Empat Jenderal Kopassus Ini Lolos dari Maut Dalam Pertempuran Jarak Dekat, Nomor 3 Terluka Parah

Empat Jenderal Kopassus Ini Lolos dari Maut Dalam Pertempuran Jarak Dekat, Nomor 3 Terluka Parah

Gaya Hidup | BuddyKu | Jum'at, 5 Agustus 2022 - 07:31
share

JAKARTA, iNews.id - Sebagai satuan elite TNI AD, Kopassus selalu melahirkan prajurit yang tangguh dan bermental petarung. Tak jarang dalam berbagai operasi tempur, prajurit Kopassus harus terlibat pertarungan jarak dekat dengan musuh.

Ada sejumlah jenderal Kopassus yang memiliki kisah lolos dari maut dalam pertempuran jarak dekat. Berkat keahlian dan kemampuan yang dimiliki personelnya, Kopassus kerap diterjunkan dalam misi penting menjaga kedaulatan Republik Indonesia.

Berikut empat jenderal Kopassus yang berhasil lolos dari pertempuran jarak dekat:

1. Jenderal TNI LB Moerdani

Panglima
Panglima ABRI Jenderal TNI LB Moerdani. (Foto Repro Perjalanan Seorang Prajurit Para Komando)

Kisah tentang Jenderal TNI LB Moerdani tak pernah ada habisnya. Nama Benny Moerdani biasa LB Moerdani dipanggil menjadi legenda di dunia militer.

Keberaniannya sebagai prajurit sejati jauh melebihi seorang tentara biasa. Hampir tak ada palagan penting di negeri ini yang tidak didatangi Benny Moerdani.

Bahkan, nama Benny Moerdani menjadi ikon dalam operasi pembebasan Irian Barat sekarang bernama Papua pada 1962. Termasuk juga saat Operasi Ganyang Malaysia pada 1964. Di kedua palagan ini, Benny harus berhadapan dengan pasukan elite Koninklijke Mariniers, pasukan khusus Belanda dan Special Air Service (SAS), Inggris yang merupakan pemenang Perang Dunia (PD) II.

Dalam beberapa pertempuran, Benny nyaris tewas ditembak musuh. Namun, keberuntungan masih berpihak pada pria kelahiran Cepu, Blora 2 Oktober 1931 ini. Nyawa Benny Moerdani masih bisa selamat.

Dalam buku berjudul Benny Moerdani yang Belum Terungkap perburuan terhadap Benny oleh pasukan elite Belanda Koninklijke Mariniers bermula ketika Benny yang saat itu berpangkat Kapten bersama prajurit RPKAD kini bernama Kopassus diterjunkan dalam Operasi Naga di Irian Barat. Saat dalam perjalanan menuju pusat pertahanan Belanda di Merauke, pasukan Benny Moerdani yang sedang beristirahat di Sungai Kumbai diserang oleh Marinir Belanda.

Pertempuran jarak dekat pun tak dapat dielakkan. Benny yang tidak menduga bakal mendapat serangan mendadak tersebut, langsung berlindung dan menginstruksikan anak buahnya untuk menyelamatkan diri. Dalam penyergapan tersebut, Jenderal Kopassus ini nyaris tewas karena topi rimbanya tertembak. Beruntung, nyawanya masih bisa selamat.

Begitu juga saat konfrontasi Indonesia-Malaysia pada 1964. Dalam Operasi Dwikora di pedalaman belantara Kalimantan ini Benny Moerdani juga nyaris tewas. Peristiwa itu terjadi saat Benny bersama pasukannya melakukan penyusupan ke daerah musuh.

Pasukan SAS yang terkenal kehebatannya dalam berbagai palagan pertempuran di PD II mencium penyusupan Benny. Mereka kemudian menunggu di seberang sungai.

Berada di ketinggian, pasukan elite Inggris ini tinggal menunggu waktu untuk memberondong Benny dan pasukannya. Apalagi posisi Benny Moerdani berada di perahu paling depan sehingga sangat memudahkan bagi pasukan SAS mengincarnya.

