PBB: Jumlah Warga Sipil Ukraina yang Tewas Jauh Lebih Banyak dari yang Dipublikasikan

PBB: Jumlah Warga Sipil Ukraina yang Tewas Jauh Lebih Banyak dari yang Dipublikasikan

Global | republika | Rabu, 11 Mei 2022 - 00:15
share

REPUBLIKA.CO.ID, JENEWA -- Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) menyampaikan bahwa jumlah korban jiwa warga sipil di Ukraina akibat serangan Rusia ribuan lebih banyak dari laporan resmi. Konflik telah berlangsung selama lebih dari dua bulan.

Kepala Misi Pengawasan Hak Asasi Manusia PBB di Ukraina, Matilda Bogner, menyampaikan bahwa hingga saat ini, pihaknya telah mengonfirmasi 7.061 korban sipil. Sebanyak 3.381 tewas dan 3.680 lainnya terluka di seluruh negeri sejak awal serangan bersenjata oleh Federasi Rusia.

"Kami terus mengusahakan perkiraan, tetapi yang bisa saya katakan adalah jumlahnya ribuan lebih tinggi dari angka yang saat ini kami berikan kepada Anda," kata Bogner dalam jumpa pers di Jenewa, Selasa (10/5).

Tim PBB di Ukraina yang terdiri dari 55 pemantau mengatakan sebagian besar kematian terjadi akibat penggunaan senjata peledak. Area dampaknya luas seperti tembakan rudal dan serangan udara.

Menurut tim PBB, tingginya jumlah korban sipil dan tingkat kehancuran dan kerusakan objek sipil menunjukkan bahwa Rusia menyerang tanpa pandang bulu dan tidak proporsional. Namun, Rusia menyangkal pihaknya menargetkan warga sipil.

Rusia menyebut invasinya yang diluncurkan pada 24 Februari 2022 sebagai "operasi militer khusus". Tujuannya adalah untuk melucuti senjata Ukraina dan menyingkirkannya dari kubu "nasionalis anti-Rusia". Ukraina dan sekutunya menyebut itu adalah klaim tak berdasar yang digunakan Rusia untuk membenarkan invasi.

Tinjauan tim PBB mencatat kehancuran serta kerusakan ratusan fasilitas pendidikan dan pusat medis di Ukraina. Setidaknya ada 50 tempat ibadah Kristen, Yahudi, dan Islam yang rusak. Setengahnya mengalami kerusakan parah hingga tidak dapat digunakan lagi.

Terbatasnya akses ke fasilitas kesehatan dan perawatan medis telah menyebabkan peningkatan angka kematian. Terutama karena sering kali terlalu berbahaya bagi orang untuk meninggalkan rumah atau tempat penampungan.

"Di desa Yahidne, kami diberitahu tentang 10 orang tua yang meninggal di ruang bawah tanah sekolah setelah menghabiskan berhari-hari atau dalam beberapa kasus bahkan berminggu-minggu tidak dapat pergi," ujar Bogner.

Topik Menarik