AS Siap Kerahkan Kekuatan Bela Taiwan, China Berang

AS Siap Kerahkan Kekuatan Bela Taiwan, China Berang

Global | republika | Selasa, 24 Mei 2022 - 09:09
share

REPUBLIKA.CO.ID, TOKYO Presiden Amerika Serikat (AS) Joe Biden mengatakan negaranya siap mengerahkan kekuatan untuk membela Taiwan jika China menyerang wilayah tersebut. Pernyataan tersebut dinilai mematahkan ambiguitas sikap Washington perihal apakah ia akan membantu Taiwan bila diserang China.

Dalam konferensi pers bersama Perdana Menteri Jepang Fumio Kishida di Tokyo pada Senin (23/5/2022), Biden ditanya media apakah AS siap membela jika Taiwan diserang. Biden menjawab, Ya.

Biden mengatakan, itu adalah komitmen yang telah dibuat AS. Kami setuju dengan kebijakan Satu China, kami menandatanganinya. Tapi gagasan bahwa Taiwan dapat diambil dengan paksa tidak tepat, ujarnya.

Menurutnya, jika Taiwan diambil paksa, hal itu bakal memicu dislokasi di seluruh kawasan. Dan akan menjadi tindakan lain yang serupa dengan Ukraina, ucap Biden.

Kementerian Luar Negeri (Kemenlu) Taiwan mengapresiasi dan berterima kasih kepada Biden atas penegasan dukungan AS terhadapnya. Sementara Pemerintah China menentang dan mengkritik keras pernyataan Biden.

China menegaskan, ia tak memiliki ruang kompromi atau konsesi yang berkaitan dengan masalah kedaulatan dan integritas teritorial. Tidak seorang pun boleh meremehkan tekad yang kuat, kemauan yang kuat, dan kemampuan yang kuat dari rakyat China untuk mempertahankan kedaulatan nasional serta integritas teritorial. Jangan lawan 1,4 miliar rakyat China, kata Kemenlu China dalam sebuah pernyataan.

Di bawah kebijakan Satu China, AS hanya membuka hubungan diplomatik resmi dengan China. Namun selama ini, Washington juga mempertahankan hubungan tidak resmi yang kuat dengan Taiwan. AS bahkan lebih condong membela Taipei dalam perselisihannya dengan Beijing.

China diketahui mengklaim Taiwan sebagai bagian dari wilayahnya. Namun Taiwan berulang kali menyatakan bahwa ia adalah negara merdeka dengan nama Republik Cina. Taiwan selalu menyebut bahwa Beijing tidak pernah memerintahnya dan tak berhak berbicara atas namanya. Situasi itu membuat hubungan kedua belah pihak dibekap ketegangan dan berpeluang terseret ke dalam konfrontasi.

Topik Menarik