Bahkan penembak jitu dan sniper pun sudah membidikan senjatanya ke arah Benny. Dari teropong sniper terlihat begitu jelas sosok Benny Moerdani. Namun anehnya, pasukan SAS tak juga melepaskan tembakan. Mereka terdiam beberapa detik, hingga akhirnya Benny dan pasukannya berhasil lolos dari maut.

2. Letjen TNI Sintong Panjaitan

Mantan
Mantan Komandan Jenderal (Danjen) Komando Pasukan Khusus (Kopassus) Letnan Jenderal TNI (Purn) Sintong Panjaitan. (Foto: Istimewa)

Sintong Panjaitan merupakan tokoh militer dan cukup dikenal khususnya di Resimen Para Komando Angkatan Darat (RPKAD) yang sekarang bernama Kopassus. Abituren Akademi Militer (Akmil) 1963 ini cukup kenyang dengan operasi militer.

Selama mengemban tugas operasi, ada pengalaman yang tidak bisa dilupakan Sintong. Nyawanya nyaris hilang terkena tembakan musuh saat sebutir peluru melintas di kepalanya.

Dalam buku biografinya berjudul Sintong Panjaitan: Perjalanan Prajurit Para Komando mantan Danjen Kopassus ini menceritakan bagaimana dirinya harus berjuang keras menundukkan kelompok pemberontak Lodewijk Mandatjan di Papua.

Saat itu, Tim RPKAD melakukan pembersihan di dalam kota Kecamatan Warmare. Siang harinya Tim RPKAD kembali ke Manokwari.

Truk yang mengangkut pasukan harus melewati daerah perbukitan yang rawan terjadi pernyergapan. Setelah berhenti di ketinggian, Tim RPKAD termasuk Sintong turun dari truk untuk melakukan orientasi medan.

Sintong duduk bersebelahan dengan Kasi I/Intelijen Korem 171/Manokwari Mayor Vordeling yang sedang merokok. Tiba-tiba mereka ditembak oleh pemberontak dari jarak dekat yang hanya berjarak 6 meter dari arah jurang.

Beruntung tembakan itu tidak mengenai kepala Sintong. Sebab pada saat bersamaan Sintong sedang menggaruk kaki yang digigit semut merah.

3. Jenderal TNI AM Hendropriyono

Mantan
Mantan Kepala BIN, Jenderal (Purn) TNI AM Hendropriyono. (Foto: IG Diaz Hendropriyono)

Jenderal Kopassus lainnya yang lolos dari maut di medan operasi yakni AM Hendropriyono. Peristiwa yang menimpa mertua dari Panglima TNI Jenderal Andika Perkasa ini terjadi ketika sedang menjalankan tugas memburu pimpinan pasukan Barisan Rakyat (Bara) Sukirjan alias Siauw Ah San dalam operasi pembersihan Pasukan Gerilya Rakyat Serawak (PGRS)/Pasukan Rakyat Kalimantan Utara (Paraku) pada 1973.

Dalam buku biografinya berjudul Operasi Sandi Yudha, Hendropriyono yang saat itu berpangkat Kapten harus merayap sejauh 4,5 kilometer di pedalaman hutan Kalimantan. Saat itu, Hendropriyono yang berhasil menjangkau persembunyian pimpinan pemberontak tersebut memerintahkan Siauw Ah San untuk menyerah.

Namun permintaan itu ditolak Siauw Ah San. Hendropriyono yang memberikan komando untuk menyerbu langsung mendobrak jendela.

Sedangkan anggotanya Abdullah alias Pelda Ahmad Kongsenlani yang lari lebih cepat dan mendahuluinya mendobrak pintu. Nahas, perut Kongsenlani sobek oleh bayonet Siauw Ah San. Melihat itu, Hendropriyono dengan sigap melemparkan pisau komando ke tubuh Siauw Ah San. Sayangnya, pisau komando yang dilemparkan tidak menancap telak dan hanya memberikan luka ringan di dada kanannya.

Saat itu saya tanpa senjata di tangan dan harus merebut bayonet dari Siauw Ah San. Sedangkan pistol masih terselip di belakang bawah punggung, ucapnya.

