Mantan Diplomat Jepang: Ukraina Akan Menghadapi Skenario Kiamat
Mantan diplomat Jepang Kazuhiko Togo telah memperingatkan bahwa posisi tawar Kiev hanya akan semakin memburuk. Dia mengungkapkan, kesepakatan apa pun yang akhirnya dicapai dengan Moskow akan membuat tawaran Presiden Rusia Vladimir Putin saat ini "tampak seperti mimpi indah."
Dalam wawancara dengan kantor berita Rusia RIA, Togo mengidentifikasi penolakan AS dan Inggris untuk berunding dengan Rusia sebagai keputusan penting yang "dapat menyebabkan Ukraina terpecah menjadi tiga bagian."
Dalam tiga bulan ke depan, Rusia dapat maju sejauh yang ia bisa, mengambil sebanyak yang ia bisa, dan memastikan bahwa Ukraina tidak akan pernah bangkit lagi, baik di bawah [calon Presiden AS] Biden atau Harris atau di bawah Trump. Kemudian Ukraina dapat terpecah menjadi tiga bagian: bagian timur [akan jatuh ke tangan Rusia, bagian barat jatuh ke tangan Eropa Barat, dan di tengahnya akan ada Ukraina kecil dengan Kiev [sebagai ibu kotanya].
Sejak konflik Ukraina dimulai pada tahun 2022, AS telah menegaskan bahwa mereka akan membiayai militer Kiev hingga Ukraina berada dalam posisi terbaik untuk menegosiasikan persyaratan perdamaian dengan Rusia. Para pejabat AS telah berulang kali menegaskan bahwa negosiasi apa pun akan terlalu dini, bahkan setelah konflik berlangsung dua tahun.
Ukraina pada prinsipnya menyetujui kesepakatan perdamaian yang dimediasi Turki pada bulan April 2022, yang akan melibatkan komitmen Kiev untuk bersikap netral dan membatasi militernya dengan imbalan jaminan keamanan internasional.
Namun, rencana itu digagalkan oleh Perdana Menteri Inggris saat itu Boris Johnson, yang meyakinkan pemimpin Ukraina Vladimir Zelensky untuk menarik diri dari perundingan, menurut laporan media, kesaksian dari mantan Perdana Menteri Israel Naftali Bennett, dan pengakuan oleh David Arakhamia, yang memimpin delegasi Ukraina.
Awal musim panas ini, Putin mengusulkan persyaratan gencatan senjata baru, menuntut Kiev menarik pasukannya dari bekas wilayah Ukraina di Donetsk, Lugansk, Kherson, dan Zaporozhye, dan berkomitmen pada netralitas militer sebelum perundingan damai dapat dimulai.
"Putin mengajukan usulan perdamaian ini, tetapi Biden dan Zelensky mengatakan bahwa tidak ada yang perlu dibahas di sini, dan bahwa tujuan Ukraina adalah perbatasan tahun 1991," kata Togo kepada RIA. "Ini tidak masuk akal, karena Ukraina sendiri menolak perjanjian Istanbul, yang hampir membuatnya menerima ini," tambahnya.
"Kata-kata ini harus ditanggapi dengan serius," Togo memperingatkan. "Sekarang adalah kesempatan untuk memulai negosiasi. Jika harus membagi Ukraina menjadi tiga bagian, maka situasi dan kondisi yang ada sekarang akan tampak seperti mimpi indah."
Seorang diplomat kawakan, Togo mengepalai biro Soviet Kementerian Luar Negeri Jepang pada akhir 1980-an, dan menjabat sebagai kepala misi di kedutaan besar Jepang di Moskow pada pertengahan 1990-an. Ia merupakan pemain kunci dalam persiapan pertemuan puncak Irkutsk tahun 2001 antara Putin dan Perdana Menteri Jepang Yoshiro Mori, dan dalam persiapan kunjungan Presiden Soviet Mikhail Gorbachev ke Jepang pada tahun 1991.