Kalau Kamu Selalu Minta Maaf Tapi Enggak Pernah Didengar, Ini Tanda Kamu Harus Pergi!
JAKARTA, iNews.id - Kalau kamu selalu minta maaf tapi enggak pernah didengar, ini tanda kamu harus pergi.Saat kamu terus-menerus minta maaf tapi responsnya tetap dingin, bahkan tak digubris, itu bukan lagi soal memperbaiki hubungan. Itu adalah tanda hubungan tidak seimbang, di mana empati hanya berjalan satu arah.
Dalam hubungan sehat, komunikasi itu dua arah. Tapi kalau kamu selalu disalahkan, diminta untuk introspeksi, tapi lawan bicaramu terus memutus dialog itu bukan salah kamu. Itu tanda kamu sedang dimanipulasi secara emosional.
Kalau Kamu Selalu Minta Maaf Tapi Enggak Pernah Didengar, Ini Tanda Kamu Harus Pergi!
1. Apa yang Sebenarnya Terjadi Saat Kamu Tak Didengar?
Banyak orang menyamakan "meminta maaf" dengan "menyelesaikan masalah." Padahal, tanpa keterbukaan dari kedua pihak, permintaan maaf jadi kosong. Jika kamu sudah berkali-kali minta maaf tapi tidak pernah diberi ruang untuk bicara, bahkan responsnya selalu sinis atau menyakitkan, kamu sedang mengalami emotional invalidation—penolakan terhadap emosi dan eksistensi kamu sebagai individu yang setara.
Invalidasi ini bisa memicu luka psikologis yang dalam. Dalam jurnal Emotion (Linehan et al., 2021), dijelaskan bahwa ketika seseorang terus-menerus mengalami invalidasi emosional, otaknya merespons seperti saat mengalami luka fisik. Korteks prefrontal dan amigdala akan teraktivasi seperti sedang menghadapi ancaman. Artinya, tubuhmu merasa diserang walau kamu “hanya” sedang berbicara.
Penelitian itu juga menemukan bahwa individu yang sering mengalami emotional invalidation akan mengembangkan dua pola ekstrem: jadi terlalu menyenangkan orang lain (people pleaser) atau menjadi tertutup dan menarik diri sepenuhnya. Dua-duanya sama-sama membebani kesehatan mental.
2. Tanda Kamu Harus Berhenti Memaksa Didengar
a. Kamu selalu jadi pihak yang memulai
Kamu yang duluan minta maaf, kamu yang duluan mengajak ngobrol, dan kamu yang terus berusaha menjaga agar tidak terjadi konflik. Tapi satu-satunya yang berusaha ya... cuma kamu.
b. Reaksi mereka pasif-agresif
Alih-alih bicara jujur, mereka lebih sering diam, menyindir, atau memberi “hukuman emosional” seperti mengabaikan pesan, pergi tiba-tiba, atau bersikap dingin.
c. Kamu mulai meragukan diri sendiri
Setelah minta maaf dan diabaikan terus, kamu malah berpikir, “Jangan-jangan emang aku gak pantes didengar.” Itu bukan introspeksi. Itu efek dari invalidasi yang terlalu lama.
3. Efek yang Jarang Disadari Tapi Nyata
Invalidasi emosional berulang bisa membuatmu:
- Merasa selalu dalam posisi bertahan
- Kehilangan kemampuan menyatakan kebutuhan sendiri
- Terbiasa mengorbankan diri demi orang lain
- Merasa “takut salah” bahkan dalam hal-hal kecil
- Mengalami kelelahan emosional kronis (emotional burnout)
- Efeknya bisa berlangsung lama, bahkan setelah hubungan itu selesai. Beberapa orang butuh waktu bertahun-tahun untuk menyadari betapa parah luka yang ditinggalkan oleh hubungan seperti ini.
4. Kalau Gak Pernah Didengar, Kenapa Masih Bertahan?
Salah satu jawabannya: takut dianggap menyerah. Banyak orang yang sudah berinvestasi emosi dan waktu merasa bahwa pergi berarti kalah. Padahal, pergi bukan bentuk kekalahan—itu keputusan untuk menyelamatkan diri sendiri.
Menarik diri dari hubungan yang penuh invalidasi adalah bentuk perawatan diri. Kamu tidak egois saat memutuskan berhenti memperjuangkan seseorang yang tidak mau membuka ruang untuk bicara.
5. Ini Tanda Nyata Kamu Harus Pergi
- Kamu minta maaf, tapi tetap dianggap musuh
- Setiap obrolan diubah jadi kesalahanmu
- Tidak ada empati, hanya penghakiman
- Setelah minta maaf, kamu justru merasa lebih buruk
- Kamu harus “menenangkan” orang yang menyakitimu
- Kalau kelima tanda itu ada di hubunganmu, itu bukan hubungan yang sehat. Itu dinamika kuasa yang dibungkus cinta.
6. Langkah-Langkah Mundur yang Elegan
- Tetapkan batas emosional. Misal: “Saya tidak akan lagi membahas ini kalau tidak ada komunikasi dua arah.”
- Jangan minta maaf untuk pergi. Itu hakmu, bukan kesalahan.
- Fokus membangun kembali dirimu. Jangan langsung cari pengganti, cari ketenangan dulu.
- Pertimbangkan konseling. Profesional bisa bantu kamu memetakan luka dan membangunnya kembali jadi kekuatan.
Kalau kamu selalu minta maaf tapi enggak pernah didengar, ini tanda kamu harus pergi. Kamu tidak harus selalu membenarkan posisi orang lain dengan merendahkan dirimu sendiri. Jika minta maaf tidak membuatmu lebih dekat, tapi justru membuatmu makin kecil, kamu harus berani memilih keluar. Kadang, diam dan pergi adalah bentuk pembelaan terbaik. Bukan karena kamu lemah, tapi karena kamu tahu kamu berharga.