Untuk meraih pistol, abituren Akmil 1967 ini khawatir keduluan oleh tikaman bayonet Siauw Ah San. Perlahan, Hendropriyono mundur beberapa langkah lalu melompat tinggi dan menendang dada musuhnya. Meski jatuh, Siauw Ah San masih sempat menghujamkan bayonet ke paha kirinya.

Ngilu rasanya baja dingin itu menembus daging dan menusuk tulang paha saya. Daging saya tersembul keluar dan darah mengalir dari paha kiri kaki, tuturnya.

Siauw Ah San kemudian berdiri dan mencoba menusuk dada kiri Hendropriyono. Mendapat serangan itu, Hendropriyono langsung melindungi dengan tangan kiri hingga daging lengan kiri dan hasta kirinya sobek.

Darah kembali mengucur. Tangan kanannya dengan sigap membantu merebut bayonet. Akibatnya, kelima jarinya terluka parah. Bahkan, ruas jari kelingking kanan Hendropriyono nyaris putus.

Sementara pistol M46 yang semula terselip di pinggang belakang di bawah punggung merosot ke dalam celana. Dengan menahan sakit karena darah yang terus mengucur dan jari yang nyaris putus Hendropriyono berhasil mencabut pistol dan menembakannya ke tubuh Siauw Ah San.

Dor, saya tembak Siauw Ah San dengan dua kali tarikan picu tapi hanya satu peluru yang melesat menembus perutnya karena yang satu lagi macet. Siauw Ah San pun terhuyung-huyung, ucapnya.

Jari yang terluka membuat Hendropriyono tak bisa lagi menggenggam. Pistol yang dipegangnya pun jatuh.

Hendropriyono pun membanting Siauw Ah San hingga terjatuh dan bayonetnya pun akhirnya lepas. Meski mengalami luka cukup parah namun nyawa Hendropriyono berhasil diselamatkan.

4. Letjen TNI Sutiyoso

width=732
(Foto: Istimewa)

Sebelum menggelar Operasi Seroja berskala besar di Timor-Timor (Timtim) sekarang bernama Timor Leste, TNI terlebih dahulu mengirimkan unit kecil pasukan khusus ke belakang garis musuh. Tujuannya, selain untuk memetakan kekuatan Fretilin, juga mencari titik aman pendaratan bagi pasukan pendukung. Kapten Inf Sutiyoso merupakan orang pertama yang dikirim Kepala G-1/Intelijen Hankam Mayjen TNI LB Moerdani untuk mengumpulkan informasi.

Dalam Operasi Flamboyan tersebut, mantan Gubernur DKI Jakarta ini tidak makan selama lima hari demi menyelamatkan empat anggotanya yang tertembak musuh. Tidak hanya itu, mantan Wadanjen Kopassus ini juga harus menghindar dari kejaran musuh yang terus memburunya. Sambil bertempur, Sutiyoso membopong temannya satu per satu ke tempat yang lebih aman.

Dalam perang dahsyat seperti itu, keempat orang yang tertembak mestinya ditembak mati supaya tidak menjadi beban. Bahkan para senior yang dihubunginya melalui radio telah menyarankan supaya ditinggal saja. Tapi Sutiyoso tidak tega.

Salah satu anggota yang dipapah Sutiyoso meminta suapaya dia ditinggal dan dibekali granat. Jika sewaktu-waktu tertangkap, mereka akan meledakkan diri dengan granat tersebut.

Tidak! Kamu bisa saya selamatkan. Kuatkan saja dirimu! kata Sutiyoso.

Upaya penyelamatan empat anggotanya tertembak akhirnya berhasil. Di bawah desingan peluru Fretilin, Sutiyoso membopong anggotanya yang terluka naik ke helikopter.

Setelah berjuang keras, keempat anggota yang tertembak berhasil dievakuasi menggunakan helikopter. Sedangkan, Sutiyoso melanjutkan perjalanannya ke perbatasan NTT dengan menyusuri jalur pantai.

Topik Menarik