Lawatan di AS, Jokowi Harapkan Kerja Sama Konkret dan Pikat Investor

Lawatan di AS, Jokowi Harapkan Kerja Sama Konkret dan Pikat Investor

Global | dw.com | Jum'at, 13 Mei 2022 - 20:23
share

Presiden Joko Widodo bertemu dengan Presiden Amerika Serikat (AS), Joe Biden, dan sejumlah pimpinan negara ASEAN dalam KTT Khusus ASEAN-AS yang digelar pada 12 hingga 13 Mei 2022 di Washington DC, AS. Pertemuan ini menjadi pertemuan pertama sejumlah pimpinan ASEAN dengan Presiden AS sejak 2017.

Saat tiba di Gedung Putih, Jokowi langsung disambut oleh Presiden AS, Joe Biden. Jokowi juga berkesempatan untuk menandatangani buku tamu kenegaraan. Pada tulisannya dalam bahasa Inggris Jokowi menyampaikan "Kami menantikan kemitraan ASEAN-AS yang lebih kuat. Sampai ketemu di Bali untuk KTT G20.

Agenda KTT Khusus ASEAN-AS pada kamis malam waktu setempat adalah jamuan makan malam Joe Biden pada Pimpinan ASEAN. Dalam kesempatan ini, Jokowi berkesempatan untuk menyambut toast dari Joe Biden. Dalam pengantar toastnya Jokowi serukan kemitraan komperhensif antara ASEAN dan AS.

"Kemitraan ini sangat penting di tengah situasi dunia yang dipenuhi ketidakpastian saat ini. Untuk itu, saya mengajak kita semua untuk mengangkat gelas bagi kemitraan ASEAN-AS yang terus berkontribusi bagi penguatan nilai multilateralisme, perdamaian dan stabilitas kawasan, motor penggerak kesejahteraan kawasan," ujar Jokowi.

Guru Besar Hukum Internasional Universitas Indonesia, Hikmahanto Juwana, menilai kerja sama antara ASEAN dan AS dapat menguntungkan Indonesia di tengah rivalitas AS dengan Cina. Salah satunya terkait komitmen AS dalam peningkatan keamanan maritim di Asia Tenggara. "Kalau Indonesia tidak memiliki sengketa dengan Cina, namun banyak nelayan Cina yang melakukan illegal fishing di ZEE kita, nah di sini AS akan membantu Indonesia dalam pemberantasan illegal fishing. ujar Hikmahanto Juwana kepada DW Indonesia.

Pikat investasi ke Indonesia

Dalam kunjungan ke AS, Presiden Jokowi juga bertemu dengan dengan CEO Air Products & Chemicals, Seifi Ghasemi pada Kamis (12/5) waktu setempat. Pertemuan itu menindaklanjuti penandatanganan nota kesepahaman (MoU) investasi di sektor gasifikasi batu bara dan turunannya di Indonesia senilai 15 miliar dolar AS atau setara dengan 219,5 triliun rupiah. Presiden berharap perusahaan pengolahan gas dan kimia asal AS itu dapat segera merealisasi investasi yang saat ini baru dikucurkan sebesar 7 miliar dolar AS atau atau 102,4 triliun rupiah.

Salah satu poin penting dalam pertemuan itu juga pembahasan terkait pengembangan industri petrokimia dari hulu hingga ke hilir. "Karena kami berpendapat dalam diskusi tersebut bahwa hilirisasi harus dibangun dalam rangka bagaimana memenuhi kebutuhan dalam negeri, terutama menyangkut dengan DME, karena kita masih impor, ujar Menteri Investasi, Bahlil Lahadia, yang mendampingi Presiden RI dalam pertemuan itu.

Pada kesempatan lain, Jokowi juga bertemu dengan para pengusaha AS, seperti Google, Chevron, Boeing, Qualcomm, ConocoPhillips, Marriot International, dan lainnya. Di hadapan Pebisnis dan pimpinan ASEAN, Jokowi menekankan potensi kekuatan Indonesia dalam penyediaan bahan baku industri, penyediaan energi hijau, dan ekonomi digital.

Jokowi juga turut memamerkan keseriusan dan capaian Indonesia di bidang ekonomi digital yang memiliki 2.346 start-up. Jokowi juga menyampaikan "kontribusi pebisnis Amerika dalam pengembangan infrastruktur digital, memfasilitasi digital capacity-building, serta mendukung kami masuk global value chain melalui digitalisasi.

Hingga saat ini Pemerintah Indonesia terus mengenjot potensi ekonomi digital yang diproyeksikan tumbuh 20% per tahun mencapai 146 miliar dolar AS pada 2025. Saat ini Indonesia tercatat memiliki 2 decacorn dan 8 unicorn, serta menjadi negara terbanyak kelima di dunia yang memiliki usaha rintisan di sektor digital.

Meski unggul di sektor digital, namun Indonesia harus menghadapi tantangan dengan negara lain di kawasan seperti Vietnam dan Filipina dalam mengaet investor asing. Direktur Eksekutif Institute for Development of Economics and Finance (INDEF), Tauhid Ahmad, menyebut Indonesia menghadapi tantangan untuk mencari investor-investor baru untuk mengejar target investasi 1.200 triliun rupiah.

"Posisi Indonesia masih cukup mampu untuk mengaet investor di tengah perbaikan ekonomi saat ini, tapi sejauh ini market-nya masih yang lama. Tidak ada investor besar yang masuk. Masih pelaku investor dari negara yang sama. Potensinya hanya di situ, jelas Tauhid Ahmad kepada DW Indonesia.

Topik Menarik