Ulama Iran Tawarkan Hadiah Rp184,9 Miliar bagi Siapa Pun yang Membawa Kepala Trump

Ulama Iran Tawarkan Hadiah Rp184,9 Miliar bagi Siapa Pun yang Membawa Kepala Trump

Global | sindonews | Jum'at, 11 Juli 2025 - 10:24
share

Ulama Iran, Mansour Emami, telah menawarkan hadiah uang sebesar USD1,14 juta (Rp184,9 miliar) bagi siapa pun yang membunuh Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump. Sayembara ini muncul setelah sejumlah ulama negara itu mengeluarkan fatwa yang menyerukan orang-orang untuk membunuh Trump dan Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu.

"Hadiah kepada siapa pun yang membawa kepala Trump," tulis Iran International, media oposisi yang berbasis di Inggris, mengutip sayembara Emami—ulama dari Provinsi Azerbaijan Barat di Iran barat laut.

Fatwa yang menyerukan pembunuhan Trump dan Netanyahu telah bermunculan setelah AS menyerang fasilitas nuklir Iran bulan lalu setelah Israel melancarkan Operasi Rising Lion dengan tujuan menghancurkan kemampuan Republik Islam tersebut untuk membuat bom nuklir.

Baca Juga: Zionis Ancam Khamenei: Israel Akan Serang Iran Lagi!

Setelah serangan AS bulan lalu terhadap tiga situs nuklir Iran, ulama senior Ayatollah Agung Naser Makarem Shirazi mengeluarkan fatwa yang menyatakan bahwa siapa pun yang mengancam Pemimpin Tertinggi Iran Ayatollah Ali Khamenei adalah "musuh Tuhan".

Menurut laporan Iran International, situs web Iran thaar.ir menyatakan sedang menggalang dana untuk pembunuhan Trump dan telah menerima USD40.286.867. Keaslian angka itu belum bisa diverifikasi secara independen.Masih menurut laporan tersebut, fatwa yang menyerukan pembunuhan Trump dan Netanyahu telah mendapatkan dukungan dari sekitar 10 ulama Iran lainnya dan menarik penggalangan dana secara daring.

Selain Mansour Emami, Alireza Panahian, Ayatollah Shirazi, dan Ayatollah Hossein Noori Hamedani adalah deretan ulama terkenal yang telah mengeluarkan fatwa semacam itu.

Terjemahan dari situs web thaar.ri menyatakan bahwa para ulama tersebut berkampanye melawan "terorisme negara AS" dan bahwa dana yang terkumpul akan diterima oleh mereka yang melaksanakannya.

Pakar Iran, Hamidreza Azizi, mengatakan kepada Newsweek pada hari Kamis (10/7/2025) bahwa fatwa tersebut harus dilihat melalui kacamata politik dalam negeri Iran dan persaingan antarfaksi.

Hal ini karena para ulama yang telah mengeluarkan atau mendukung ancaman tersebut berasal dari kubu garis keras yang secara inheren menentang segala bentuk hubungan diplomatik dengan AS atau Barat."Meskipun mereka tidak mengungkapkannya secara terbuka, bagi mereka bahkan Khamenei dianggap sebagai orang yang lemah," kata Azizi, seorang peneliti di lembaga kajian Jerman SWP Berlin.

"Mereka tidak seloyal banyak pendukung rezim lainnya terhadap keputusan dan arahan Khamenei," paparnya.

"Mereka memiliki agenda politik dalam menentang perundingan [nuklir Iran]. Selama bertahun-tahun mereka menjadi begitu kuat, dan Khamenei—untuk mengekang kaum moderat dan reformis—memberi mereka kebebasan sedemikian rupa sehingga sekarang mereka sangat sulit dikendalikan," lanjut Azizi.

Menurutnya, dengan transisi pasca-Khamenei yang semakin dekat, kubu garis keras di dalam Republik Islam tersebut mencoba menyebarkan narasinya, memperkuat barisannya, dan membedakan antara agendanya dan agenda lainnya.

Dalam komentar yang dilaporkan pada hari Rabu, Mohammad-Javad Larijani, mantan penasihat senior Khamenei, mengatakan kepada televisi pemerintah Iran: "Trump tidak bisa lagi berjemur di Mar-a-Lago", yang menyiratkan bahwa Trump bisa diserang oleh pesawat nirawak Iran.Larijani tampak bercanda dalam percakapan itu, dan Trump tertawa ketika seorang reporter Fox News bertanya kepadanya tentang terakhir kali dia berjemur. Trump menjawab bahwa itu "sudah lama."

"Saya tidak yakin itu benar-benar ancaman, tetapi mungkin memang begitu," kata Trump.

Seorang juru bicara Secret Service AS mengatakan kepada Newsweek bahwa mereka beroperasi dalam lingkungan ancaman yang semakin tinggi dan sangat dinamis.

"Keselamatan dan keamanan Presiden dan semua orang yang kami lindungi tetap menjadi prioritas utama kami," kata badan tersebut.

Topik Menarik