Uniknya Dua Makna Kata "Paus"
JAKARTA, NETRALNEWS.COM- Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) V, kata paus adalah sebuah homonim. Homonim merupakan kata yang sama lafal dan ejaannya, tetapi berbeda maknanya karena berasal dari sumber yang berlainan.
Paus bermakna lebih dari satu. Paus dapat berarti 1) mamalia laut besar, bernafas dengan paru-paru, berekor datar, siripnya berada di punggung, lubang hidungnya ada di atas kepala, makanannya plankton, dan hidup di laut dingin (Balaenoptera) dan 2) pemimpin tertinggi agama Katolik (berkedudukan di Vatikan).
Mari kita ulik arti pertama kata paus. Tesaurus Bahasa Indonesia anggitan Kemdikbud mencatat, mamalia laut besar ini disebut juga ikan gajah mina dan ikan lodan.
Gajah mina arti harfiahnya gajah ikan. Kemungkinan istilah ini digunakan penutur yang pernah melihat gajah di Indonesia Barat.
Sementara itu, Wikipedia Indonesia mendefinisikan paus atau lodan (khusus yang bergigi dan bukan berukuran kecil) sebagai kelompok mamalia yang hidup di lautan. Sebutan paus diberikan pada anggota ordo Cetacea yang berukuran besar.
3 Potret Lawas Fuji Saat Masih Sekolah
Para ahli menduga, paus dulunya adalah mamalia darat Pakicetus. Hewan mirip serigala ini hidup di tepian sungai di Pakistan dan India. Makanannya ikan laut. Pakicetus mampu mendengar di bawah air. Sekitar 50 juta tahun lalu, kerabat Pakicetus mulai berevolusi menjadi mamalia laut.
KBBI V versi daring dengan cermat menandaskan bahwa ikan paus adalah bentuk tidak baku. Pasalnya, paus adalah mamalia laut, bukan ikan. Hewan ini bernafas menggunakan paru-paru.
Mengikuti logika KBBI, penyebutan paus dalam Tesaurus sebagai ikan gajah mina dan ikan lodan adalah salah kaprah. Sebut saja gajah mina dan lodan. Lodan adalah kata yang diserap dari bahasa Jawa. Akan tetapi, kata lodan ini kalah pamor dengan kata paus.
Paus dengan P kapital adalah pemimpin tertinggi agama Katolik. Demikian definisi yang tersua dalam KBBI V. Definisi ini perlu diperbaiki karena Paus adalah pemimpin tertinggi Gereja Katolik Romawi saja. Sementara itu, Gereja Katolik Ortodoks dipimpin oleh Patriark atau Batrik.
Kamus Dewan yang digunakan di Malaysia sudah tepat menakrifkan arti Paus sebagai biskop di Rom yang mengetuai gereja Roman Katolik.
Kata Paus tidak diserap langsung dari kata bahasa Latin, papa. Kata papa ini berasal dari kata bahasa Yunani pppas (bapak).
Dari kata Latin papa, muncul kata papa dalam rumpun bahasa Roman (Spanyol, Italia, Portugis); pape (Prancis), pope (Inggris), papst (Jerman).
Dalam bahasa Belanda, pimpinan tertinggi Gereja Katolik Romawi disebut Paus. Nah, dari bahasa Belanda ini lah, bahasa Indonesia menyerap kata Paus. Ini terkait erat dengan dominasi bahasa Belanda setelah kedatangan Vereenigde Oostindische Compagnie (VOC).
Sejatinya, kekatolikan pertama kali diwartakan orang Portugis pada abad ke-15 di Maluku. Kekatolikan lantas menyebar ke antero Indonesia (Timur). Selama VOC yang dipenggawai orang Belanda beragama Kristen Protestan berkuasa di Nusantara pada 1619-1799, Gereja Katolik mengalami persekusi. Gereja Katolik tetap hidup di sejumlah daerah yang tidak termasuk wilayah VOC, yaitu Flores dan Timor.
VOC mengusir imam-imam Katolik berkebangsaan Portugis. Organisasi dagang ini lantas mendatangkan para pendeta Kristen Protestan dari Negeri Kincir Angin.
Bahasa Portugis tak lagi mendominasi sebagai bahasa dagang, politik, dan agama. Ia digusur oleh Bahasa Belanda yang berjaya hingga abad ke-19 di Nusantara. Kiranya karena faktor ini, banyak kata-kata bahasa Belanda, termasuk Paus, diserap bahasa Indonesia.
Dalam Kamus Dewan yang digunakan di Malaysia, paus juga homonim yang serupa dengan paus pada bahasa Indonesia. Arti pertama paus adalah sejenis mamalia laut yang besar. Arti kedua paus adalah pimpinan tertinggi Gereja Katolik Romawi.
Mengapa kata lodan yang diserap dari bahasa Jawa kalah popular tinimbang paus? Patut diduga, ini terkait erat dengan tradisi berburu paus, yang lestari di Indonesia Timur.
Bukan nelayan Jawa yang memiliki tradisi berburu paus. Adalah nelayan Lamalera, Pulau Lembata, Nusa Tenggara Timur yang secara tradisional memburu paus. Konon, tradisi ini telah dimulai sejak 1.500 tahun silam.
Tiap 2 Mei-30 September tiap tahun, paus bermigrasi dari Australia ke utara melintasi perairan Lembata.
Sebelum berburu, para pemburu paus (lemafa dalam bahasa Lamaholot) ini melakukan upacara adat Tobo Nama Fata dan juga mengikuti Misa Leva (ibadat Katolik) pada 1 Mei.
Di lautan Lembata, nelayan Katolik Romawi yang taat pada Paus berburu paus. Untungnya, nelayan Lembata tidak menyebut si mamalia raksasa itu sebagai paus. Alih-alih, mereka menyebutnya kotaklma karena bentuk kepala paus Physeter macrocephalus yang seperti kotak.
KBBI V telah memasukkan kata kotaklma. Paus sperma adalah sinonim kotaklma.
Sejatinya, nelayan Lamalera diselamatkan oleh bahasa Lamaholot dan bahasa Indonesia dari risiko polisemi dalam sebutan pemburu (dan pembunuh) paus.
Alih-alih menyebut nelayan Lamalera sebagai pemburu paus, kita dapat menyebut mereka sebagai pemburu kotaklma.
Seminggu sebelum berburu, nelayan tidak boleh bicara kasar. Saat berperahu peledang untuk memburu paus, sesama penumpang tidak boleh memanggil nama diri. Harus memanggil penumpang lain dengan sebutan bapa. Juga pada anak kecil yang ikut berburu paus. Jika pantangan dilanggar, bisa celaka.
Apakah sebuah kebetulan bahwa para pemburu paus ini hanya boleh memanggil orang lain dengan sebutan bapa saat memburu bapa penguasa lautan? Pertanyaan menarik, bukan?
* Penulis adalahDosen Fak. Teologi Universitas Sanata Dharma Yogyakarta










