G7 Siapkan Dana Infrastruktur Rp 8.880 T untuk Saingi Pengaruh Cina

G7 Siapkan Dana Infrastruktur Rp 8.880 T untuk Saingi Pengaruh Cina

Global | katadata.co.id | Senin, 27 Juni 2022 - 15:59
share

Para pemimpin negara G7 berjanji untuk mengumpulkan dana swasta dan publik sebesar US$600 miliar atau setara dengan Rp 8.880 triliun (kurs Rp 14.800 per Dolar AS) selama lima tahun. Dana tersebut akan digunakan untuk membiayai infrastruktur yang dibutuhkan di negara-negara berkembang dan melawan Belt and Road Initiative (BRI) atau Jalur Sutra Baru Cina.

Hal itu mengemuka dalam pertemuan tahunan G7 yang diadakan di Jerman, Minggu (27/6) waktu setempat. Presiden Amerika Serikat, Joe Biden, dan para pemimpin G7 lainnya meluncurkan kembali "Kemitraan untuk Infrastruktur dan Investasi Global".

Biden mengatakan, Amerika Serikat (AS) akan memobilisasi US$200 miliar dalam bentuk hibah, dana federal, dan investasi swasta selama lima tahun untuk mendukung proyek-proyek di negara-negara berpenghasilan rendah dan menengah. Proyek tersebut terutama yang membantu mengatasi perubahan iklim serta meningkatkan kesehatan global, kesetaraan gender, dan infrastruktur digital.

"Saya ingin memperjelas. Ini bukan bantuan atau amal. Ini adalah investasi yang akan memberikan keuntungan bagi semua orang," kata Biden seperti dikutip dari Reuters , Senin (27/6).

Biden mengatakan, ratusan miliar dolar tambahan dapat berasal dari bank pembangunan multilateral, lembaga keuangan pembangunan, dana kekayaan negara, dan lainnya.

Presiden Komisi Eropa, Ursula von der Leyen, mengatakan bahwa Eropa akan memobilisasi 300 miliar euro. Dana tersebut akan digunakan untuk membangun alternatif berkelanjutan bagi skema Inisiatif jalur sutera baru Cina, yang diluncurkan Presiden China Xi Jinping pada 2013.

Para pemimpin Italia, Kanada dan Jepang juga berbicara tentang rencana mereka, beberapa di antaranya telah diumumkan secara terpisah. Presiden Prancis Emmanuel Macron dan Perdana Menteri Inggris Boris Johnson tidak hadir, tetapi negara mereka juga berpartisipasi.

KTT para pemimpin G7

Skema investasi China melibatkan pengembangan dan program di lebih dari 100 negara. Proyek tersebut bertujuan untuk menciptakan versi modern dari jalur perdagangan Jalur Sutra kuno dari Asia ke Eropa. Pejabat Gedung Putih mengatakan rencana itu hanya memberikan sedikit manfaat nyata bagi banyak negara berkembang.

Biden menyoroti beberapa proyek unggulan untuk penggunaan dana infrastruktur G7. Proyek itutermasuk pengembangan tenaga surya senilai US$2 miliar di Angola dengan dukungan dari Departemen Perdagangan, Bank Ekspor-Impor AS, perusahaan AS AfricaGlobal Schaffer, dan pengembang proyek AS Sun Africa.

Bersama dengan anggota G7 dan Uni Eropa (UE), AS juga akan memberikan bantuan teknis sebesar US$ 3,3 juta kepada Institut Pasteur de Dakar di Senegal dalam rangka mengembangkan fasilitas manufaktur multi-vaksin fleksibel skala industri di negara itu. Proyek yang melibatkan UE tersebut diharapkan dapat memproduksi vaksin Covid-19 dan vaksin lainnya.

Badan Pembangunan Internasional AS (USAID) juga akan memberikan komitmen hingga $50 juta selama lima tahun ke Dana Insentif Penitipan Anak global Bank Dunia.

Wakil presiden kelompok nirlaba Global Citizen, Friederike Roder, mengatakan bahwa janji investasi bisa menjadi "awal yang baik" menuju keterlibatan yang lebih besar oleh negara-negara G7 di negara-negara berkembang. Dana tersebut juga dapat mendukung pertumbuhan global yang lebih kuat untuk semua.

Negara-negara G7 rata-rata hanya memberikan 0,32% dari pendapatan domestik bruto (PDB) mereka, kurang dari setengah dari 0,7% yang dijanjikan, dalam bantuan pembangunan.

"Tetapi tanpa negara berkembang, tidak akan ada pemulihan ekonomi dunia yang berkelanjutan," kata Roder.

Amerika dan Cina menempati dua teratas negara dengan ekonomi terbesar di dunia.Menurut data Dana Moneter Internasional (IMF), ekonomi Amerika Serikat menurut besaran PDB mencapai US$ 22,9 triliun pada 2021.

Dengan angka tersebut, PDB Amerika Serikat menyumbang 25% dari ekonomi dunia.Amerika Serikatpun memimpin posisi ekonomi tertinggi sejak tahun 1960, bahkan jauh sebelum perang dunia I dan II.

Tiongkok, pesaing Amerika Serikat, menempati posisi kedua dengan perekonomian terbesar di dunia. Hingga 2021,PDB Tiongkok tercatat sebesar US$ 16,9 triliun atau menyumbang 16,9% dari ekonomi dunia.

Meskipun tingkat ekonominya Cina tidak pernah menjadi anggota negara G7. Pasalnya, tingkat kekayaan per orangnya masih relatif rendah sehingga tidak dilihat sebagai negara dengan ekonomi maju seperti anggota G7lainnya.

Topik Menarik