Raden Saleh Mengoreksi Lukisan Nicolaas Pieneman

Raden Saleh Mengoreksi Lukisan Nicolaas Pieneman

Gaya Hidup | netralnews.com | Rabu, 13 Juli 2022 - 10:41
share

YOGYAKARTA, NETRALNEWS.COM - Dalam tulisan terdahulu (lihat DI SINI ) sudah dipaparkan tentang simbol-simbol yang dipesankan pelukis Belanda Nicolaas Pieneman di ujung Perang Jawa.

Dalam lukisan itu, Pieneman memberi judul De Onderwerping van Diepo Negoro aan Luitenant-General de Kock, 28 Maart 1830. Artinya Penyerahan diri Diponegoro kepada Letnan Jenderal de Kock, 28 Maret 1830.

Rupanya Raden Saleh (sekitar 1811-1880) mengoreksi lukisan Nicolaas Pieneman dengan melukis menurut versinya yang nasionalis dengan memberi judul De Gevangenneming van Prins Diponegoro door Generaal de Kock . yang artinya Penangkapan Pangeran Diponegoro oleh Jenderal de Kock.

Bagaimana simbol-simbol yang digoreskan Raden Saleh sebagai bentuk perlawanan simbolik seorang inlander? Marilah kita kupas goresan-goresan itu agar pembaca dapat memahami arti setiap goresannya.

Tetapi sebelumnya itu, harus kita sepakati bahwa sebuah foto atau lukisan mengandung seribu arti atau seribu bahasa, sehingga sah-sah saja apabila ada orang lain yang menerjemahkan berbeda.

Pada tanggal 8 Januari 1855, Pangeran Diponegoro meninggal di rumah penahanan di Benteng Rotterdam Makasar pada usia 70 tahun. Setelah dinyatakan meninggal, jazadnya dimakamkan pada hari yang sama di Kampung Melayu sesuai keinginannya yang dekat dengan pusara putra dari Raden Ayu Retnoningsih, Raden Mas Sarkumo.

Berita tentang meninggalnya Sang Pangeran segera dipublish oleh koran resmi Belanda di Hindia Belanda, Javasche Courant, pada 3 Februari 1855 dan dibaca oleh Raden Saleh yang pada waktu itu ada di Semarang.

Sehabis membaca itu, timbul niat Raden Saleh melukis Sang Pangeran yang dia kagumi itu. Sebelumnya, untuk menghasilkan lukisan yang presisi, Raden Saleh meminta izin kepada pemerintah Hindia Belanda untuk melihat situs penangkapan Sang Pangeran di rumah dinas residen Magelang. Namun, pemerintah Belanda melarangnya.

Memang selama ini Raden Saleh dicurigai pemerintah kolonial, karena dalam Perang Jawa dia dituduh mendukung Diponegoro sehingga dia harus dibawa ke Belanda untuk memperdalam seni lukisnya.

Karena tidak diizinkan, maka Raden Saleh bukannya patah arang, tetapi berusaha membuat seketsa berdasarkan ingatannya saat berada di Karesidenan Magelang. Lukisan Raden Saleh dengan cat minyak itu terwujud setelah 25 tahun Nicolaas Pieneman melukis.

Raden Saleh dalam melukis penangkapan Diponegoro sarat dengan koreksi terhadap lukisan Pieneman.

Raden Saleh melukis Sang Pangeran berdiri dengan sikap menantang. Wajahnya tampak menahan marah, tangan kirinya mengepal dan menggenggam tasbih.

Raden Saleh tidak lupa memberi warna merah putih pada pucuk sorban Sang Pangeran, sebagai simbol perlawanan rakyat pada masa itu. Memang saat itu dalam Perang Jawa pasukan Diponegoro sering menggunakan umbul-umbul warna merah putih dalam setiap pertempurannya.

Raden Saleh menggambarkan bahwa Jenderal de Kock sangat segan dan dengan rasa hormat mengantarkan Pangeran Diponegoro menuju kereta yang akan membawa Sang Pangeran ke Semarang.

Memang sebenarnya dalam perundingan antara Sang Pangeran dengan Jenderal de Kock, Sang Jenderal sangat respek terhadap Sang Pangeran karena jenderal ini sudah lama mengagumi kehebatan Diponegoro.

