Pemilu Ditunda Setelah Junta Perpanjang Keadaan Darurat

Pemilu Ditunda Setelah Junta Perpanjang Keadaan Darurat

Global | koran-jakarta.com | Jum'at, 3 Februari 2023 - 03:00
share

YANGON - Junta militer yang berkuasa di Myanmar pada Rabu (1/2) mengumumkan perpanjangan status keadaan darurat yang secara efektif akan menunda pelaksanaan pemilu yang telah dijanjikan junta untuk diadakan pada Agustus. Perpanjangan status keadaan darurat diambil karena junta masih harus berupaya memerangi pergerakan antikudeta di seluruh negeri.

Keadaan darurat seharusnya berakhir pada akhir Januari lalu dan dengan berakhirnya status itu maka junta akan mengumumkan persiapan pelaksanaan pemilu.

"Pemimpin junta, Min Aung Hlaing, menyatakan bahwa lebih dari sepertiga kotapraja belum berada di bawah kendali penuh militer," demikian pernyataan junta seperti dilaporkan oleh media pemerintah pada Rabu.

"Oleh karena itu keadaan darurat akan diperpanjang selama enam bulan lagi mulai dari 1 Februari," kata penjabat presiden, Myint Swe, seperti dikutip oleh media pemerintah.

Pengakuan itu datang pada peringatan kedua penggulingan kekuasaan oleh militer pada 2021 dan Dewan Pertahanan dan Keamanan Nasional setuju untuk memperpanjang keadaan darurat yang diumumkan ketika para jenderal menggulingkan pemerintahan sipil pimpinan Aung San Suu Kyi dua tahun lalu.

Menurut konstitusi negara, memperpanjang keadaan darurat berarti secara otomatis akan menunda pelaksanaan pemilu.

Sementara itu pemimpin junta, Min Aung Hlaing, menegaskan kembali janji untuk berupaya melaksanakan pemilu, namun ia pun menjelaskan bahwa militer harus terlebih dulu mempertahankan peran utamanya.

"Militer akan selalu menjadi "penjaga kepentingan negara dan rakyat di bawah pemerintahan manapun," kata dia seperti dikutip dari MRTV .

Pengumuman itu dikeluarkan ketika jalan-jalan dikosongkan dan toko-toko tutup di seluruh Myanmar sebagai protes terhadap peringatan dua tahun terjadinya kudeta.

Jalanan yang kosong itu kontras dengan aksi protes besar-besaran yang terlihat pada pekan-pekan awal setelah kudeta tahun 2021, yang mereda saat menghadapi tindakan keras berdarah oleh pasukan keamanan.

Min Aung Hlaing mengatakan bahwa sementara demonstrasi jalanan telah berakhir, kekerasan masih ada dai ia menuduh kelompok antijunta telah menghambat rencana pemilu. "Teroris masih meneror, mengganggu, membunuh, dan menghancurkan," kata dia.

Reaksi Amerika

Menanggapi perpanjangan keadaan darurat itu, Amerika Serikat (AS) segera menyuarakan kecaman. "AS sangat menentang keputusan rezim militer Burma untuk memperpanjang keadaan darurat yang berarti memperpanjang aturan militer yang tidak sah dan penderitaan yang ditimbulkannya pada negara itu," kata juru bicara Kementerian Luar Negeri AS, Ned Price, seraya menegaskan bahwa AS bertekad untuk berupaya dengan negara lain untuk menyangkal kredibilitas rezim secara internasional.

Price juga mengecam pelaksanaan pemilu oleh junta yang disebut-sebut akan memperburuk kekerasan dan ketidakstabilan serta tidak akan mewakili rakyat itu.

AS sebelumnya telah mengumumkan sanksi tambahan terhadap Myanmar dengan menyasar individu dan otoritas pemilu, sebagai bagian dari upaya untuk menekan junta lebih lanjut.

Sanksi tambahan juga diambil oleh Kanada, Inggris, dan Australia yang menargetkan anggota junta dan entitas yang didukung junta. AFP/I-1

Topik Menarik