Mantan Perdana Menteri Bangladesh Sheikh Hasina Divonis Penjara 6 Bulan
Mantan Perdana Menteri Bangladesh Sheikh Hasina dijatuhi hukuman enam bulan penjara oleh Pengadilan Kejahatan Internasional (ICT) yang berpusat di Dhaka dalam kasus penghinaan terhadap pengadilan. Kabar itu diungkap dalam laporan Dhaka Tribune pada Kamis (3/7/2025).
Putusan itu disampaikan oleh pengadilan yang beranggotakan tiga orang itu pada hari Rabu.
Jaksa penuntut Bangladesh meminta pengadilan itu digelar terkait percakapan telepon di mana Hasina diduga mengatakan ia memiliki izin untuk membunuh 227 orang, karena 227 kasus telah diajukan terhadapnya, menurut Dhaka Tribune.
ICT adalah pengadilan kejahatan perang domestik Bangladesh yang dibentuk pada tahun 2009 untuk menyelidiki dan mengadili para kaki tangan yang terlibat dalam genosida yang dilakukan para penguasa Pakistan di negara itu selama perang kemerdekaan negara itu pada tahun 1971.
Hasina, yang meninggalkan Bangladesh ke negara tetangga India setelah pemerintahannya digulingkan dalam kudeta tahun 2024, diadili dan dihukum oleh ICT secara in absentia. Awal tahun ini, Dhaka mengirimkan nota diplomatik ke New Delhi yang meminta dia kembali untuk diadili, yang belum ditanggapi secara resmi oleh pemerintah India.
Ini adalah hukuman penjara pertama bagi Hasina sejak dia meninggalkan Bangladesh. Pada bulan Juni, ICT secara resmi mendakwa Hasina dengan kejahatan terhadap kemanusiaan terkait dengan tindakan keras terhadap protes massa yang terjadi tahun lalu dan menyebabkan penggulingan pemerintah yang dijalankan oleh partainya, Liga Awami.
Mohammad Tajul Islam, kepala jaksa ICT, menuduh Hasina mengatur "serangan sistemik" terhadap para pengunjuk rasa.
Laporan bulan Februari oleh Kantor Komisioner Tinggi PBB untuk Hak Asasi Manusia mengatakan, "Sebanyak 1.400 orang mungkin telah terbunuh antara 15 Juli dan 5 Agustus (2024), dan ribuan orang terluka, sebagian besar di antaranya ditembak oleh pasukan keamanan Bangladesh."
Hasina, yang mengundurkan diri pada 5 Agustus 2024, telah menyatakan ketidakbersalahannya. Ia berencana mengajukan argumen untuk membebaskannya dari tuduhan ini, menurut pengacara pembelanya, Amir Hossain.
Pada bulan Mei, pemerintah sementara Bangladesh, yang dipimpin Pemenang Nobel Perdamaian Muhammad Yunus, melarang Liga Awami ikut serta dalam pemilihan umum berikutnya, dengan mengatakan hal itu demi kepentingan keamanan dan kedaulatan nasional.
Baca juga: Hamas Siap Akhiri Perang Sepenuhnya, Bukan Gencatan Senjata 60 Hari

