SBY Bicara soal Mitos-Mitos yang Membelenggu Orang Indonesia, Apa Saja?
JAKARTA, iNews.id - Presiden keenam RI Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) membicarakan soal mitos-mitos yang telah membelenggu manusia Indonesia. Hal ini diungkapkan dalam pidatonya pada acara bertajuk \'Merajuk Persatuan: Pesan Dalam 78 Tahun Kemerdekaan\' yang digelar, Kamis (24/8/2023) malam.
SBY mengatakan, sejumlah mitos tersebut termuat pada tiga buku terkenal yang pernah dia baca. Ketiga buku ini di antaranya; berjudul \'Manusia Indonesia\' karya Muchtar Lubis, \'Mitos Pribumi Malas\' karya Syed Hussein Alatas dan \'Asian Drama\' karya Gunnar Karl Myrdal.
Dari tiga pemikiran besar tiga buku itu, paling tidak tiga mitos yang selama ini membelenggu seolah-olah mematok, sehingga kehilangan untuk bergerak jadi bangsa maju, ujar SBY di Taman Ismail Marzuki, Jakarta, Kamis (24/8/2023).
SBY pun menjabarkan satu per satu mitos yang ada dalam buku-buku tersebut. Pertama, dalam buku \'Manusia Indonesia\' karya Muchtar Lubis tertuang di dalamnya memiliki ciri-ciri munafik, tidak bertanggung jawab, berjiwa feodal, berwatak lemah, percaya takhayul dan berjiwa seni.
Belum Beruntung: Lagu Batas Senja Rangkum Luka Cinta Anak Muda, Download Gratis hanya di TREBEL!
SBY menilai enam ciri manusia Indonesia oleh Muchtar Lubis itu dari lima konotasinya negatif, sedangkan hanya satu yang positif yakni artistik.
Kalau ada yang keberatan rumusan beliau, paling tidak ini 46 tahun lalu. Republik sudah terjadi pergeseran dan transformasi, katanya.
Kemudian SBY juga mengutip buku \'Mitos Pribumi Malas\' karya Syed Hussein Alatas. Buku itu, berisikan ada mitos di Asia Tenggara sebagai pribadi yang malas, terbelakang dan intelektualitas rendah. Lalu dalam buku berjudul \'Asian Drama\' yang memotret watak, karakter, kultur manusia di Asia yang sulit untuk maju.
Tak hanya bersumber dari tiga buku tersebut, SBY menyebut ada dua mitos lagi yang membayangi Indonesia. Salah satunya, soal mitos bila negara ingin sejahtera, harus berfokus pada pembangunan ekonomi dan melupakan demokrasi. Kemudian, terdapat mitos lainnya yang menyatakan negara harus mengurangi kebebasan bila keamanan ingin stabil.
Seolah kita harus milih stabilitas dan keamanan yang baik atau kebebasan yang rusak keamanan. Ini mitos yang berlangsung di masyarakat berpuluh-puluh tahun seolah kita tak bisa memilih keduanya, ucapnya.