan janji-janji bombastis, retorika keras, dan narasi pemulihan besar-besaran. Tiga janji di antaranya terdengar paling menggema, namun tak dipenuhi atau berakhir dengan kebohongan.
Enam bulan pasca-pelantikannya pada Januari 2025, kenyataan bicara lain. Janji tinggal janji. Dunia tak hanya masih penuh bara konflik—tetapi juga menyaksikan Amerika Serikat, di bawah Trump, justru kembali menggeliat dalam politik luar negeri yang agresif.
Baca Juga: Janji Akhiri Perang Rusia-Ukraina dalam 24 Jam Tak Terbukti, Ini Dalih Donald Trump
3 Kebohongan Donald Trump selama Menjabat Presiden AS Lagi
1. Menghentikan Perang Rusia-Rusia dalam 24 Jam
Dalam hampir setiap kampanyenya sejak 2022, Trump mengeklaim bahwa hanya dirinya yang mampu menghentikan perang Rusia-Ukraina dalam waktu singkat.Dia menyebut bahwa kedekatannya dengan Presiden Rusia Vladimir Putin dan ketegasan gaya "dealmaker" ala Trump akan memaksa kedua pihak duduk bersama dan berdamai."Perang Ukraina? Saya hentikan dalam 24 jam. Mereka tahu siapa saya. Putin tahu. Zelensky tahu," kata Trump dalam acara Conservative Political Action Conference (CPAC) 2023.
♦Faktanya:
•Hingga hari ini, perang Rusia–Ukraina masih berlangsung sengit.•Tidak ada negosiasi damai Rusia-Ukraina yang berhasil di tangan AS.•Rusia justru terus memperluas serangan ke wilayah timur dan selatan Ukraina, termasuk kota Odesa dan Dnipro.•Sikap Trump berubah-berubah, terkadang membela Rusia, dan terkadang membela Ukraina.
♦Analisis:
Janji Trump ini gagal total. Dia tidak hanya gagal menghentikan perang, tapi justru meninggalkan Ukraina dalam posisi limbo—di mana perang berlanjut, tetapi dukungan Barat melemah. Ini memicu kritik keras, bahkan dari kalangan Partai Republik sendiri yang menganggap strategi ini “ambigu dan berbahaya”.
Jamuan Makan Malam Mewah Trump untuk MBS Dihadiri Banyak Miliarder, Ada Elon Musk dan Jeff Bezos
Trump pada Maret lalu mengklarifikasi janjinya ini yang gagal ditepati. Dia mengakui bahwa pernyataan-pernyataannya sebelumnya bersifat sarkastis. "Ya, saya sedikit sarkastis ketika mengatakan itu. Yang sebenarnya saya maksud adalah saya ingin menyelesaikannya dan, saya pikir, saya pikir saya akan berhasil,” katanya, seperti dikutip AP.
2. Klaim Jadi Presiden Anti-Perang, tapi Justru Bombardir Iran
Trump selama kampanye pemilu 2024 berulang kali menyatakan bahwa dia akan menjadi "presiden anti-perang".Dia menyerang Presiden AS saat itu, Joe Biden, atas penarikan pasukan dari Afghanistan yang kacau, dan menyebut dirinya sebagai “kandidat presiden perdamaian".
Namun kenyataan di lapangan berkata lain.
♦Faktanya:
•Awal tahun 2025, Kelompok Serang Kapal Induk USS Harry S Truman membombardir Somalia, menjatuhkan total 62,5 ton amunisi, dengan klaim menargetkan kelompok ISIS dan kelompok al-Shabaab afiliasi al-Qaeda. •Pada Juni 2025, AS menyerang Iran tiga situs nuklir Iran meski sedang berunding atas nasib program nuklir Teheran. AS mengikuti bujukan Israel untuk menyerang Iran.•Pada April 2025, AS membombardir Yaman secara besar-besaran dengan dalih memerangi kelompok Houthi.♦Analisis:
Serangan demi serangan AS tersebut menimbulkan pertanyaan serius: bagaimana mungkin seorang presiden yang berjanji akan menghindari perang justru meluncurkan konfrontasi militer baru?
Apalagi, serangan ke Iran bukan respons terhadap serangan langsung ke daratan AS, melainkan kebijakan pre-emptive yang bertentangan dengan prinsip anti-perang yang dia suarakan selama bertahun-tahun.
3. AS Tak Akan Lagi Jadi Polisi Dunia
Trump melontarkan kalimat khas: “Saya tak membayar lagi untuk perang di negara lain". Kalimat itu dimunculkan sejak 2016, yang kembali digaungkan pada kampanye pemilu 2024, di mana dia mengeklaim Amerika Serikat tidak lagi akan berperan sebagai “polisi dunia”.Uang rakyat, katanya, harus dipakai untuk membangun dalam negeri—bukan untuk mendanai perang di luar negeri.♦Faktanya:
•Meski mengurangi bantuan ke Ukraina, pemerintahan Trump justru meningkatkan anggaran militer untuk kawasan Indo-Pasifik, dalam upaya mengimbangi pengaruh militer China.•Pengeluaran militer AS di Timur Tengah meningkat seiring konfrontasi dengan Iran.•Washington juga kembali memperluas operasi militer taktis di Afrika, terutama melawan kelompok milisi di Sahel.
♦Analisis:
Trump masih memakai jargon “America First”, tetapi kenyataannya, AS tetap mengucurkan dana besar untuk operasi militer di luar negeri.
Retorika pemutusan diri dari perang luar negeri tidak konsisten dengan aksi nyata pemerintahannya.


