Sebabkan 300 Ribu Kematian Per Tahun, Ini 5 Cara Efektif Berhenti Merokok yang Bisa Kamu Coba

Sebabkan 300 Ribu Kematian Per Tahun, Ini 5 Cara Efektif Berhenti Merokok yang Bisa Kamu Coba

Gaya Hidup | okezone | Rabu, 23 April 2025 - 11:41
share

JAKARTA - Merokok masih menjadi salah satu penyebab utama berbagai penyakit kronis seperti kanker paru-paru, jantung koroner, hingga stroke. Meskipun sudah banyak perokok yang menyadari dampak negatifnya, berhenti merokok tetap menjadi tantangan besar.

Prevalensi perokok Indonesia masih terus menunjukkan angka kenaikan. Data World Health Organization (WHO) menyebut Indonesia sebagai negara dengan konsumsi rokok tertinggi kedua dengan kematian akibat merokok diperkirakan berkisar 300.000 jiwa per tahun. 

Adapun angka proyeksi prevalensi perokok akan meningkat dari 31,7 persen pada tahun 2000 menjadi 37,5 persen pada 2025.

Kecanduan nikotin dan keterikatan psikologis membuat proses berhenti sering kali berujung pada kegagalan. Namun, dengan strategi yang tepat, berhenti merokok bukan hal yang mustahil. 

Berikut adalah lima cara efektif untuk berhenti merokok, dikutip dari berbagai sumber, Rabu (23/4/2025).

1. Meneguhkan Komitmen dan Tujuan

Semua proses perubahan besar dimulai dari dalam diri. Berhenti merokok pun demikian. Langkah pertama yang paling krusial adalah membangun komitmen pribadi dan memiliki alasan yang kuat untuk berhenti.

Tanyakan pada diri sendiri: “Mengapa saya ingin berhenti?” uliskan alasannya, seperti ingin hidup lebih lama, menghemat uang, melindungi keluarga dari asap rokok, atau meningkatkan kebugaran.

Tetapkan tanggal berhenti dan bersiaplah secara mental.
Komitmen ini menjadi dasar dalam menghadapi gejala putus nikotin, tekanan sosial, dan momen-momen tergoda untuk kembali merokok.

2. Hindari Pemicu dan Mengubah Kebiasaan

Banyak perokok merokok secara otomatis dalam situasi tertentu, misalnya saat minum kopi, setelah makan, atau ketika sedang stres. Maka penting untuk mengidentifikasi pemicu dan menggantinya dengan kebiasaan baru yang sehat.

Kegiatan yang sehat itu seperti minum air putih saat keinginan merokok muncul, mengunyah permen karet atau camilan sehat, olahraga ringan untuk melepas stres, menghindari tempat-tempat atau lingkungan yang penuh asap rokok.

Mengubah rutinitas sehari-hari membantu otak melepaskan asosiasi antara aktivitas tertentu dengan keinginan merokok.

 

3. Mencari Dukungan Sosial dan Profesional

Berhenti merokok tidak harus dilakukan sendirian. Banyak penelitian menunjukkan bahwa dukungan sosial dari keluarga, teman, atau komunitas memiliki pengaruh besar terhadap keberhasilan berhenti merokok.

Beberapa aktivitas yang bisa dilakukan adalah menceritakan niat berhenti kepada orang-orang terdekat, bergabung dengan grup dukungan berhenti merokok baik offline maupun online, dan konsultasi dengan tenaga medis atau konselor perilaku untuk mendapatkan panduan profesional.

Tenaga medis juga dapat membantu meresepkan terapi yang sesuai, seperti terapi pengganti nikotin atau obat-obatan non-nikotin.

4. Gunakan Terapi Nikotin

Gejala putus nikotin (craving, cemas, sulit konsentrasi) sering kali membuat perokok kembali ke kebiasaan lama. Untuk membantu transisi, ada terapi medis yang terbukti efektif, antara lain:

- Terapi Pengganti Nikotin (NRT): permen karet, plester, semprotan mulut/hidung, atau lozenges yang mengandung nikotin dalam dosis kecil.
- Obat bebas nikotin seperti Bupropion dan Varenicline yang bekerja memengaruhi zat kimia di otak untuk mengurangi keinginan merokok dan gejala penarikan.

Konsultasi dengan dokter akan membantu menentukan metode yang paling tepat dan aman sesuai kondisi individu

 

5. Menerapkan Metode Pengurangan Risiko

Metode pengurangan risiko (harm reduction) adalah pendekatan realistis dan bertahap bagi perokok berat yang belum mampu berhenti sepenuhnya. Pendekatan ini mengakui bahwa meski berhenti total adalah tujuan ideal, mengganti rokok konvensional dengan produk yang memiliki risiko lebih rendah bisa menjadi langkah awal yang lebih memungkinkan.

Contoh produk pengurangan risiko meliputi:
- Rokok elektrik: Tidak melalui proses pembakaran, sehingga menghasilkan lebih sedikit zat kimia berbahaya.
- Produk tembakau yang dipanaskan (heat-not-burn): Menghangatkan tembakau tanpa membakarnya, mengurangi paparan zat beracun.
- Nikotin pouch: Produk bebas tembakau yang diserap melalui rongga mulut.

Cochrane Library, salah satu basis data medis terbesar di dunia, mempublikasikan bukti ilmiah yang mengungkapkan produk tembakau alternatif seperti rokok elektronik adalah salah satu metode paling efektif untuk beralih dari kebiasaan merokok.  

Temuan yang diterbitkan pada 29 Januari 2025 ini didasarkan pada 90 studi ilmiah yang dilakukan antara tahun 2021 hingga Februari 2024 dan melibatkan lebih dari 29.044 perokok dewasa. Sebagian besar penelitian dilakukan di Amerika Serikat, Inggris, dan Italia.

Studi-studi tersebut membandingkan vape dengan metode berhenti merokok lainnya, seperti terapi penggantian nikotin atau varenicline, obat yang digunakan untuk membantu orang berhenti merokok.

Peneliti juga mencatat bahwa setiap 100 orang yang menggunakan vape untuk berhenti merokok, 8 hingga 10 orang berhasil berhenti merokok. Angka tersebut lebih tinggi daripada orang yang beralih ke terapi pengganti nikotin atau dukungan perilaku. 

Terkait hal ini, Wiratna Eko Indra Putra, Sekretaris Aliansi Vaper Indonesia (AVI), menjelaskan pentingnya edukasi dan sosialisasi tentang manfaat produk tembakau alternatif sebagai alat bantu untuk beralih dari kebiasaan merokok. 

Oleh karena itu, kesalahan informasi yang menyamakan risiko produk tersebut dengan rokok yang dibakar perlu diluruskan melalui kajian ilmiah dengan menggandeng seluruh pemangku kepentingan.

Wiratna menjelaskan informasi sesat tentang produk tembakau alternatif memicu ketidakpercayaan di kalangan perokok dewasa. Dampaknya, perokok kesulitan mengakses alternatif lebih rendah risiko sebagai alat bantu berhenti merokok.

"Padahal, beberapa studi menunjukkan bahwa meskipun rokok elektronik tidak sepenuhnya bebas risiko, secara umum  risikonya jauh lebih rendah dibandingkan dengan rokok, sehingga keterlambatan beralih ke produk ini justru menghambat potensi pengurangan dampak kesehatan," jelas Wiratna.

Topik Menarik