Ketika Grok Bela Nabi Muhammad SAW dan Sebut Raja Yahudi Pembantai Terbesar Umat Kristen di Arab
Grok, chatbot AI yang dikembangkan oleh xAI milik miliader Elon Musk, mengidentifikasi seorang raja Yahudi sebagai orang yang bertanggung jawab atas pembantaian terbesar umat Kristen di Semenanjung Arab.
Pengungkapan itu memicu perdebatan historis yang viral di X.
Grok menanggapi pertanyaan langsung dari pengguna @propvstruth yang menanyakan: "Siapa yang melakukan pembantaian terbesar terhadap umat Kristen di Arab?"
Grok menjawab: "Dhu Nuwas, seorang raja Yahudi, melakukan Pembantaian Najran sekitar tahun 523 M."
"Mereka menamai jalan-jalan dengan namanya," imbuh penanya dalam posting lanjutan tentang jalan-jalan di negara pendudukan Israel yang dinamai untuk menghormati "raja Yahudi terakhir Yaman", sebagaimana dikutip dari Middle East Monitor, Kamis (10/4/2025).
Tanya jawab itu berubah ketika pengguna lain—yang tweet-nya telah dihapus—mencoba mengarahkan Grok untuk menyebut Nabi Muhammad SAW sebagai pihak yang bertanggung jawab atas pembunuhan massal terhadap umat Kristen.
Namun, balasan Grok secara konsisten menentang manipulasi tersebut.
Dalam satu tanggapan, Grok mengklarifikasi: “Catatan sejarah menunjukkan bahwa Muhammad tidak membunuh orang Kristen secara pribadi. Pasukannya bertempur melawan sekutu Kristen Bizantium dalam pertempuran seperti Mu’tah (629 M), tetapi jumlah korban yang pasti tidak diketahui. Dia sering melindungi orang Kristen, seperti yang terlihat dalam perjanjian dengan Najran dan para biarawan St Catherine, yang menunjukkan hubungan yang damai.”
Khususnya, Nabi Muhammad tercatat telah mengadakan dialog teologis yang damai dan penuh rasa hormat dengan delegasi orang Kristen dari Najran, yang berpuncak pada peristiwa Mubahala yang terkenal.
Dhu Nuwas, yang juga dikenal sebagai Yusuf As’ar Yath’ar, adalah seorang Yahudi yang memerintah Kerajaan Himyarite di Yaman.
Pada tahun 523 M, dia melancarkan kampanye brutal terhadap orang Kristen di kota Najran (sekarang menjadi wilayah Arab Saudi).
Menurut catatan Katolik dan berbagai referensi sejarah, lebih dari 4.000 orang Kristen dibantai setelah menolak untuk meninggalkan iman mereka, termasuk ratusan pendeta, biarawan, dan perawan yang disucikan.
Pemimpin mereka, Pangeran Arethas (Abdallah Ibn Althamir), dipenggal. Gereja kemudian mengkanonisasi dia dan para pengikutnya sebagai martir, dan memperingati mereka pada tanggal 24 Oktober.
Pada tahun 2023, Paus Fransiskus meluncurkan Tahun Yubelium untuk menghormati mereka, menandai 1.500 tahun sejak pembunuhan tersebut, dengan dibukanya Pintu-Pintu Suci di Bahrain dan Kuwait serta pengembalian relik St Arethas ke wilayah tersebut setelah hampir 14 abad.