Terungkap Kata-Kata Terakhir Ismail Haniyeh Sebelum Dibunuh, Kutip Ayat Alquran
JAKARTA - Pemimpin Hamas , Ismail Haniyeh, tewas terbunuh di Teheran, Iran, pada 31 Juli 2024. Belakangan terungkap kata-kata terakhir Ismail Haniyeh sebelum tewas diserang.
Melansir Reuters, Sabtu (3/8/2024), seolah-olah tahu "waktunya" telah tiba, Ismail Haniyeh berbicara kepada Pemimpin Tertinggi Iran Ayatollah Ruhollah Ali Khamenei sebelum dia dibunuh di Teheran. Ia membicarakan ayat Al-Quran mengenai kehidupan, kematian, keabadian, dan ketahanan.
"Allah yang menghidupkan dan mematikan. Dan Allah Maha Mengetahui semua tindakan. 'Jika seorang pemimpin pergi, yang lain akan muncul'," kata Haniyeh dalam bahasa Arab.
Beberapa jam kemudian, dia terbunuh dalam dugaan serangan Israel di wisma tamunya.
Komentar tersebut, yang disiarkan di televisi saat Haniyeh berbicara kepada Khamenei, mencerminkan keyakinan Islamis yang dianut kuat yang membentuk kehidupan dan pendekatannya terhadap konflik Palestina dengan Israel, yang diilhami mendiang pendiri Hamas Sheikh Ahmed Yassin, yang mengkhotbahkan Jihad melawan Israel pada 1980-an.
Israel memenjarakan dan membunuh Yassin pada tahun 2004. Namun, Hamas tumbuh menjadi kekuatan militer yang kuat.
Dalam wawancara Reuters di Gaza pada 1994, Haniyeh, yang dimakamkan di Qatar pada Jumat, mengatakan Yassin telah mengajarkan mereka bahwa orang Palestina hanya dapat merebut kembali Tanah Air mereka yang diduduki melalui "senjata yang dimurnikan dari orang-orangnya dan perjuangan mereka.
"Tidak seorang pun Muslim seharusnya meninggal di tempat tidurnya sementara Palestina tetap diduduki," ia mengutip perkataan Yassin.
Bagi para pendukung Palestina, Haniyeh dan seluruh pimpinan Hamas adalah pejuang pembebasan dari pendudukan Israel, yang menjaga perjuangan mereka tetap hidup ketika diplomasi internasional telah gagal.
Ia mengatakan bahwa ia belajar dari Sheikh Yassin."Cinta Islam dan pengorbanan untuk Islam ini dan tidak berlutut kepada para tiran dan lalim."
Haniyeh menjadi wajah tegas dari diplomasi internasional kelompok Palestina tersebut ketika perang berkecamuk di Gaza, tempat tiga putranya - Hazem, Amir dan Mohammad - dan empat cucunya tewas dalam serangan udara Israel pada bulan April.
Setidaknya 60 anggota keluarga besarnya juga tewas dalam perang Gaza.
"Darah anak-anak saya tidak lebih berharga daripada darah anak-anak rakyat Palestina. Semua martir Palestina adalah anak-anak saya," katanya setelah kematian mereka.
"Melalui darah para martir dan rasa sakit dari mereka yang terluka, kita menciptakan harapan, kita menciptakan masa depan, kita menciptakan kemerdekaan dan kebebasan bagi rakyat kita," katanya.
"Kita katakan kepada pendudukan bahwa darah ini hanya akan membuat kita lebih teguh dalam prinsip dan keterikatan kita pada tanah kita."