Solusi Lestarikan Wayang: Lomba Membuat Wayang dan Lomba Atraksi Wayang

Solusi Lestarikan Wayang: Lomba Membuat Wayang dan Lomba Atraksi Wayang

Gaya Hidup | netralnews.com | Jum'at, 12 Agustus 2022 - 07:21
share

JAKARTA, NETRALNEWS.COM - Rasa cinta seorang kakek bernama Sawiyah kepada wayang kulit dibuktikan dengan mendalaminya selama bertahun-tahun sejak 1965 lalu.

Sekarang sudah 53 tahun berlalu, Sawiyah masih terus mencari sesuap nasi dengan bermodalkan membuat wayang kulit.

Saat di pagi hari mengunjungi rumahnya yang terletak di Desa Wisata Gegesik Kulon, terlihat rumah Sawiyah begitu sederhana yang didominasi perabotan kayu dan halamannya luas.

Menariknya pada teras rumah tersebut dijadikan sebagai tempat proses pembuatan wayang kulit mulai dari pengukirannya hingga pewarnaan.

Adapun pembuatan wayang kulit Sawiyah memilih kulit kerbau betina dari Sukoharjo, Jawa Tengah karena lebih lentur daripada kulit kerbau jantan yang tebal dan cepat retak.

"Pakai kulit kerbau betina bisa awet sampai ratusan tahun, di Keraton Wali juga masih ada," kata Sawiyah.

Pembuatan wayang

Sawiyah menunjukkan sejumlah wayang kulit yang telah dibuatnya mulai dari ukuran besar hingga kecil.

Untuk proses pembuatannya, dirinya biasa membeli kulit basah terlebih dahulu. Kemudian jika sudah kering bisa tinggal mengukir dan membuat pola.

Dikatakannya setiap wayang memiliki pakem untuk ukuran seperti wayang Cirebon yang dibagi tiga bagian, yakni kidang kencana (ukuran kecil), asmara wulan (pertengahan), dan mega mendung (ukuran besar).

"Asmarawulan biasanya untuk dipentaskan. Kalau mega mendung itu jarang-jarang dipentaskan dan masih ada satu kotak di Keraton Kasepuhan," tuturnya.

Pria berusia 73 tahun tersebut memilih menggunakan cat serbuk yang diracik sendiri untuk mewarnai wayang kulit.

Adapun untuk warna yang praktis biasanya memakai cat akrilik meski kekurangannya mutu kurang bagus dan cepat luntur.

Selain itu, ia juga memakai cat tembok bermutu tinggi untuk menjaga warna agar tahan air dan awet meski harganya yang terbilang mahal.

Biasanya Sawiyah mencampurkan beberapa warna menjadi gradasi lima warna. Selain itu untuk mengukur tebal wayang kulit biasa disamak.

Menurutnya, satu kerbau bisa membuat sekitar 10-15 buah wayang kecil. Sedangkan ukuran bisa berukuran enam hingga tujuh buah tergantung ukuran wayang yang disebutnya tidak rata.

Sawiyah mengatakan ada perbedaan dalam pembuatan wayang yang dipajang di rumah dan biasa digunakan untuk tampil.

"Ya memang kalau dipajang di rumah seperti wayang souvenir itu seninya lebih bagus. Kalau yang di pentas kalau dibuat kebagusan ya sayang cepat rusak," tuturnya.

Penghasilan pria lansia tersebut didapatkannya tak menentu lantaran pembuatan wayang membutuhkan waktu lama, yakni 20 hari hingga sebulan tergantung kerumitan tatahan.

Meski harga wayang kulit terbilang mahal, namun disebutkan penghasilannya hanya mencapai kurang lebih Rp 75 ribu per harinya.

"Ini kan rumit sekali gak ada yang putus. Waktu saya jual di Unpad bisa satu juta tidak diberi warna," kata Sawiyah.

Adapun pembeli yang paling banyak membeli karya Sawiyah adalah kolektor wayang souvenir atau cenderamata yang sebagian besar dari Pedalangan, Jawa Tengah.

Selain itu, juga ada sejumlah pejabat yang juga mendatangi rumahnya untuk melihat pembuatan wayang kulit, salah satunya Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif, Sandiaga Uno.

