Mayoritas Anggota PBB Minta Israel Angkat Kaki dari Palestina, Semua Mata Tertuju ke Amerika
MAJELIS Umum Persatuan Bangsa Bangsa (PBB) telah mengeluarkan resolusi yang menyerukan Israel angkat kaki dari Palestina. Mayoritas anggota PBB meminta negara zionis itu mengakhiri “kehadirannya yang melanggar hukum di Wilayah Palestina yang diduduki” dalam waktu satu tahun.
Israel juga diminta “menarik semua pasukan militernya,” dan “mengevakuasi semua pemukim dan pemukiman yang ada” dari wilayah Palestina yang diduduki. Secara tegas, resolusi yang didukung 124 negara tersebut memberi waktu satu tahun pada Israel melakukan isi resolusi termasuk memberikan pembayaran ganti rugi kepada semua orang yang telah dirugikan sebagai akibat pendudukan ilegal mereka.
PBB juga meminta negara-negara lain berhenti menyediakan senjata “jika ada alasan yang cukup untuk mencurigai bahwa senjata tersebut dapat digunakan di Wilayah Palestina yang Diduduki.” Masalahnya, resolusi tersebut tidak bersifat mengikat sehingga Israel memiliki alasan mengabaikannya.
Apalagi, Amerika Serikat (AS) sebagai sekutu setia Israel dan salah satu pemilik Veto tidak masuk dalam daftar negara yang mendukung resolusi PBB. Dampaknya, resolusi PBB akan ompong seperti beberapa putusan sebelumnya. Sebut saja putusan Mahkamah Internasional (ICJ) pada tanggal 19 Juli 2024.
Dalam putusan bersejarah tersebut ICJ tegas yang menyatakan bahwa “pemukiman Israel di Tepi Barat dan Yerusalem Timur, dan rezim yang terkait dengannya, telah didirikan dan dipertahankan dengan melanggar hukum internasional.” Tapi putusan itu tidak mendapatkan suara bulat, teramasuk dari AS. Bahkan AS mengancam akan mengancam ICJ dengan menghentikan dana organisasi tersebut.
Pemerintah Indonesia sendiri menyambut baik resolusi terbaru yang disahkan Majelis Umum Perserikatan Bangsa-Bangsa (UNGA), yang menuntut diakhirinya pendudukan ilegal Israel atas wilayah Palestina dalam 12 bulan ke depan.
"Indonesia siap mendukung pelaksanaan Resolusi tersebut dan menegakkan solusi dua negara untuk perdamaian yang adil, abadi, dan menyeluruh di Timur Tengah," tulis Kementerian Luar Negeri dalam akun resminya, @Kemlu_RI, Kamis (19/9).
Namun, tidak semua yakin resolusi PBB itu akan efektif dalam menekan Israel menghentikan invasi yang mereka lakukan. Belum ada tanda tanda Israel menghentikan aksi keji mereka. Israel tetap melakukan pembunuhan, pelukaan, dan penahanan tanpa dakwaan di Gaza dan Tepi Barat setiap hari.
Kekerasan oleh militer dan pemukim Israel meningkat tajam. Karena itu, James Devaney, dosen senior Sekolah Hukum di Universitas Glasgow dikutip dari Al Jazeera merupakan pihak yang meragukan efektivias dari resolusi PBB. Devaney mengatakan bahwa meskipun resolusi Majelis Umum menetapkan batas waktu bagi Israel untuk mengosongkan wilayah Palestina yang diduduki, fakta itu tidak mengubah sifat resolusi yang tidak dapat dilaksanakan.
"Batas waktu 12 bulan ini memiliki signifikansi politik dan dapat berperan dalam langkah-langkah politik dan prosedural di masa mendatang yang diambil di PBB, tetapi menurut pendapat saya tidak mengubah apa pun dalam hal dampak hukum resolusi atau pendapat penasihat tersebut," katanya.
Apakah tidak ada jalan lain, Medea Benjamin & Nicolas JS Davies dalam tulisannya di palestinechronicle mengatakan, kuncinya adalah tetap di AS. Dengan tidak menggunakan pengaruhnya yang besar untuk menekan Israel, pejabat AS memastikan bahwa pembantaian akan terus berlanjut selama mereka dan sekutu Israel mereka inginkan.
Selain memveto resolusi PBB, AS juga mempersenjatai Israel hingga habis-habisan. Lalu? sebagai solusi, Benjamin dan Davies menawarkan cara lain, untuk PBB jika veto tidak diindahkan. Seperti menyerukan embargo senjata penuh, boikot ekonomi, atau sanksi PBB lainnya terhadap Israel – atau bahkan juga menekan AS.