10 Jenis Hukum dalam Islam Lengkap dengan Pengertian dan Contohnya

10 Jenis Hukum dalam Islam Lengkap dengan Pengertian dan Contohnya

Gaya Hidup | BuddyKu | Rabu, 2 Agustus 2023 - 10:47
share

KETAHUI 10 jenis hukum dalam Islam lengkap dengan pengertian dan contohnya . Hukum Islam adalah hukum yang berasal dari agama Islam, yaitu hukum yang diturunkan Allah Subhanahu wa Ta\'ala untuk kemaslahatan umat manusia di dunia.

Demikian pengertian hukum Islam yang dijelaskan Dr H Muhammad Ichsan Lc MA dalam buku "Pengantar Hukum Islam", seperti dikutip dari umy.ac.id .

Hukum Islam secara umum terbagi menjadi dua, yakni hukum taklifi dan hukum wadh\'i. Berikut ini pengertian dan contohnya, sebagaimana telah Okezone himpun:

Info grafis keistimewaan membaca Alquran. (Foto: Okezone)

Hukum Taklifi

Dikutip dari nu.or.id , Ustadz Muhammad Ibnu Sahroji menerangkan bahwa hukum taklifi ialah khithab Allah Subhanahu wa Ta\'ala yang berisi pembebanan atau penyematan status hukum pada sebuah perbuatan manusia. Ada 5 jenis hukum taklifi, yaitu:

1. Wajib

Wajib adalah perbuatan yang jika dilakukan akan diberi pahala, dan jika ditinggalkan bakal mendapatan siksa. Hukum wajib diberlakukan jika terdapat perintah syariat yang mutlak, seperti perintah sholat lima waktu sebagaimana dalam Alquran Surat Al Baqarah Ayat 43:

"Dirikanlah sholat, dan tunaikanlah zakat, dan sholat (rukuk)-lah bersama orang-orang yang sholat."

Perintah mendirikan sholat tersebut mutlak adanya. Tidak ada teks lain yang membatalkan kemutlakannya sehingga dari perintah ini menimbulkan hukum wajib.

2. Sunnah

Sunnah ialah perbuatan yang apabila dilakukan mendapatkan pahala, namun jika tidak dilakukan tidak mendapatkan siksa. Hukum sunnah timbul dari sebuah perintah yang sifatnya tidak mutlak.

Contohnya, bisa disaksikan penggambarannya dalam pensyariatan sholat tarawih. Suatu malam Nabi Muhammad Shallallahu alaihi wassallam pergi ke masjid dan melaksanakan sholat tarawih, begitupun pada malam berikutnya.

Namun pada malam ketiga, meski sudah ditunggu para sahabat, Nabi Muhammad Shallallahu alaihi wassallam tidak pergi ke masjid.

Teladan Nabi Muhammad Shallallahu alaihi wassallam pada malam pertama dan kedua merupakan perintah, namun perintah tersebut batal kemutlakannya di malam ketiga.

Perintah yang tidak mutlak semacam inilah yang membuahkan hukum sunnah.

3. Mubah

Mubah adalah status untuk perbuatan yang dilakukan atau tidak, tidak berkaitan dengan pahala dan siksa. Hukum mubah timbul di antaranya dari pernyataan syariat yang mengisyaratkan kebebasan bagi manusia, seperti dijelaskan dalam Surat Al Baqarah Ayat 57:

"Makanlah kalian semua dari hal-hal yang baik yang telah Kami berikan rezeki pada kalian."

Kata "makanlah" tersebut bukanlah perintah, tetapi pernyataan bahwa manusia bebas memakan apa pun yang baik bagi diri mereka.

Jika dilihat dari sudut pandang lain, sebenarnya hukum mubah ini bukanlah bagian dari hukum taklifi, karena sifatnya bukanlah menuntut hanya membebaskan.

Meski demikian, mubah ini bisa berpotensi berubah status hukumnya jika ada unsur lain, seperti jika tidak makan bisa menimbulkan kematian, maka makan menjadi wajib.

Apabila makan diniati untuk mendapatkan kekuatan beribadah, maka menjadi sunnah. Jika makan berlebihan, maka menjadi makruh, dan seterusnya.

4. Makruh

Makruh ialah perbuatan yang apabila ditinggalkan akan mendapatkan pahala, tapi jika dilakukan tidak akan mendapatkan siksa. Hukum makruh berasal dari larangan yang sifatnya tidak mutlak.

Contohnya, larangan Nabi Muhammad Shallallahu alaihi wassallam terkait sholat di area yang biasa dilintasi kawanan unta. Larangan ini sifatnya tidak mutlak karena bukanlah sholatnya itu sendiri yang dilarang oleh Rasulullah, namun potensi waswas terinjak unta yang menimbulkan larangan tersebut.

Perlu dipahami bahwa meninggalkan keharaman atau meninggalkan kemakruhan hanya akan mendapatkan pahala kalau misalnya dilakukan atas dasar ketakwaan.

Bisa saja meninggalkan zina karena takut istri, atau tidak merokok karena takut sakit. Satu-satunya ketakutan yang diperhitungkan dalam hal ini adalah ketakutan kepada Allah Subhanahu wa Ta\'ala.

5. Haram

Mahdzur (terlarang) atau haram merupakan perbuatan yang apabila dilakukan akan mendapatkan dosa, jika ditinggalkan bakal mendapatkan pahala. Hukum haram timbul dari larangan yang sifatnya mutlak, seperti diterangkan dalam Alquran Surat Al Isra Ayat 32:

"Janganlah kalian dekati zina, (karena) sesungguhnya zina itu kotor dan seburuk-buruknya jalan."

