China Hadapi Kritik atas Kondisi Kebebasan Hukum usai 'Insiden 709'

China Hadapi Kritik atas Kondisi Kebebasan Hukum usai 'Insiden 709'

Global | sindonews | Kamis, 10 Juli 2025 - 10:25
share

Satu dekade sejak penindasan terbesar terhadap pengacara hak asasi manusia (HAM) dalam sejarah modern China, para pengacara dan aktivis mengatakan bahwa kontrol Partai Komunis China (PKC) terhadap profesi hukum telah semakin ketat. Hal itu membuat pekerjaan membela hak seseorang menjadi hampir mustahil dilakukan.

“Lingkungan hukum untuk hak asasi manusia terus-menerus mengalami kemunduran, terutama setelah pandemi,” kata Ren Quanniu, seorang pengacara HAM yang dicabut izin praktiknya.

“Saat ini, negara hukum di China—terutama dalam hal perlindungan hak asasi manusia—telah memburuk ke titik yang hampir bisa dibandingkan dengan era Revolusi Kebudayaan,” sambung dia, sebagaimana dikutip dari The Guardian, Kamis (10/7/2025).

Baca Juga: Prancis Tuduh China Coba Gagalkan Penjualan Jet Tempur Rafale Secara Global, Sebut Indonesia

Revolusi Kebudayaan adalah satu dekade kekacauan massal yang diluncurkan oleh pemimpin lama China, Mao Zedong, pada tahun 1966. Pada masa itu, institusi kehakiman diserang karena dianggap “borjuis” dan sistem peradilan yang baru tumbuh hampir sepenuhnya ditangguhkan.

Ren adalah salah satu dari ratusan pengacara HAM yang menjadi sasaran sejak “Insiden 709”, sebuah penindasan nasional terhadap pengacara dan aktivis yang dimulai pada 9 Juli 2015. Menurut kelompok HAM dan pemerintah Amerika Serikat, sekitar 300 orang dari komunitas longgar gerakan pembela hak yang sedang berkembang, dikenal sebagai weiquan, menjadi sasaran penangkapan.

Sepuluh di antaranya dihukum atas dakwaan seperti “subversi terhadap kekuasaan negara” dan dijatuhi hukuman penjara, sementara puluhan lainnya terus mengalami pengawasan, pelecehan, dan pencabutan lisensi profesional selama bertahun-tahun setelahnya.

China modern memang tidak pernah ramah terhadap pengacara HAM. Namun pada tahun 2000-an, ketika internet mulai berkembang dan China semakin menginginkan pengakuan global, ruang bagi masyarakat sipil sempat tumbuh—meski kini nyaris tak bisa dikenali lagi. Para pengacara saat itu berhasil mencetak beberapa kemenangan dalam perkara mulai dari skandal susu formula tercemar hingga eksploitasi buruh migran.

“Sulit dikatakan bahwa kami mencapai keberhasilan—kami hanya bisa mengatakan bahwa layanan yang kami berikan membuat pihak berwenang lebih sulit menganiaya kelompok tertentu,” tutur Jiang Tianyong, mantan pengacara HAM berusia 54 tahun yang dikenal menangani kasus minoritas agama dan etnis. Dia pernah dipenjara selama dua tahun atas dakwaan “menghasut subversi terhadap kekuasaan negara.”

Namun, gerakan yang baru tumbuh dan diikuti oleh Jiang itu segera ditekan begitu Xi Jinping menjadi Presiden China pada tahun 2012.

Penindasan terhadap Aktivis HAM

Meski beberapa pengacara weiquan juga tertarik pada reformasi politik, sebagian besar hanya fokus bekerja di dalam sistem hukum China yang ada. “Pekerjaan sehari-hari kami bukan tentang menyebarkan ide asing,” kata Ren. “Kami hanya ingin membela warga biasa berdasarkan hukum yang sudah ada di China sendiri, hukum yang merupakan bagian dari sistem hukum Partai Komunis China. Tapi bahkan di dalam kerangka itu pun, kami tidak diperbolehkan membantu,” sambung dia.