Apabila diperhatikan, muka Jenderal de Kock dan satu perwira yang hadir dalam penangkapan itu dibuat besar, dengan ukuran kepala lebih besar dari badannya, sebagai simbol bahwa mereka adalah raksasa dalam mitologi Jawa yang sifatnya rakus dan haus kekuasaan.

Muka Sang Jenderal juga tampak kosong seolah-olah menatap ke kekejahuan. Di belakang Sang Pangeran, anak sulungnya yang bernama Pangeran Diponegoro II hasil pernikahannya dengan Raden Ayu Retno Madubrongto, sedang menutup muka dengan tangannya.

Sementara itu Raden Ayu Retnoningsih bersimpuh memegang paha Sang Pangeran sambil menangis seakan-akan tidak kuasa menerima kenyataan pahit, dan Sang Pangeran menghiburnya.

Sebenarnya lukisan wanita yang diasumsikan istri Sang Pangeran itu hanyalah bumbu-bumbu lukisan Raden Saleh saja, karena berbagai sumber mengatakan tidak ada istri Sang Pangeran yang hadir di rumah Karesidenan Magelang itu.

Sang Pangeran dalam lukisan itu berdiri setara dengan Jenderal De Kock, tidak seperti lukisan Nicolaas Pieneman yang menempatkan berdirinya Sang Pangeran satu anak tangga lebih rendah dari Sang Jenderal.

Pakaian yang dikenakan pengikut Diponegoro yang digambarkan Pieneman seperti pakaian yang biasa dikenakan oleh orang-orang Arab, juga dikoreksi Raden Saleh. Dia dalam melukis dirinya sendiri memakai kain batik yang memang saat itu biasa dipakai oleh orang-orang Jawa.

Wajah-wajah pengikut Sang Pangeran, juga sudah dilukis seperti wajah orang Jawa, bukan lagi wajah orang-orang Timur Tengah seperti yang digambarkan Pieneman.

Satu lagi perbedaan, jika Nicolaas Pieneman melukis obyek dari arah barat laut, tetapi Raden Saleh memotret rumah dinas residen Magelang itu dari timur laut.

Goresan Raden Saleh yang paling berkesan adalah Raden Saleh menyisipkan sosok dirinya dalam goresan itu, sebagai bentuk simpatinya pada perjuangan Sang Pangeran melawan kolonialisme.

Tidak ada bendera triwarna yang berkibar-kibar dalam lukisan itu.

Raden Saleh melukis sais kereta yang akan mengatarkan Sang Pangeran, memegang cambuk yang ternyata cambuk itu patah, sebagai simbol bahwa kelak penguasaan Kolonial Belanda suatu saat akan berakhir.

Lukisan ini diselesaikan oleh Raden Saleh di studio Raden Saleh di Cikini (sekarang Rumah Sakit Cikini) pada tahun 1857. Setelah selesai lukisan itu diserahkan kepada Raja Belanda Willem III (bertakhta 1849-1890) yang pernah berkunjung di pengasingan Sang Pangeran ketika di Rotterdam, Makassar.

Selanjutnya lukisan itu disimpan di Museum Militer di Bronbeek, Belanda. Dalam rangka meningkatkan hubungan baik dengan Indonesia, pada tahun 1974 Ratu Belanda menyerahkan lukisan Raden Saleh kepada pemerintah RI dan kemudian menjadi koleksi lukisan Istana Yogyakarta.

Pernakah lukisan Nicolaas Pieneman dan lukisan Raden Saleh dipertemukan dalam sebuah pameran?

Dalam pameran yang bertajuk Power and Other Things, Europalia Arts Festival Indonesia, di Brussels, Belgia pada 17 Oktober 2017 sampai dengan 21 Januari 2018 kedua lukisan itu disandingkan.

Sayangnya lukisan Nicolaas Pieneman asli didatangkan dari Belanda, tetapi lukisan Raden Saleh yang ditampilkan hanya lukisan repro. Tetapi itu cukup menghibur pemirsa pameran untuk menikmati dua lukisan legendaris karena dilukis oleh dua maestro pada zamannya dari sudut pandang yang berbeda dalam obyek yang sama.

Penulis: Lilik Suharmaji

Founder PUSAM (Pusat Studi Mataram) tinggal di Yogyakarta.

Topik Menarik