Larangan tersebut sifatnya mutlak belaka sehingga timbullah hukum haram karena tidak ada yang membatalkan kemutlakannya.

Hukum Wadh\'i

Hukum wadh\'i lebih berupa informasi yang diberikan Allah Subhanahu wa Ta\'ala kepada umat manusia tentang syarat, sebab, ataupun pencegah dari keterlaksanaan sebuah hukum taklifi. Berikut ini 5 jenisnya:

1. Sebab

Hukum wadh\'i yang pertama adalah sebab. Syekh Wahbah Az-Zuhaily mendefinisikan sebab hukum sebagai:

"Sebab hukum ialah sifat yang jelas dan memberikan pembatasan, di mana dalil sam\'i menyebut keberadaannya sebagai pemberi tahu adanya hukum taklifi." (Lihat kitab Az-Zuhaily, Ushulul Fiqh Al-Islamy, (Damaskus: Darul Fikr, 2005), juz I, halaman 99)

Secara sederhana, sebab hukum ini bisa diartikan sebagai kondisi pasti yang memberikan batasan tertentu, di mana teks syariat menganggap hal tersebut sebagai penanda keberlangsungan hukum.

Contohnya, terbit fajar shidiq sebagai penanda waktu subuh. Terbitnya fajar shidiq merupakan sebuah kondisi yang jelas, atau tampak di ufuk langit, di mana ia bisa menjadi pembatas sekaligus teks syariat menyatakan hal tersebut sebagai penanda masuknya waktu shubuh. Ketika fajar shidiq tersebut terbit, maka kewajiban menunaikan Sholat Subuh dimulai.

2. Syarat

Syekh Wahbah Az-Zuhaili dalam kitab "Ushulul Fiqh" mendefinisikan syarat sebagai:

"Syarat ialah sifat yang jelas dan terdefinisikan, di mana keberadaan hukum bergantung padanya tanpa harus masuk ke dalam hukum tersebut." (Wahbah Az-Zuhail, Ushulul Fiqh Al-Islami, (Damaskus: Darul Fikr: 2005), juz I, halaman 104)

Syarat juga bisa dipahami sebagai sesuatu yang ketiadaannya bisa meniadakan hukum atau meniadakan sebab. Namun, keberadaannya tidak lantas menentukan keberadaan hukum atau sebab.

Contohnya ialah suci atau thaharah. Thaharah ini merupakan sifat yang jelas dan bisa didefinisikan. Keabsahan shalat hanya bisa diwujudkan dengan wujudnya thaharah, meski thaharah bukanlah bagian dari shalat itu sendiri.

Tanpa thaharah, sholat tidak mungkin bisa sah, meskipun dengan adanya thaharah juga tidak memastikan sahnya sholat, mengingat sahnya sholat bergantung juga pada faktor lain, seperti misalnya tergenapi syarat dan rukun.

3. Mani\' atau mawani\'

Syekh Wahbah Az-Zuhaili dalam kitab "Ushulul Fiqh" memberi definisi mani\' atau pencegah yakni:

"Al-Mani\' (pencegah) ialah sesuatu yang keberadaannya menyebabkan ketiadaan hukum atau batalnya sebab." (Wahbah Az-Zuhaili, Ushulul Fiqh Al-Islami, (Damaskus, Darul Fikr: 2005), juz I, halaman 107)

Contohnya ialah sifat "menjadi pembunuh" sebagai penghalang menerima waris. Dalam bab waris, jika ada ahli waris yang menjadi pembunuh mayit yang akan diwaris, maka keberadaannya sebagai pembunuh bisa menghalangi dirinya menerima hak waris.

4. \'Azimah dan rukhshah

Dalam fikih dikenal dua jenis hukum, yaitu Azimah () dan Rukhshah (). Sederhananya, Azimah adalah hukum umum yang disyariatkan secara mendasar untuk menjadi aturan umum bagi setiap mukallaf (pihak yang dibebani hukum syariat) di semua kondisi.

Adapun Rukhshah adalah hukum yang disyariatkan akibat adanya udzur (alasan hukum yang meringankan, seperti masyaqqah/beban berat dan hajah/keperluan mendesak) yang dihadapi oleh mukallaf.

Azimah dibagi menjadi lima kategori: Wajib (diwajibkan), mandub (dianjurkan), mubah (dibolehkan), makruh (tidak disukai), dan haram (tidak boleh).

Sementara Rukhshah dibagi menjadi empat jenis hukum: Wajib (diwajibkan), mandub (dianjurkan), mubah (dibolehkan), dan khilaful awla (menyelisihi yang ideal).

Contohnya, Sholat Dhuhur 4 rakaat adalah Azimah kategori wajib. Namun saat seseorang dalam perjalanan dengan waktu tempuh minimal 3 hari, maka boleh meng-qashr (memangkas) Sholat Dhuhur-nya menjadi 2 rakaat saja, sebagai bentuk Rukhshah kategori mandub.

5. Sah dan batal

Sah adalah sesuatu yang dikerjakan sesuai ketentuan syarat dan rukunnya menurut syariat Islam. Sedangkan batal yakni suatu perkara yang dianggap tidak sah apabila tidak memenuhi syarat serta rukunnya.

Contohnya akad jual beli sah, berarti manfaat akad tersebut bisa diberlangsungkan. Pembeli mendapatkan manfaat berupa pengalihan kepemilikan barang pada dirinya, dan penjual mendapatkan manfaat berupa harga yang dibayarkan.

Jika dalam ibadah, sah berarti keteranggapan. Sholat seseorang sah, berarti sholat tersebut dianggap di hadapan syariat, dan tidak perlu diulangi lagi.

Wallahu a\'lam bisshawab .

Topik Menarik