Diponegoro Ditangkap dengan Dibohongi

Diponegoro Ditangkap dengan Dibohongi

Gaya Hidup | netralnews.com | Minggu, 14 Agustus 2022 - 09:36
share

YOGYAKARTA, NETRALNEWS.COM - Jangan percaya bahwa semua tindakan Jenderal De Kock dalam penangkapan Diponegoro selalu mendapat dukungan dari orang-orang Belanda sendiri.

Orang Belanda yang pertama kali sangat kecewa dengan tindakan Jenderal De Kock adalah Kolonel J.B. Cleerens. Perwira menengah asal Flam ini sangat kecewa dengan Sang Jenderal karena dianggap membohonginya.

Memang Kolonel Cleerens menaruh hormat kepada Sang Pangeran. Pada 16 Pebruari 1830 terjadi perundingan pertama antara Kolenel Cleerens dengan Sang Pangeran di Remokamal. Kolonel Cleerens ketika akan bertemu dengan Sang Pangeran yang sudah menunggunya, Sang Kolonel langsung turun dari kudanya padahal keberadaan Diponegoro masih jauh.

Demi penghormatan pada pemimpin Perang Jawa, Kolonel Cleerens rela berjalan kaki dan melepas topi kavalerinya walaupun matahari saat itu sangat terik.

Dalam perundingan itu, Kolonel Cleerens mendesak Sang Pangeran agar bertemu dengan Jenderal De Kock untuk melakukan perundingan di Magelang. Sang Pangeran mengatakan tidak ada gunanya bertemu di Magelang karena jika dia ke Magelang hanya ingin beramah tamah. Apalagi ini bulan puasa sehingga apabila berbicara serius tidak mungkin dilakukan.

Mendengar perkataan seperti itu kemudian Kolonel Cleerens seakan menemukan titik terang karena bisa jadi setelah bulan puasa selesai, Sang Pangeran bersedia berunding dengan Jenderal De Kock.

Akhirnya Kolonel Cleerens dengan Sang Pangeran mencapai kesepakatan bahwa Diponegoro bersedia menemui Jenderal De Kock setelah selesai bulan puasa. Itu pun hanya kunjungan biasa untuk bersilaturahmi dalam rangka Lebaran.

Untuk itulah kemudian Belanda mempersiapkan sebuah tempat di kawasan Kali Progo yang letaknya di barat laut wisma Residen Magelang. Tempat itu dijadikan tempat berkemah Pangeran Diponegoro dan pengikutnya selama bulan puasa.Tempat itulah yang dikenal dengan nama Metesih.

Sebenarnya kemauan Diponegoro bersedia menemui Jenderal De Kock setelah bulan puasa selesai, didasari dengan janji dari Kolonel Cleerens atas nama Jenderal De Kock sebelum Sang Pangeran berkemah di Metesih. Janji itu berbunyi: Jika perundingan itu tidak sesuai dengan kemauan Pangeran Diponegoro, dia akan dibiarkan kembali ke Bagelen untuk melakukan perlawanan tanpa diciderai.

Berdasarkan janji yang dilontarkan Kolonel Cleerens inilah Sang Pangeran dengan penuh percaya diri bersedia datang melakukan perundingan di Magelang.

Benar saja, pada 28 Maret 1830 setelah puasa usai, Pangeran Diponegoro menemui janjinya berjumpa dengan Jenderal De Kock di wisma Residen Magelang.

Setelah mereka berunding di wisma itu, Jenderal De Kock mengatakan bahwa Sang Pangeran harus ditangkap. Tentu saja Sang Pangeran kaget karena sebelumnya dia datang hanya untuk beramah tamah dan membicarakan perdamaian yang selama ini terjadi konflik.

Sang Pangeran dengan keras berkata: Hai, apa-apaan ini? Hanya ingin mengajak bertengkar, tanpa ada alasannya? Bila Anda ingin berniat untuk memperbaiki keadaan saya minta Anda Jenderal De Kock mendatangkan Kolonel Cleerens ke sini tentang janji yang dia ucapkan."

De Kock berkata: Jika Paduka meminta agar Kolonel Cleerens datang ke sini sudah terlambat, karena dia sudah ada di Bagelen." Memang saat perundingan itu Kolonel Cleerens tidak ada di Wisma Residen karena sedang di Bagelen.

