Kemenag dan BWI Rumuskan Kerangka Regulasi Nasional Wakaf

Kemenag dan BWI Rumuskan Kerangka Regulasi Nasional Wakaf

Gaya Hidup | sindonews | Sabtu, 14 Juni 2025 - 14:08
share

Kementerian Agama (Kemenag) bersama Badan Wakaf Indonesia (BWI) merumuskan kerangka regulasi nasional untuk memperkuat tata kelolawakaf. Upaya ini bertujuan menciptakan regulasi yang adaptif dan responsif terhadap kebutuhan di lapangan.

Hal itu dibahas dalam rapat bertema “Arah Kebijakan Nasional dalam Penyempurnaan Regulasi Perwakafan” yang digelar di Bekasi, Jumat (13/6/2025).

Ketua Devisi Hukum dan Penanganan Aset BWI Dendy Zuhairil Finsa mengungkapkan pentingnya regulasi yang kuat agar seluruh proses sertifikasi dan pengelolaan tanah wakaf memiliki dasar hukum yang seragam di seluruh wilayah.

Baca juga: BWI Kembangkan Wakaf Calon Pengantin, Apa Itu?

“Setiap kementerian dan lembaga sudah menjalankan tugasnya dengan sangat baik sesuai kewenangan dan regulasi masing-masing. Karena itu, yang kita butuhkan sekarang adalah satu kerangka regulasi nasional yang mampu menjembatani dan menyinergikan pelaksanaan aturan di pusat dan daerah,” ujar Dendy.Menurut dia, perbedaan penafsiran regulasi antarinstansi menjadi kendala dalam proses sertifikasi wakaf. Hal ini tidak hanya menyulitkan masyarakat, tetapi juga menghambat peran wakaf sebagai instrumen pembangunan umat.

Penyusunan kerangka regulasi nasional perlu menyatukan berbagai aturan yang selama ini tersebar dalam bentuk undang-undang, peraturan pemerintah, maupun kebijakan teknis kementerian dan lembaga.

“Kita harus duduk bersama. Kemenag, ATR/BPN, BPN daerah, Kementerian Perumahan dan Kawasan Permukiman (KemenPKP), bahkan Badan Usaha Jalan Tol (BUJT). Karena seringkali tanah wakaf terdampak proyek nasional. Butuh kesepahaman dasar agar tidak ada lagi tarik-menarik dalam proses legalisasi,” ungkapnya.

Dendy juga menekankan pentingnya penguatan kapasitas nazir serta peningkatan pemahaman masyarakat tentang urgensi sertifikasi wakaf. Dia mengingatkan tanah wakaf yang belum tersertifikasi rentan menjadi sengketa atau dialihfungsikan dengan cara yang tidak sesuai syariat.

Dia mengapresiasi langkah Kemenag melalui Direktorat Pemberdayaan Zakat dan Wakaf yang telah memfasilitasi penyusunan regulasi teknis dan membuka ruang dialog lintas kementerian/lembaga.“Regulasi tidak boleh lahir di ruang kosong. Dia harus lahir dari kebutuhan nyata di lapangan. Di sinilah peran Kemenag dan BWI untuk menyusun kerangka hukum yang hidup dan menjawab tantangan zaman,” katanya.

Kasubdit Pengawasan dan Pengamanan Harta Benda Wakaf Jaja Jarkasih mengatakan, langkah konkret yang sedang ditempuh adalah memperjelas batas kewenangan dan prosedur antarinstansi, terutama terkait tanah wakaf yang terdampak Proyek Strategis Nasional (PSN).

“Kami terus mendorong harmonisasi regulasi, termasuk sinkronisasi antara Peraturan Pemerintah, Peraturan Menteri Keuangan, dan Keputusan Menteri Agama. Semua harus saling menguatkan, bukan berjalan sendiri-sendiri,” ujar Jaja.

Berbagai tantangan di lapangan muncul bukan karena kurangnya niat baik melainkan karena belum adanya kepastian teknis. “Misalnya soal tanah pengganti PSN, kapan bisa AJB (Akta Jual Beli), kapan bisa LMAN (Lembaga Manajemen Aset Negara). Ini semua harus kita perjelas dalam regulasi,” ucapnya.

Selain penguatan regulasi, pendekatan sosial kepada masyarakat juga diperlukan agar proses sertifikasi wakaf dapat diterima secara hukum, budaya, dan spiritual.

“Kita tidak cukup bicara hukum, tapi juga kepercayaan publik. Ketika masyarakat yakin bahwa pemerintah melindungi aset wakaf, maka mereka akan lebih terbuka untuk bersertifikasi,” katanya.

Topik Menarik