Eks Jenderal AS Ungkap Rencana Militer China Kalahkan Amerika dalam Perang Taiwan

Eks Jenderal AS Ungkap Rencana Militer China Kalahkan Amerika dalam Perang Taiwan

Global | sindonews | Minggu, 18 Mei 2025 - 08:51
share

Charles Flynn, seorang pensiunan jenderal Pentagon, telah memperingatkan anggota Parlemen Amerika Serikat (AS) bahwa invasi China ke Taiwan "tidak lama lagi" di tengah meningkatnya ketegangan di Selat Taiwan.

Mantan komandan Angkatan Darat AS di Pasifik itu juga memaparkan langkah-langkah yang diperlukan Tentara Pembebasan Rakyat (PLA) China untuk mencapai misinya di Taiwan, bahkan sebelum pasukan AS tiba untuk menolong Taipei—sebuah skenario mengalahkan Amerika.

China telah bersumpah untuk bersatu dengan Taiwan, yang dianggapnya sebagai wilayahnya, meskipun Partai Komunis China tidak pernah berkuasa di sana.

Beijing, dalam beberapa tahun terakhir, meningkatkan aktivitas militer di sekitar Taiwan untuk menghukum Partai Progresif Demokratik yang berkuasa di pulau itu yang skeptis terhadap Beijing.

Para pejabat AS yakin Presiden China Xi Jinping telah menginstruksikan PLA untuk mampu merebut Taiwan pada tahun 2027, meskipun dia tidak bermaksud untuk memberikan perintah tersebut tahun itu.

Menteri Luar Negeri AS Marco Rubio dan pejabat lain dalam pemerintahan Presiden Donald Trump telah menekankan bahwa menghalau China berarti membuat invasi tersebut semahal mungkin.

Dalam sambutannya di sidang Parlemen yang difokuskan pada Partai Komunis China mengatakan kepada para anggota Parlemen: "Ancaman invasi China ke Taiwan tidak lagi jauh atau teoritis."

Flynn berbicara di sidang Komite Terpilih Parlemen tentang Persaingan Strategis antara Amerika Serikat dan Partai Komunis China. Yang juga memberikan kesaksian adalah Mark Montgomery, mantan direktur operasi di Komando Indo-Pasifik AS, dan Kurt Campbell, wakil menteri luar negeri dari tahun 2024 hingga 2025.

Dalam sebuah pernyataan yang disiapkan sebelum sidang Parlemen, Flynn menunjuk pada besarnya tantangan yang akan dihadapi China dalam melancarkan serangan amfibi—faktor-faktor yang menurutnya membantu mengimbangi kesenjangan kemampuan yang menganga antara militer Taiwan dan China.

Untuk mencapai fait accompli, Flynn mencatat bahwa pasukan China perlu menyeberangi Selat Taiwan sepanjang 100 mil di bawah tembakan gencar. Setelah mencapai pantai Taiwan, mereka perlu membangun—dan mempertahankan—pangkalan pantai.

Di kota-kota Taiwan, pasukan PLA kemudian akan menghadapi perang kota melawan para pembela Taiwan yang bersembunyi di posisi-posisi yang dibentengi. Akhirnya, China harus mencapai semua ini sebelum AS dan sekutunya dapat sepenuhnya mengerahkan pasukan mereka untuk melakukan intervensi.

Flynn menekankan bahwa sementara para analis sering kali berfokus pada Angkatan Laut, Angkatan Udara, dan Pasukan Roket China yang berkembang pesat, pasukan darat negara itu pada akhirnya menentukan hasilnya.

"Jika pasukan PLA tidak dapat mendarat, tidak dapat bermanuver, tidak dapat mempertahankan wilayah, dan tidak dapat menaklukkan rakyat Taiwan, maka mereka tidak akan menang. Jika kita dapat mencegah mereka untuk mencoba menyeberang, kita akan dapat mencegah perang sepenuhnya," katanya kepada para anggota Parlemen, seperti dikutip Newsweek, Minggu (18/5/2025).

Mantan Wakil Menteri Luar Negeri Kurt Campbell, dalam pernyataan pembukaan yang disampaikan sebelum sidang Parlemen, mengatakan: "Masa depan Taiwan sangat terkait erat dengan masa depan Amerika—ekonomi, teknologi, dan masyarakat kita saling terkait erat—sehingga Taiwan yang kuat dan aman menjadi kepentingan strategis AS yang vital."

"Menangani momen ini memerlukan pendekatan dari seluruh pemerintah. Kongres, Cabang Eksekutif, dan masyarakat sipil semuanya harus memainkan peran aktif dalam memperdalam keterlibatan dengan mitra mereka di Taiwan. Ini termasuk memperkuat kemitraan pertahanan dan ekonomi dengan pemerintah Taiwan, mendukung partisipasi Taiwan yang bermakna dalam organisasi internasional, dan memperluas pertukaran pendidikan, budaya, dan ilmiah," paparnya.

Washington mempertahankan kebijakan "ambiguitas strategis" yang telah berlangsung selama puluhan tahun mengenai apakah akan membela Taiwan, yang dapat berarti terseret ke dalam perang panas pertama AS dengan negara berkekuatan nuklir lainnya.

Topik Menarik