`Kita akan mati`, Sri Lanka Memperingatkan Krisis Pangan Ekstrim

`Kita akan mati`, Sri Lanka Memperingatkan Krisis Pangan Ekstrim

Global | koran-jakarta.com | Senin, 23 Mei 2022 - 10:51
share

Perdana Menteri Sri Lanka memperingatkan ancaman kekurangan pangan di tengah krisis ekonomi yang menimpa negara kepulauan itu dan berjanji pemerintah akan membeli cukup pupuk untuk musim tanam berikutnya guna meningkatkan produktivitas.

Sebelumnya, keputusan Presiden Gotabaya Rajapaksa pada bulan April tahun lalu untuk melarang semua pupuk kimia telah secara drastis mengurangi hasil panen dan meskipun pemerintah telah membatalkan larangan tersebut.

"Meskipun mungkin tidak ada waktu untuk mendapatkan pupuk untuk musim Yala (Mei-Agustus) ini, langkah-langkah sedang diambil untuk memastikan stok yang cukup untuk musim Maha (September-Maret)," kata Perdana Menteri Ranil Wickremesinghe dalam sebuah pesan di Twitter pada hari Kamis (19/5).

"Saya dengan tulus mendesak semua orang untuk menerima gawatnya situasi ini," ujarnya.

Reuters melaporkan Sri Lanka telah menghadapi kekurangan devisa, bahan bakar, dan obat-obatan. Aktivitas ekonomi negara itu juga melambat.

Gubernur bank sentral mengatakan pada hari Kamis (19/5) bahwa valuta asing telah diamankan dari pinjaman Bank Dunia dan pengiriman uang untuk membayar pengiriman bahan bakar dan gas untuk memasak.

Inflasi di Srilanka diperkirakan akan meningkat lebih jauh ke angka 40 persen dalam beberapa bulan ke depan.

Inflasi mencapai 29,8 persen pada bulan April dengan harga makanan naik hingga 46,6 persen dari tahun-ke-tahun.

untuk keluarga berlima.

"Tanpa gas, tanpa minyak tanah, kita tidak bisa berbuat apa-apa. Pilihan terakhir apa? Tanpa makanan kita akan mati. Itu akan terjadi seratus persen," kata Mohammad Shazly, sopir paruh waktu yang mengaku telah mengantre selama tiga hari untuk mendapatkan gas supaya keluarganya bisa memasak makanan.

Krisis ekonomi Sri Lanka hadir ketika pandemi Covid-19 yang menghantam perekonomian negara yang bergantung pada pariwisata tersebut, kenaikan harga minyak hingga pemotongan pajak populis oleh pemerintah Presiden Rajapaksa dan saudaranya, Mahinda, yang mengundurkan diri sebagai perdana menteri pekan lalu.

Faktor lain termasuk harga bahan bakar domestik yang disubsidi secara besar-besaran dan keputusan untuk melarang impor pupuk kimia, yang turut menghancurkan sektor pertanian.

Kekuatan ekonomi G7 mendukung upaya untuk memberikan keringanan utang untuk Sri Lanka. Hal itu disampaikan oleh Kepala keuangan G7 mengatakan pada hari Kamis (19/5) dalam rancangan komunike dari pertemuan di Jerman setelah negara itu gagal membayar utang negaranya.

Nandalal Weerasinghe, kepala bank sentral, mengatakan rencana restrukturisasi utang hampir selesai dan dia akan segera mengajukan proposal ke kabinet.

"Kami dalam pre-emptive default," katanya.

"Posisi kami sangat jelas, sampai ada restrukturisasi utang, kami tidak bisa membayar," tambahnya.

Topik Menarik