Sinyal Darurat! Gen Alpha Kelahiran 2010-2024 Rentan Depresi Ekstrem Berujung Maut

Sinyal Darurat! Gen Alpha Kelahiran 2010-2024 Rentan Depresi Ekstrem Berujung Maut

Gaya Hidup | okezone | Rabu, 12 November 2025 - 12:03
share

JAKARTA - Lonjakan kasus bunuh diri yang melibatkan anak-anak dan remaja Gen Alpha dalam beberapa waktu terakhir memicu keprihatinan mendalam dari berbagai pihak.

Dalam kurun waktu sebulan, empat dugaan kasus bunuh diri anak dilaporkan terjadi di wilayah Sumatera Barat dan Jawa Barat. Deretan peristiwa tragis ini menjadi peringatan keras bagi masyarakat untuk lebih peduli terhadap kondisi kesehatan mental generasi muda, khususnya generasi Alpha, anak-anak yang lahir antara tahun 2010 hingga 2024.

Psikolog Center for Public Mental Health (CPMH) Universitas Gadjah Mada (UGM), Nurul Kusuma Hidayati, M.Psi., menilai peningkatan kasus bunuh diri ini sebagai tanda bahaya serius yang menuntut langkah cepat dan kerja sama lintas sektor guna melindungi kesehatan mental anak.

“Ini sudah semacam wake-up call yang harus membuat semua pihak waspada. Sudah saatnya setiap elemen bangsa melihat kesehatan mental anak sebagai hal yang penting untuk diperhatikan. Anak tidak hanya perlu sejahtera secara prestasi, tetapi juga secara mental,” ujarnya dikutip dari laman UGM, Rabu (12/11/2025).

Nurul menjelaskan, generasi Alpha memiliki ciri khas tersendiri yang membuat mereka lebih rentan secara psikologis dibandingkan generasi sebelumnya. Mereka hidup di era digital sejak lahir, terbiasa dengan arus informasi tanpa henti, serta berinteraksi intens di dunia maya. Meskipun akrab dengan teknologi, kondisi ini justru menimbulkan risiko kelelahan emosional (emotional burnout).

 

“Mereka berisiko lebih dini mengalami kelelahan emosional, sementara kemampuan pengelolaan pikirannya belum matang. Kombinasi ini berpotensi membuat anak terjebak dalam tekanan mental yang berat hingga berujung pada tindakan ekstrem,” jelasnya.

Lebih jauh, Nurul menyoroti sejumlah hambatan besar dalam mencegah depresi di kalangan generasi Alpha. Salah satu yang utama ialah rendahnya literasi kesehatan mental di masyarakat. 

Banyak orangtua dan guru belum memahami tanda-tanda awal gangguan psikologis pada anak, sehingga intervensi dini sering kali tidak dilakukan hingga masalah mencapai fase krisis. Selain itu, jarak komunikasi antar generasi juga memperparah situasi.

“Kurangnya dialog yang empatik antara orangtua dan anak membuat proses pertolongan pertama psikologis tidak berjalan dengan baik,” paparnya.

Faktor lain yang memperburuk kondisi ialah minimnya literasi emosi dalam keluarga. Menurut Nurul, pengasuhan kini sering digantikan oleh media digital, menyebabkan anak kehilangan kesempatan belajar langsung mengenai cara mengekspresikan dan mengelola emosi secara sehat.

“Paparan dunia digital yang tidak terkontrol semakin memperparah kondisi ini karena anak-anak seringkali tidak memiliki filter dalam menyerap informasi atau membandingkan diri dengan orang lain di media sosial,” tambahnya.

Topik Menarik