Kisah Ki Ageng Wonokusumo, Sosok Pengumandang Azan di Zaman Majapahit
GUNUNGKIDUL Agama Islam berkembang di masa-masa senja Kerajaan Majapahit , yang kemudian berkontribusi pada perkembangan Mataram Islam di Pulau Jawa. Kala itu, azan telah dikumandangkan di Gunungkidul, yang merupakan wilayah Majapahit, oleh Ki Ageng Wonokusumo.
Sosok Ki Ageng Wonokusumo adalah putra dari Ki Ageng Giring III dan tidak bisa dilepaskan dari Sunan Pandanaran di Bayat Klaten.
Ki Ageng Wonokusumo tinggal di Desa Gedangrejo Karangmojo, timur laut wilayah Giring. Namun, kala itu, kumandang azan yang dilakukan tidak pernah terdengar baik dari wilayah Giring, Sodo Paliyan, maupun dari Bayat Klaten.
Wonokusumo kemudian mencari mencari tempat yang tinggi di Bukit Wonotoro dan mulai mengumandangkan azan dari sana. Peran Wonokusumo itu seperti yang dilakukan Bilal bin Rabah pada zaman Rasulullah SAW.
Azan yang dikumandangkan Ki Ageng Wonokusumo terdengar sampai Giring hingga ke tempat Sunan Pandanarang di Bayat. Wonokusumo, ayahnya, dan Sunan Pandanaran konon berhubungan jarak jauh dengan kebatinan dari puncak Bukit Wonotoro.
Sampai saat ini petilasan Ki Ageng Wonokusumo dapat ditemui di Dusun Wonotoro, Desa Jatiayu Karangmojo.
Menurut juru kunci Makam Ki Ageng Wonokusumo, Daryanto kisah Ki Ageng Wonokusumo didapatkannya dari leluhur secara turun - temurun. Daryanto mengatakan bahwa Ki Ageng Wonokusumo merupakan salah satu tokoh Islam yang disegani dan ditakuti, bahkan, dianggap musuh besar oleh penjajah Belanda.
Para pengikut dan sahabat Ki Ageng Wonokusumo selalu berhasil mengelabui pasukan kompeni, hingga suatu saat sang muazin terdesak oleh tentara Belanda. Para pengikut dan sahabat mengatakan bahwa Ki Ageng Wonokusumo telah meninggal dunia.
Lokasi makam Ki Ageng Wonokusumo berada di lokasi yang tinggi, di sekitarnya juga digunakan pemakaman umum. Namun, warga sekitar tidak berani memakamkan warga berada lebih tinggi dari makam Wonokusumo.








