Bom Ada Di Mana-Mana, Cerita Orang-Orang yang Melarikan Diri dari Serangan Udara Israel di Lebanon
BEIRUT - Serangan Israel terhadap target Hizbullah telah menimbulkan dampak yang mengerikan bagi warga sipil setempat. Mereka terpaksa melarikan diri dari satu tempat ke tempat lain untuk mencari tempat yang aman. Serangan lintas batas oleh Israel dan Hizbullah telah menyebabkan puluhan ribu orang mengungsi di kedua belah pihak.
Di Lebanon, serangan udara Israel baru-baru ini telah menewaskan 600 orang dan menyebabkan ribuan orang terluka serta 90.000 orang lainnya mengungsi.
Beberapa dari mereka yang meninggalkan rumah menceritakan kepada BBC tentang pengalaman mereka, meninggalkan harta benda mereka dan harus bergantung pada orang asing untuk bertahan hidup.
Di antara mereka adalah Valentine Nesser, seorang jurnalis yang melarikan diri dari Lebanon selatan bersama ibu dan saudara laki-lakinya pada Senin (23/9/2024), ketika pemboman hebat menjadikannya hari paling mematikan di Lebanon dalam beberapa dekade.
"Kami pergi ke Gunung Lebanon, sekitar 30 menit dari Beirut, yang saat ini dianggap sebagai zona aman," katanya.
Perjalanan itu memakan waktu 15 jam karena kemacetan lalu lintas yang parah saat ribuan orang berusaha melarikan diri.
"Kami datang ke sini tanpa apa pun, karena bom ada di mana-mana dan kami ingin segera aman," lanjutnya.
"Kami menginap di hotel yang telah diubah menjadi pusat pengungsian dan kini ada lebih dari 300 orang di sini, dan jumlahnya terus bertambah, tambahnya.
"Kami memiliki sekitar 50 orang di satu kamar. Banyak orang masih belum menemukan tempat tinggal dan beberapa terpaksa tidur di mobil mereka, ujarnya.
Ia mengatakan pemerintah setempat menyediakan makanan dan air, seraya menambahkan bahwa meskipun ia pernah mengalami masa-masa konflik sebelumnya, kali ini berbeda.
"Kali ini lebih banyak ketegangan, lebih banyak kesedihan, lebih banyak kemarahan, lanjutnya.
Mereka yang berada di Lebanon timur, yang mengalami lebih sedikit serangan udara daripada di selatan, berharap dapat menghindari konflik terburuk, dengan beberapa relawan memberikan dukungan.
Amani Deni tinggal di Beirut dan kembali ke rumah ibunya di Lembah Bekaa beberapa hari yang lalu.
"Saya memiliki 13 kerabat yang tinggal bersama saya dan ibu saya, mereka mengungsi dari daerah Baalbek. Mereka semua tinggal bersama di rumah kami, yang hanya memiliki satu kamar tidur dan satu ruang tamu, terangnya.
"Saya harus duduk bersama anak-anak dan berkata, Kami memang mengalami serangan udara di daerah ini, Lembah Bekaa juga, tetapi lebih aman daripada Baalbek dari mana asalmu, lanjutnya.
Saya juga menjadi sukarelawan di sekolah-sekolah yang menyediakan perumahan, membantu mereka mendapatkan makanan. Situasinya sangat sulit, ujarnya.
"Beberapa sekolah di kota saya memiliki pengungsi di dalamnya, banyak orang dari seluruh Lebanon, tetapi sebagian besar datang dari selatan, ujarnya.
"Penduduk setempat, sukarelawan, mengambil makanan dari rumah-rumah kami dan mencoba untuk mendukung orang-orang ini. Kami telah mencoba untuk berbicara dengan anak-anak, untuk melakukan pertolongan pertama psikologis. Mereka panik dan kami mencoba bermain dengan mereka untuk menenangkan mereka. Mereka menangis karena lapar. Mereka hanya makan biskuit sepanjang hari, urainya.
Penduduk Bekaa lainnya, Omar Hayek, bekerja dengan beberapa LSM termasuk Medecins Sans Frontieres.
Ia mengatakan kepada BBC bahwa tidak ada rasa aman di wilayah tersebut dan orang-orang tidak yakin apa yang akan terjadi selanjutnya.
"Di daerah Bekaa, kami tidak punya banyak jalan keluar," katanya. "Jika Anda ingin melarikan diri, Anda bisa melarikan diri ke Suriah, dan pertanyaannya adalah, apakah Suriah tempat yang aman bagi kami? Pertanyaan-pertanyaan ini muncul di benak orang-orang, dan Anda merasa tersesat, ujarnya.