Ketum Muhammadiyah Prof Haedar Nashir Terpilih Menjadi Tokoh Perbukuan Islam 2025

Ketum Muhammadiyah Prof Haedar Nashir Terpilih Menjadi Tokoh Perbukuan Islam 2025

Gaya Hidup | sindonews | Sabtu, 21 Juni 2025 - 13:37
share

Ketua Umum Pimpinan Pusat Muhammadiyah, Prof. Dr. Haedar Nashir, Msi, terpilih menjadi Tokoh Perbukuan Islam 2025 dalam ajang Islamic Book Fair 2025 yang digekar di Jakarta.

Prof. Haedar Nashir dinilai sangat aktif berkontribusi pada kegiatan penulisan buku Islam dalam beragam bidang keilmuwan.

"Kiprahnya selama ini dianggap menambah luas khasanah ilmu pengetahuan yang bermanfaat bagi peradaban umat, bangsa dan negara,” ujar Ketua IKAPI DKI Jakarta, Hikmat Kurnia, yang langsung memberikan penghargaan Tokoh Perbukuan Islam 2025, Rabu kemarin di di Jakarta Convention Center, Senayan Jakarta.

Hikmat menyebut penghargaan ini merupakan wujud apresiasi IKAPI DKI kepada parah tokoh bangsa yang terbukti aktif berkontribusi menggiatkan kegiatan literasi.

Tokoh Perbukuan merupakan figur penting dalam pengembangan khasanah ilmu pengetahuan di Indonesia. Melalui karya-karya yang dihasilkan oleh Tokoh Perbukuan, proses mencerdaskan kehidupan bangsa menjadi memiliki makna.“Karena itu sudah sewajarnya bila dalam ajang bergengsi ini IKAPI DKI memberikan penghargaan kepada tokoh yang terbukti mendedikasikan ilmu, tenaga dan pikirannya melalui karya yang fenomenal,” kata Hikmat kepada media.

“Penghargaan ini juga diharapkan mampu mendorong semangat generasi muda untuk ikut berkarya,” ujar Hikmat.

Diterimanya penghargaan Tokoh Perbukuan Islam 2025 oleh Haedar ini sekaligus jadi bukti dedikasi untuk 23 tahun IBF yang gigih menawarkan literasi Islam di Indonesia. Tentu juga kebanggaan bagi Muhammadiyah dan bagi dirinya.

Baca juga:Ibadah Kurban Momentum Membebaskan Diri dari Pesona Duniawi

Mengembangkan Literasi

Prof Haedar seusai menerima penghargaan tersebut menjelaskan, mengembangkan literasi khususnya di Indonesia memiliki tantangan tersendiri. Sebab aktivitas menulis dan mempublikasikan buku merupakan jalan sunyi-sepi.

Menulis dan mempublikasi buku merupakan jalan sunyi dan sepi lantaran tidak banyak orang yang berada di zona itu. Jika dibandingkan, orang lebih banyak ke pusat perbelanjaan untuk fashion maupun kuliner, ketimbang ke toko buku.Menurutnya, tak banyak orang yang datang ke sebuah kawasan atau sebuah kota, kemudian di sana dia mencari toko buku, perpustakaan, maupun museum sebagai tempat pembelajaran dan literasi. Fakta ini menjadi salah satu bukti rendahnya tingkat literasi di Indonesia.

Merujuk data yang dirilis oleh UNESCO, Haedar menyebut bahwa dari 1.000 orang Indonesia hanya 1 saja yang senang membaca buku. Tentu ini menjadi kenyataan yang miris, di saat kemudahan akses telah terpampang di hadapan semua.

“Maka penghargaan kita ini termasuk untuk para penulis. Merupakan cara kita untuk menjaga detak jantung kita agar tetap bisa merawat kesadaran literasi kita,” katanya seperti dilansir muhammadiyah.or id.

Haedar menjelaskan literasi tak sebatas membaca dan menulis, sebab menurutnya literasi juga memiliki kaitan dengan semangat dalam memburu informasi supaya hidup cerdas, beradab, dan berbudaya.

Baca juga:Profesi Penulis Dinilai Tetap Eksis di Tengah Gempuran Kecerdasan Buatan

Topik Menarik