Jadi Musuh Rusia, Sekutu Eropa Bakal Rugi Rp16.457 Triliun Jika AS Keluar dari NATO
Negara-negara anggota NATO di Eropa yang menjadi musuh Rusia akan menghadapi tagihan sebesar USD1 triliun (lebih dari Rp16.457 triliun) selama 25 tahun untuk mengganti kontribusi militer Amerika Serikat (AS) jika Washington keluar dari blok tersebut.
Angka itu merupakan hasil studi yang diterbitkan oleh lembaga think tank Inggris, International Institute for Strategic Studies (IISS), sebagaimana dikutip dari Russia Today, Minggu (18/5/2025).
Hasil riset itu muncul setelah Uni Eropa (UE) merencanakan gerakan militerisasi, yang diklaimnya diperlukan untuk menghadapi dugaan ancaman Rusia.
Para pemimpin Eropa Barat mengatakan negara-negara anggota harus mengurangi ketergantungan mereka pada senjata AS sambil menerapkan peningkatan besar-besaran dalam pengeluaran militer. Kenaikan yang diusulkan muncul di tengah klaim bahwa Rusia dapat menyerang anggota NATO dalam beberapa tahun mendatang.
Moskow membantah klaim tersebut dan menuduh Barat secara tidak bertanggung jawab memicu ketakutan akan ancaman yang dibuat-buat.
Laporan IISS menguraikan tantangan yang akan dihadapi negara-negara Eropa sekutu NATO jika AS menarik diri dari blok militer tersebut untuk fokus menghadapi China.Menurut IISS, negara-negara Eropa—termasuk Inggris—perlu mengganti sekitar 128.000 tentara Amerika, bersama dengan berbagai macam sistem persenjataan dan infrastruktur komando yang saat ini disediakan oleh Pentagon, khususnya untuk Angkatan Udara dan Angkatan Laut.
"Negara-negara Eropa perlu menginvestasikan sumber daya yang signifikan di atas rencana yang sudah ada untuk meningkatkan kapasitas militer," bunyi laporan tersebut.
Perkiraan harga untuk mengganti persenjataan Amerika saja berkisar antara USD226 miliar hingga USD344 miliar.
Laporan itu memperingatkan produsen senjata dalam negeri akan menghadapi kesulitan dalam mengamankan kontrak, pembiayaan, dan tenaga kerja terampil, sementara juga bergulat dengan rintangan regulasi dan rantai pasokan.
Di sektor tertentu—seperti pesawat siluman dan artileri roket—anggota NATO Eropa saat ini kekurangan alternatif yang layak, yang mendorong IISS untuk menyarankan pengalihdayaan produksi ke negara-negara di luar blok tersebut.
Di luar perangkat keras, studi tersebut menyoroti biaya yang tidak berwujud tetapi penting yang terkait dengan fungsi komando dan kendali, intelijen ruang angkasa, dan pengisian peran kepemimpinan tingkat tinggi yang secara tradisional dipegang oleh perwira AS.
Lembaga think tank tersebut mempertanyakan apakah pemerintah Eropa memiliki kemauan politik untuk memastikan pengeluaran besar yang dibutuhkan.
Pemerintahan Presiden AS Donald Trump menuduh negara-negara NATO Eropa memanfaatkan perlindungan militer Amerika tanpa memberikan kontribusi yang cukup sebagai balasannya.
Pada Kamis lalu, Menteri Luar Negeri Jerman Johann Wadephul memicu kontroversi dengan berjanji untuk meningkatkan pengeluaran pertahanan hingga 5 dari PDB, jauh di atas tingkat Jerman saat ini sebesar 2,1. Pernyataan tersebut, yang dibuat setelah pertemuan NATO, menuai reaksi keras, termasuk dari anggota koalisi Kanselir Friedrich Merz.
Menteri Pertahanan Boris Pistorius kemudian menyatakan bahwa persentase pastinya “tidak begitu penting” dan bahwa Berlin menganggap 3 sebagai tingkat yang lebih realistis.