Kehidupan Poligami Raja Kertanegara Menyenangkan dan Satu Suara, Bisa Menginspirasi?

Kehidupan Poligami Raja Kertanegara Menyenangkan dan Satu Suara, Bisa Menginspirasi?

Gaya Hidup | netralnews.com | Jum'at, 22 Juli 2022 - 12:41
share

MALANG, NETRALNEWS.COM - Banyak raja-raja di Indoensia melakukan poligami. Memang dalam masyarakat Indonesia kuno tidak kenal larangan atau anjuran tentang poligami.

Artinya adalah bahwa poligami bisa dilakukan oleh siapa saja, asal dalam satu kasta yang sama.

Ada beberapa bukti dalam sejarah yang menunjukkan seorang raja memiliki lebih dari satu istri.

Prasasti Wulig 935 Masehi menyebutkan bahwa Rakryn Mangibil sebagai rakryn binihaji (selir).

Pada hal dalam prasasti Cungrag II 929 Masehi dan prasasti Gwg 933 Masehi Pu Sidok berpermaisuri Pu Kbi Dyah Warddhan.

Dengan demikian dapat disebutkan bahwa Pu Sidok selain mempunyai permaisuri yang bernama Pu Kbi Dyah Warddhan, setidaknya ia mempunyai seorang selir yang bernama Rakryn Mangibil.

Dalam Pararaton disebutkan bahwa dari kedua istrinya ia memperoleh sembilan orang anak, tujuh orang laki-laki dan dua orang perempuan.

Rinciannya adalah empat orang anak dari Ken Dedes, yaitu Mahia Wong Atlng, Paji Saprang, Agnibhaya, dan Dewi Rimbu.

Dari Ken Umang pun ia mempunyai empat orang anak, yaitu Paji Tojaya, Paji Sudhata, Twan Wrgola, Dewa Rambi.

Berarti anak dari kedua istrinya hanya delapan orang.

Anapati meskipun ia anak Tunggul Amtung dimasukkan sebagai salah seorang anaknya.

Namun demikian yang mengusik perhatian kita adalah tentang keharmonisan keluarga yang berpoligami itu.

Meskipun kita tidak bisa mendapat gambaran keharmonisannya satu persatu, setidaknya kita bisa melihat dari apa yang diceritakan oleh Negarakertagama tentang Raden Wijaya.

Seperti apakah keharmonisan keluarga lebih dari satu istri itu dari keluarga Raden Wijaya?

Mari kita awali dengan pertanyaan Siapakah Raden Wijaya dan istrinya itu?

Wisnuwardhana dan Narsingamurti adalah saudara sepupu. Wisnuwardhana berputra Kertanegara. Narasinghamurti berputra Raden Wijaya.

Raden Wijaya memperistri empat putri dari Kertanegara. Ia menikahi keempat putri Ktanagara.

Yang sulung bernama r Paramewar Dyah Dew Tribhwanewar. Putri kedua r Mhadew Dyah Dew Narendraduhit. Putri ketiga bernama r Jayendradew Dyah Dew Prajparamit. Dan yang bungsu bernama r Rjendradew Dyah Dew Gayatr.

Lalu apa hubungan kerabatan antara Raden Wijaya dan empat putri tersebut? Hubungannya adalah saudara sepupu.

Nahhhhh , sekarang pertanyaannya dilanjut ke Seperti apakah keharmonisan keluarga mereka?"

Dalam Negarakertagama pupuh 47 baris 1 penggambaran kerukunannya adalah sira maputra risa narendra, na donniran rsep amitiga len suputri, na lwir pawornni pakurn haji saikacitta, sajaniraja kinabehan aweh suken rat .

Artinya: "Tingkah laku Sri Baginda terhadap para istrinya meresapkan, hubungan kekeluargaannya dengan para istrinya adalah saudara tingkat tiga, dalam perkawinan dengan Sri Baginda para istri itu rukun sepakat, sehati, apapun perintah Sri Baginda dianggap sebagai perintah untuk mereka itu semuanya, oleh karena itu menyenangkan.

Dari informasi di Negarakertagama itu barang kali kita bisa menginterpretasikan bahwa suasana keharmonisan kehidupan Kertanegara adalah sangat menyenangkan.

Mereka hidup rukun, saling menghormati dan menyayangi antara sesama mereka. Mereka saling tolong menolong, menjauhi perselisihan dan pertikaian antara mereka. Kehidupan mereka dipenuhi kedamaian dan ketentraman. Hidup bersama atau berdampingan dengan sehati, sepakat, satu suara dalam damai.

Itu semua adalah interpretasi dari apa yang ada di Negarakertagama , loo yaaa !

Setidaknya itulah yang bisa kita SOK TAHU-kan tentang keharmonisan kehidupan poligami pada Kertanegara berdasar uraian Negarakertagama. Moga faktanya memang begitu, ya Gaes !

Penulis: Susanto Yunus Alfian

Alumni Program Doktor Teknologi Pembelajaran Universitas Negeri Malang. Sekarang meminati kajian sejarah, pendidikan sejarah dan pendidikan karakter.

Sumber:

1. Slamet Muljana. (1983). Pemugaran persada sejarah leluhur Majapahit. Jakarta: Inti Idayu Press.

2. Titi Surti Nastiti. (2009). Kedudukan dan peranan perempuan dalam masyarakat jawa kuna (abad VIII--XV masehi). Disertasi. Universitas Indonesia.


Topik Menarik