Sawiyah menyebutkan wayang kulit buatannya paling murah seharga Rp 500 ribu bermodel Punakawan. Sedangkan untuk yang paling mahal model Gunungan.

Dua pengrajin

Menjadi pengrajin wayang kulit di Cirebon, Sawiyah mengatakan pihak dinas setempat hanya mengakui dua orang termasuk dirinya.

Ia menyayangkan anak muda yang saat ini kurang tertarik menjadi pengrajin wayang kulit dan memilih menjalani profesi lain.

Meski begitu, Sawiyah tetap mau membagikan ilmunya kepada anak muda di lingkungannya untuk belajar membuat wayang kulit secara gratis alias tanpa bayaran.

"Diajarkan saya kasi ilmu tanpa bayar, gratis. Karena disini mereka melihat, praktek, tanya dan Cirebon juga jarang ada sekolah seni," ujarnya.

Sawiyah biasa mengajarkan sejumlah anak dengan melihat caranya di rumah Sawiyah kemudian bisa mempraktikkan sendiri di rumah masing-masing.

Dikatakan, peneliti dari Banyumas pernah menemuinya dan mengatakan kalau wayang kulit di Cirebon mutunya berkualitas untuk dipasarkan.

Adapun dengan adanya pembinaan UMKM dari pemerintah membuatnya terbantu, namun Sawiyah mengaku saat ini bahan baku wayang kulit susah dicari dan kesehatan matanya terganggu.

"Tapi saya cinta sama wayang meski umur segini 73 tahun masih aktif saja. Sayang sekarang kesehatan mata terganggu karena usianya sudah 73," ujarnya.

Dalam penjualan wayang kulit, Sawiyah mengatakan orang langsung mendatangi rumahnya untuk membeli.

Namun, ia mengaku pemerintah di wilayahnya kurang memberikan pembinaan lantaran tidak ada kelanjutan pembinaan yang sebelumnya sudah dijalankan.

Ia berharap pemerintah bisa membuatkan sanggar pembuatan wayang kulit agar anak-anak muda bisa meneruskan ilmunya.

"Sewaktu-waktu anak-anak ada latihan atau tamu kan bisa di sanggar. Harapannya kan kita pengabdiannya sudah lawas jadi tidak bisa terus mengajar," harap Sawiyah.

Butuh kaderisasi

Dalam kesempatan yang sama, Antara meminta saran kepada Kepala Suku Dinas Pariwisata dan Ekonomi Kreatif (Parekraf) Jakarta Selatan, Rus Suharto yang saat itu sempat mengunjungi Kabupaten Cirebon dalam Kelompok Sadar Wisata (Pokdarwis) pada 4-5 Agustus lalu.

Rus Suharto menyarankan untuk melakukan kaderisasi yakni mencari bibit baru pengrajin wayang kulit dengan melakukan pelatihan sebagai tempat berbagi ilmu.

Ia berharap agar pihak pemerintah bisa mendanai agar budaya tersebut berkembang dan pemanfaatannya nanti bisa sebagai pelajaran dan tuntunan filosofi.

"Jika belum juga ada kaderisasi perlu tambahan fasilitasi pemerintah melalui cara lomba membuat wayang dan lomba atraksi wayang," kata Rus Suharto saat ditemui.

Menurutnya, obyek daya tarik wisata jika dipadukan dengan ekonomi kreatif berbasis budaya nantinya akan tercipta jati diri yang unik dan menjadi data tarik kunjungan.

Adapun begitu juga dengan infrastruktur ruang publik harus diikutkan dengan ekonomi kreatif untuk estetika, keindahan, kenyamanan, keamanan dan kenangan. Sehingga bukan hanya sekedar penggunaan fungsi infrastruktur sebagai fasilitas publik, kata dia.

Rus menyampaikan bahwa sarannya ini bisa menjadi referensi kebangkitan pariwisata dan pemulihan ekonomi nasional pasca pandemi.

"Untuk percepatan pemulihan ekonomi kurangi studi banding atau patok banding ke luar negeri karena kearifan lokal yang unik ada di Indonesia," tutupnya.

Penulis: Luthfia Miranda Putri

Topik Menarik