Di bawah kekuasaan Xi, para aktivis ditangkap, firma hukum independen dan LSM diperketat, dan segala bentuk aktivitas terorganisir di luar kendali Partai dikekang dengan ketat.

“Pemerintah China di bawah Xi Jinping berusaha menghapus pengaruh para pengacara yang membela hak rakyat,” sebut Maya Wang, Direktur Asosiasi untuk China di Human Rights Watch (HRW).

Sepuluh tahun setelah penindasan itu, para pekerja HAM mengatakan represi terhadap pengacara independen kini menjadi lebih sistematis dan tak terlihat, tidak lagi sebatas menangkap individu.

Mereka yang terdampak Insiden 709 menggambarkan hidup dalam kondisi pelecehan dan pengawasan, serta sering kali dilarang ke luar negeri. Jiang bahkan belum bertemu istri dan putrinya, yang telah meninggalkan China, selama lebih dari satu dekade.

Secara umum, pengacara yang menangani kasus-kasus sensitif menurut Partai telah dicabut kredensial profesionalnya, sementara reformasi hukum dan politik memperkuat peran Partai dalam firma hukum.Ren sempat lolos dari gelombang represi pertama setelah Insiden 709. Selama beberapa tahun, dia masih mencoba menangani kasus-kasus sensitif, termasuk kasus Zhang Zhan, jurnalis warga yang dipenjara setelah melaporkan kondisi awal pandemi Covid-19 dari Wuhan.

Pada tahun 2021, lisensi praktik Ren akhirnya dicabut.

Menurut data yang dihimpun Chinese Human Rights Defenders, sebuah LSM berbasis di AS, antara 2017 hingga 2019 tercatat 29 kasus pencabutan atau penangguhan lisensi terhadap firma hukum atau pengacara. Angka ini naik dari hanya sembilan kasus pada 2014–2016.

Pada saat yang sama, China memperluas penyediaan bantuan hukum, yang menurut pemerintah akan “menguntungkan lebih banyak orang yang membutuhkan.”

"Tak Ada yang Benar-benar Aman"

Sebuah studi di China pada 2022 menunjukkan bahwa 60 persen terdakwa yang memiliki perwakilan hukum akan mendapatkan bantuan hukum dari pemerintah. Namun, undang-undang bantuan hukum menyatakan bahwa tujuannya adalah “menegakkan kepemimpinan Partai Komunis China,” dan para pengkritik menilai bahwa perubahan ini—termasuk dimasukkannya Pemikiran Xi Jinping ke dalam anggaran dasar Asosiasi Pengacara Seluruh China—telah mempersempit ruang bagi pengacara independen.“Pemerintah China memperketat kendali ideologis di seluruh profesi hukum sembari memperluas layanan bantuan hukum publik—namun layanan itu harus disediakan oleh pengacara yang loyal pada Partai,” kata Wang.

Banyak pengacara HAM di China mengatakan bahwa pekerjaan mereka kini terpaksa dilakukan secara diam-diam. Mereka yang tidak memiliki lisensi hanya bisa memberikan saran informal kepada mereka yang membutuhkan, namun kemampuannya sangat terbatas.

Dalam kondisi seperti ini, “tak ada yang benar-benar aman,” kata Xie Yanyi, pengacara yang pernah ditahan saat Insiden 709. “Hak asasi manusia adalah milik semua orang, dan negara hukum seharusnya melindungi semua orang.”

Namun, Xie tetap menyimpan harapan. “Meski tahun terjadinya Insiden 709 menandai kemunduran besar dalam negara hukum di China... saya percaya, masyarakat perlahan sedang membangun ketangguhan, menjadi dewasa, dan makin kuat.”

Kementerian Kehakiman China dan Biro Keamanan Publik tidak merespons permintaan komentar.

Topik Menarik