Pendidikan Inklusif untuk Anak Berkebutuhan Khusus Butuh Afirmasi Nyata
Komitmen terhadap pendidikan inklusif bagi anak berkebutuhan khusus kembali ditegaskan dalam Diskusi Publik bertajuk “Pendidikan Anak Berkebutuhan Khusus & Refleksi Sosial Melalui Film Mama Jo”
Kegiatan ini menghadirkan tokoh nasional Siti Nurbaya Bakar, mantan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan RI, sebagai pembicara kunci. Dalam forum yang dihadiri berbagai elemen masyarakat ini, Siti menekankan pentingnya peran negara dalam menjamin akses pendidikan yang adil dan inklusif, terutama bagi anak-anak dengan kebutuhan khusus.
Baca juga: Kisah Baida Rani, Guru Madrasah yang Setia Mengajar di Pedalaman 3T demi Anak Negeri
“Peran afirmasi negara jauh lebih penting dibanding hanya sekadar regulasi,” ujar Siti, melalui siaran pers, Sabtu (19/7/2025) pada diskusi yang digelar Manajemen Perpustakaan Panglima Itam Nasdem.
Menurutnya, negara memiliki tanggung jawab moral dan etis dalam menjamin keadilan sosial bagi seluruh warganya, termasuk kelompok paling rentan seperti anak berkebutuhan khusus (ABK).Dalam paparannya, Siti memaparkan empat langkah penting yang harus dilakukan pemerintah. Pertama, kampanye Publik untuk Mengubah Persepsi Pendidikan inklusif membutuhkan perubahan pola pikir.
Baca juga: Tahun Ajaran Baru 2025, Kemendikdasmen Tegaskan Kurikulum Merdeka dan K13 Tetap Berlaku
“Disabilitas bukan kelemahan, tapi bagian dari keberagaman manusia,” jelas Siti. Ia menyerukan pentingnya edukasi sejak dini di lingkungan sekolah untuk membentuk persepsi yang setara dan inklusif.
Kemudian, pemerintah diminta menyediakan fasilitas umum yang mudah diakses seperti lift, trotoar yang rata, toilet ramah disabilitas, serta informasi dalam format braile, audio, dan bahasa isyarat.
Kemudian, pendidikan inklusif harus menjadi sarana mobilitas sosial, membuka ruang bagi ABK untuk mengembangkan potensi dan mendapatkan kesempatan belajar yang sama.Siti menegaskan pentingnya pelatihan keterampilan dan kuota kerja di perusahaan untuk penyandang disabilitas. “Dunia kerja bukan hanya menerima ABK, tapi juga mengakui potensi mereka,” ujarnya.
Acara diskusi ini juga menayangkan film Mama Jo, karya sutradara Ineu Rahmawati, yang mengangkat kisah inspiratif seorang ibu dalam membesarkan anak dengan cerebral palsy. Film ini menyentuh berbagai aspek penting dalam kehidupan ABK.
Siti Nurbaya menyampaikan apresiasinya terhadap film tersebut dan menyoroti tiga hal Utama, film menunjukkan bahwa cinta seorang ibu adalah kekuatan utama dalam tumbuh kembang ABK. “Menyambut takdir dengan cinta adalah langkah awal dari segalanya,” kata Siti.
Lalu, karakter Jo yang bercita-cita menjadi polisi menunjukkan bahwa keterbatasan fisik bukan penghalang untuk bermimpi besar. Pendidikan harus menciptakan ruang yang menumbuhkan keunikan setiap anak.
"Film ini menjadi cermin sosial bahwa disabilitas bukanlah hambatan untuk hidup bermakna. Empati dan keberterimaan masyarakat menjadi kunci Utama," jelasnya.
Siti menutup pernyataannya dengan pesan mendalam, “Keikhlasan adalah benih. Keberterimaan adalah tanah. Cinta adalah air. Bersama, mereka menumbuhkan kehidupan.”