Merasa terdesak Diponegoro menagih janji Kolonel Cleerens atas nama Jenderal De Kock, bahwa jika perundingan gagal, dia akan dipersilahkan kembali ke Bagelen (tepatnya di Kecawang di hulu Kali Cingcingguling, Banyumas).

Jenderal De Kock menjawab: Paduka, jika Anda kembali, perang pasti akan berkobar lagi.

Mendengar jawaban itu, Sang Pangeran berkata: Mengapa Anda takut dengan perang jika Anda memang seorang prajurit dan manusia sejati?

De Kock berkata: Apabila Baginda ingin menyelesaikan masalah ini, silakan Paduka ke Salatiga, VDB (Van den Bosch) sebagai Gubernur Jenderal yang berwenang ada di sana.

Tentu saja Diponegoro segera ingin menemui VDB di Salatiga. Akhirnya Sang Pangeran bersedia menemui VDB di Salatiga. Rupanya Sang Pangeran ditipu lagi, karena sebenarnya kereta yang dikendarai meluncur bukan ke arah Salatiga tetapi ke arah Semarang.

Sang Pangeran baru sadar setelah di Ungaran bahwa dia akan segera dibawa ke Batavia melalui jalur laut Semarang-Batavia. Di Ungaran itu, Diponegoro memecah kesenyapan dalam perjalanan, Bagaimana bisa menjadi begini? Bagaimana bisa?

Memang Jenderal De Kock saat itu juga dalam situasi yang sulit. Ketika VDB pertama kali datang Ke Tanah Jawa pada 4 Januari 1830 sebagai gubernur jenderal yang baru, dia membawa perintah dari Raja Willem I (bertakhta 1813-1840) agar Diponegoro ditangkap atau dibunuh. Jenderal De Kock merasa sulit mematuhi VDB karena tidak bisa melakukan penangkapan jika tidak ada perundingan.

Kolonel Cleerens merasa dibohongi oleh Jenderal De Kock. Untuk itulah kelak antara Kolonel Cleerens yang sudah naik pangkat menjadi mayor jenderal dengan Diponegoro saling surat menyurat secara rahasia pada Desember 1835, ketika Sang Pangeran diasingkan di Manado. Dari surat-surat itu, akhirnya keadaan Diponegoro di pengasingan bocor ke luar tembok pengasingan.

Artikel yang mengemparkan ditulis pada Januari 1848 dalam surat kabar di Prancis yang mengatakan Diponegoro dikurung di antara empat dinding tembok di suatu benteng kecil, terpisah dari keluarganya, diawasi dengan ketat, tidak diizinkan menulis surat baik kepada gubernur jenderal maupun kepada orang lain. Diperlakukan selama 18 tahun dengan cara-cara yang keras dan kejam yang tidak layak dilakukan di negeri ini".

Buruknya perlakuan Belanda terhadap Diponegoro terdengar oleh Pangeran Henrik anak bungsu (Putra Mahkota) Willem I yang kelak menjadi Raja Belanda dengan gelar Willem II (bertakhta 1840-1849).

Pada bulan Maret 1837 Pangeran Hendrik yang mendapat julukan De Zeevaarder atau Sang Pelaut mengunjungi pengasingan Diponegoro di Rotterdam Makassar. Dia kaget mendapati Sang Pangeran dikurung di dua kamar yang panas dan menyedihkan.

Melihat keadaan bekas komandan Perang Jawa diperlakukan seperti itu, Pangeran Hendrik melontarkan protes kepada ayahnya dengan mengatakan: Semua orang tahu bahwa Diponegoro memberontak melawan kita, tetapi bagaimana cara ia ditangkap menurut saya adalah aib atas pamor kita orang Belanda yang sejak dulu dikenal jujur dan menepati janji. Benar dia seorang pemberontak, tetapi dia menemui kita di Magelang untuk mengakhiri sebuah perang yang telah memakan begitu banyak korban di kedua belah pihak. Diponegoro ingin berunding karena dia mempercayai kita, kemudian dia ditahan atas perintah Jenderal De Kock. Saya percaya urusan ini menguntungkan kita, tetapi sejak itu tidak ada seorang pun petinggi (orang Indonesia) yang bersedia menjalin hubungan dengan kita. Dan itu tidak hanya terjadi di Pulau Jawa, tetapi akan terjadi di seantero kepulauan Hindia Belanda.

Penulis: Lilik Suharmaji

Founder PUSAM (Pusat Studi Mataram) tinggal di Yogyakarta.

Topik Menarik