Mengenal Isme isme Kontroversial 19 Henoteisme

Mengenal Isme isme Kontroversial 19 Henoteisme

Gaya Hidup | BuddyKu | Rabu, 26 Oktober 2022 - 07:03
share

Henoteisme (Yunani hena theon=satu Tuhan) adalah sebuah kepercayaan yang menganggap hanya ada satu Tuhan atau Dewa yang berkuasa, tanpa menafikan keberadaan dewa-dewa lain.

Henoteisme disebut juga dengan monoteisme inklusif (inclusive monotheism) karena sesungguhnya mengakui adanya Tuhan Yang Maha Esa tetapi tetap memberi celah bagi orang yang mau memercayai kepercayaan lokal atau tradisi nenek moyang. Henoteisme mirip dengan orang-orang musyrik, yang pada satu sisi memercayai kemahakuasaan Allah SWT, tetapi ia juga memercayai tradisi leluhur dan masih setia melakukan pemujaan.

Fenomena perlu dicermati di masa depan seiring dengan adanya kecenderungan beberapa daerah mengembangkan pariwisata budaya dengan membangkitkan kembali tradisi luhur nenek moyangnya dengan melakukan upacara pemujaan.

Menghargai budaya adalah sah, tetapi melakukan sakralisasi budaya perlu dicermati. Jangan sampai yang dikembangkan adalah pariwisata mistik atau syirik. Jika pengembangan budaya disadari atau tidak disadari ada unsur syirik di dalamnya, maka itu sebuah langkah mundur.

Latar belakang masyarakat bangsa Indonesia berasal dari monoteisme kemudian dengan susah payah dikembangkan dan dicerahkan untuk sampai kepada faham monoteisme, terus di tengah jalan kita kembangkan henoteisme maka sekali lagi adalah contraproduktif. Henoteisme biasa juga disebut sebagai pemahaman transisi dari animisme atau politeisme ke faham monoteisme.

Asal-usul henoteisme dihubungkan dengan sistem kepercayaan di Mesir yang memperlihatkan sistem kepercayaan kepada satu dewa yang paling berkuasa, sedangkan dewa-dewa lainnya berada di belakang dewa yang paling berkuasa. Seperti kita bisa lihat jejaknya di museum Mesir yang menyimpan patung sejumlah dewa, tetapi para dewa itu bersatu di belakang dewa yang paling berkuasa dan itulah yang dipertuhankan oleh masyarakat Mesir kuno.

Dalam tradisi intelektual, penggunaan istilah henoteisme pertamakali digunakan oleh Friedrich Schelling lalu disusul oleh F. Max Muller pada abad ke-19, kemudian istilah ini mulai populer sesudahnya sebagai gambaran sebuah komunitas yang mampu memadikan keberadaan Dewa paling berkuasa yang kemudian diianggap Tuhan. Di dalam agama Hindu, kita bisa melihat lebih banyak varian henoteisme.

Dalam hinduisme, keberadaan dewa-dewi kecil di samping dewa-dewi yang besar sampai kepada yang paling besar bukanlah masalah. Konsep syirik di dalam agama Hindu bukanlah sesuatu yang sangat tercela sebagaimana halnya di dalam Islam. Koleksi symbol dewa-dewi dan sekaligus memberikan pemujaan kepada mereka adalah sesuatu yang sah tetapi dianggap tidak abash oleh penganut agama monoteisme , khususnya agama Islam.

Dalam tradisi Yunani dan Roma, sesungguhnya agama dan kepercayaan mereka adalah politeisme kemudian berangsur-angsur menjadi henoteisme dan dalam masa neoplatonisme diperkenalkanlah konsep monoteisme, meskipun konsep monoteismenya belum monoteisme mutlak.

Dalam masa kekuasaan neoplatonisme masyarakat lebih familiar denga konsep deisme, panteisme, monoteisme, dan tentu saja henoteisme. Belakangan setelah muncul Bibel (Alkitab), khususnya Al-Quran, maka kawasan polyteisme dan animisme dalam waktu dekat beralih menjadi monoteisme. Poses monoteisme dalam periode Islam berlangsung melalui cara bertahap (relativering process/tadarruj).

Arah kecenderungan logika manusia modern memang lebih cenderung memberikan pengakuan kepada hanya satu Tuhan, karena sulit difahami jika manusia memiliki lebih dari satu Tuhan. Satu saja Tuhan sudah sedemikian sulit manusia memberikan pelayanan apalagi jika lebih dari satu Tuhan. Hanya saja Tuhan Yang Maha Esa perlu ada kejelasan agar jangan sampai pengakuannya Tuhan Yang Maha Esa tetapi faktanya juga melibatkan banyak kekuatan gaib lain yang mirip dengan Tuhan.

Topik Menarik