Terdakwa Kasus Tragedi Kanjuruhan Malang Divonis Bebas, LSM Beri Kritik Keras
Jakarta - Sejumlah Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) mengkritik keras vonis ringan hingga bebas para terdakwa kasus Tragedi Kanjuruhan Malang yang mengakibatkan ratusan orang meninggal. Tragedi Kanjuruhan terjadi pada tanggal 12 Oktober 2014, saat itu ada pertandingan sepak bola antara tim Persela Lamongan dan Arema Cronus. Saat pertandingan berlangsung, terjadi kerusuhan dan bentrokan antara pendukung kedua tim hingga menyebabkan ratusan orang meninggal dunia, terluka, dan mengalami kerusakan pada fasilitas stadion.
Direktur Eksekutif Amnesty International Indonesia, Usman Hamid, menyoroti vonis bebas dua terdakwa yang merupakan anggota kepolisian. Menurut dia, proses penegakan hukum telah gagal memberikan keadilan bagi korban. "Pihak berwenang sekali lagi gagal memberikan keadilan kepada para korban kekerasan aparat meskipun sempat berjanji untuk menuntut pertanggungjawaban dari pihak-pihak yang terlibat," ujar Usman kepada wartawan pada Kamis (16/3).
Mengenal Child Grooming dari Latifah X, Mama Muda yang Punya 7 Anak dengan Suami Berjarak 21 Tahun
Usman tetap mendesak pemerintah untuk memastikan akuntabilitas seluruh aparat keamanan yang terlibat dalam kasus Tragedi Kanjuruhan, termasuk mereka yang berada di tataran komando guna memberikan keadilan bagi korban dan memutus rantai impunitas. Salah satu cara untuk mencapai hal tersebut adalah melalui peradilan yang adil, imparsial, terbuka, dan independen.
Menanggapi vonis bebas tersebut, Koalisi Masyarakat Sipil yang terdiri dari LBH Pos Malang, LBH Surabaya, YLBHI, Lokataru, IM 57+ Institute, dan KontraS pun turut mengecam keras vonis lima terdakwa kasus Tragedi Kanjuruhan. Mereka menuntut agar majelis hakim yang mengadili perkara tersebut diperiksa
"Andi Muhammad Rezaldy dari KontraS menyatakan pihaknya sejak awal telah mencurigai proses hukum dijalankan dengan tidak sungguh-sungguh guna mengungkap kasus. Koalisi, lanjut dia, menduga proses hukum ini dirancang untuk gagal dalam mengungkap kebenaran (intended to fail) dan melindungi pelaku," ujar Andi.
Sementara itu, Direktur Imparsial Gufron Mabruri memandang putusan majelis hakim terhadap para terdakwa kasus Tragedi Kanjuruhan mencederai rasa keadilan masyarakat terutama korban dan keluarganya. Sebab, kasus ini mengakibatkan 135 orang meninggal, 26 orang luka berat, dan 596 orang luka ringan.
"Hal ini menunjukkan bahwa proses hukum di Indonesia masih belum mampu memberikan keadilan bagi korban dan keluarga korban," kata Gufron.