Refleksi Hari Anak Nasional, Ketua LPA Banten Sebut Ada Tren Baru dalam Kekerasan Seksual Terhadap Anak

Refleksi Hari Anak Nasional, Ketua LPA Banten Sebut Ada Tren Baru dalam Kekerasan Seksual Terhadap Anak

Gaya Hidup | BuddyKu | Jum'at, 29 Juli 2022 - 02:34
share

SERANG Ketua Lembaga Perlindungan Anak (LPA) Banten, Hendry Gunawan mengungkapkan, terdapat tren baru kekerasan seksual terhadap anak. Hal itu terungkap dalam diskusi refleksi Hari Anak Nasional 2022 di Sekretariat Pokja Wartawan Harian dan Elektronik Provinsi Banten, Plaza Aspirasi, KP3B, Curug, Kota Serang, Kamis (28/7/2022).

Dikatakan Hendry, kasus kekerasan seksual terhadap anak pada semester I tahun 2022 juga mengalami peningkatan.

Secara data cukup tinggiencapai 30 persen dibandingkan pada tahun 2021. Tapi memang, kasusnya cukup berbeda. 2021 lebih banyak kasus kekerasan seksual yang sifatnya pencabulan. Sedangkan di 2022, kami melihat ada tren berbeda terkait kasus kekerasan seksual yang itu terdapat penyimpangan. Salah satunya LGBT dan prostitusi online yang melibatkan anak, kata Hendry.

Lebih lanjur, Hendry mengatakan, selain kasis seksual, kasus kekerasan fisik, hak asuh dan ekpolitasi anak juga masih terus bermunculan.

Terdapat kasus pencabulan terhadap anak di bawah umur pun terus bermunculan. Gejala ini menuntut perhatian dari semua pihak, karena generasi depan bangsa harus dilindungi, katanya.

Menurut Hendry, Pemerintah Provinsi (Pamprov) Banten, harus segera menetapkan kondisi darurat pencabulan terhadap anak dibawah umur. Hal ini berdasarkan banyaknya kasus pencabulan yang terungkap dan dilaporkan.

Bahkan, beberapa terduga pelaku kasus pencabulan diketahui sempat melarikan diri sebelum diadili.

Kami lihat dari kasus yang ada dari 30 persen lebih itu, ada dua kasus yang memang belasan kasus terkait dengan kekerasan seksual, sisanya bukan dilanjut ke tahap ranah hukum. Melainkan menikah, ungkapnya.

Padahal, menurut Gugun, ketika terdapat kasus. Keluarga tidak meski terlibat didalamnya lalu memutuskan mengambil jalan tengah dengan menikahkan antara pelaku dan korban.

Pihaknya juga khawatir jika korban yang berstatus sebagai anak ini berpotensi menjadi korban untuk yang kedua kalinya.

Harus ada payung hukumnya, baru menjadi ramah terhadap anak. Khawatir bercerai, atau status pernikahannya tidak sampai selesai. Apalagi KDRT, ujarnya.

Poin pertama sebagai penanganan, lanjutnya, perlu ada dorongan secara parsial kepada Organisasi Perangkat Daerah (OPD) yang harus membangun pasal terkait kekerasan anak dan perempuan.

Payung hukum pembinaan, seperti itu harus kita dukung yang lebih penting. Dan pola asuh di tengah-tengah lingkungan, ujarnya.

Ditanya terkait penyebaran titik rawan kekerasan anak dan perempuan, Gugun menerima laporan di pihaknya dari 7 kabupaten dan kota di Provinsi Banten, Kabupaten Serang yang paling banyak.

Kasus yang memang cukup tinggi di Kabupaten Serang. Karena kami lihat rekan-rekan LPA Kabupaten Serang cukup aktiv menerima laporan, katanya.

Akan tetapi, ini tidak menutup memungkinkan daerah lain tidak tinggi.

Karena boleh jadi masih banyak si korban atau anak dari satu keluarga ini tidak mau melaporkan, ucapnya.

Sementara itu, Kepala Dinas Perlindungan Anak Kependudukan dan Keluarga Berencana (DP3AKKB) Provinsi Banten Sitti Maani Nina menjelaskan, pihaknya telah berencana mentracking secara menyeluruh dan berkelanjutan terhadap kasus kekerasan anak dan perempuan.

24 indikator 5 kluter yang di evaluasi itu ada lima kategori. 2015-2016 itu hanya tangsel yang mendapatkan predikat pratama. 2017 itu dp3akkb terbentuk, pembinaaan pengawasan dan pendampingan kepada kabupaten kota sehingga kebijakan yang berpihak kepada anak terevaluasi indikatornya tercapai, tuturnya.

Atau, sehingga fokusnya tidak dari pemenuhan hak anak kluster 1-4, perlindungan khusus anak di klaster 5 ucapnya menambahkan. (Mir/Red)

Topik Menarik