AS Tarik Pesawat F-35 yang Jatuh di Laut China Selatan

AS Tarik Pesawat F-35 yang Jatuh di Laut China Selatan

Global | republika | Jum'at, 4 Maret 2022 - 16:31
share

REPUBLIKA.CO.ID, BEIJING -- Angkatan Laut Amerika Serikat (AS) berhasil menarik pesawat tempur F-35C Lightning II yang jatuh di Laut China Selatan (LCS) saat hendak mendarat di sebuah kapal induk pada Januari lalu. Armada ke-7 Angkatan Laut AS mengatakan robot kapal selam menarik pesawat tempur itu.

Pesawat tempur yang dikembangkan beberapa negara tersebut ditarik dari kedalaman 3.780 meter di bawah laut. Keberhasilan penarikan ini menimbulkan kekhawatiran China atau Rusia mungkin telah lebih dahulu dan mendapat akses pada teknologi canggih F-35, baik meniru atau belajar bagaimana mengalahkannya.

Pada Jumat (4/2/2022) Armada ke-7 mengatakan pesawat senilai miliaran dolar AS itu sedang menggelar "operasi penerbangan rutin" dari Kapal Induk USS Carl Vinson saat jatuh pada 24 Januari lalu. Berdasarkan video rekaman yang bocor terlihat pesawat mendarat terlalu rendah. Pesawat kemudian menabrak ujung dek dan kemudian tergelincir dan memutari dek sebelum jatuh ke laut. Pilot berhasil keluar tapi ia dan enam pelaut yang berada di dek kapal induk terluka.

Pesawat yang sudah rusak akan dikirim ke pangkalan terdekat untuk dipelajari. Armada ke-7 Angkatan Laut mengatakan mereka akan mencari tahu penyebab kecelakaan itu dan akan mengirimnya ke pulau utama Amerika Serikat.

Lokasi persisnya kecelakaan terjadi masih dirahasiakan. Kapal induk hanya rusak sedikit dan dapat melanjutkan operasi. Carl Vinson dan kelompok tempurnya kembali ke San Diego pada 14 Februari setelah berlayar selama delapan bulan.

China mengklaim sebagian besar LCS, mereka mendirikan fasilitas militer di tujuh pulau buatan yang didirikan di atas karang dan atol. Beijing juga meningkatkan tekanan militer pada Taiwan yang dikelola demokratis.

Kehadiran Angkatan Laut dan Penjaga Pantai China di LCS mendorong AS dan sekutu-sekutunya meningkatkan latihan militer di kawasan. AS dan sekutu-sekutunya mengatakan pelayaran mereka merupakan operasi navigasi bebas yang sesuai dengan hukum internasional.

Topik Menarik