CERMIN: Bertemu Mustakim, Mengingat Ajo Kawir

CERMIN: Bertemu Mustakim, Mengingat Ajo Kawir

Gaya Hidup | BuddyKu | Sabtu, 2 Juli 2022 - 08:06
share

JAKARTA Tahun 2007. Saya membantu menyiapkan tiga proyek film digital bersama Angga Sasongko dan diberi misi untuk bertemu dengan penulis skenario Musfar Yasin.

Saya kemudian bertemu Bang Musfar, demikian saya memanggilnya, di Senayan City. Dengan dandanan yang sangat sederhana untuk penulis skenario sekaliber dirinya, tahulah saya betapa laki-laki ini adalah sosok yang tak neko-neko . Sebuah skenario diberikan kepada saya, judulnya Tanpa Efek Samping dan saya terperangah.

Sejak itu saya menjadi penggemar beliau. Saya menyaksikan film Madu Murni dengan alasan jelas: ingin melihat apalagi yang akan dibahas oleh Bang Musfar dalam karya terbarunya. Ciri khas beliau yang selalu tercermin dalam karya-karyanya adalah kritik sosial yang tajam, sesekali satir, tapi menghindar dari keinginan untuk menceramahi penonton. Itu yang membuat saya dan juga banyak dari kita memuja tulisan dari peraih tiga Piala Citra itu.

Madu Murni adalah skenario dengan level berbeda dari Musfar. Jika biasanya ia mengobrolkan kritik sosial dalam lingkup yang lebih luas, kini ia berbicara dalam lingkup paling kecil: rumah tangga. Kita akan bertemu dengan Mustakim, mantan guru ngaji dengan wajah ganteng, bertubuh tinggi besar dengan rambut ala punk dan berprofesi sebagai penagih utang.

Foto: Starvision Plus

Dari awal, profesi masa lalu dan masa kini Mustakim sengaja dibenturkan Musfar. Profesi masa kini yang dijalaninya juga dibenturkan dengan prinsip yang dimiliki istrinya, Murni.

Murni adalah sosok perempuan langka yang sudah sulit ditemui dalam situasi dunia yang semakin materialistis, yaittu ketika media lebih menyukai mengangkat cerita tentang figur publik yang memamerkan kekayaannya, dibanding ilmuwan yang bekerja diam-diam di luar negeri menemukan solusi untuk sebuah masalah sistemik.

Juga ketika media sosial kita lebih banyak berisi pameran kemewahan dan narsisisme dalam tingkat yang mengkhawatirkan dibanding berbagi informasi yang lebih bermanfaat bagi sesama. Meski mengabdi sepenuh hati pada suaminya, Murni adalah sosok perempuan mandiri.

Murni mengelola warung kecil di rumahnya yang membuatnya tak bergantung soal uang belanja dari suaminya. Ia berkeras hati tak ingin mencicipi uang yang diperoleh Mustakim dari menagih utang dan (mungkin) dengan mengintimidasi orang lain.

Musfar langsung bicara soal harga diri laki-laki, sesuatu yang sebenarnya tak bermasalah sama sekali bagi Murni. Ya, ia memang tak ingin menerima nafkah dari suaminya, tapi tak lantas membuatnya menjadi istri yang durhaka.

Foto: Starvision Plus

Segala kebutuhan suami tetap dipenuhinya dengan baik. Namun Mustakim yang tergores tak terima dan mengambil keputusan drastis: mencari cinta lain yang mungkin bisa menghargai dirinya sebagai laki-laki.

Tapi soal harga diri memang tak pernah sesederhana itu. Mustakim akhirnya menikah lagi dengan Yati dan membuat Murni hancur berantakan. Harga diri itu tetap tak bisa digenggam oleh Mustakim karena masalah baru: Badrun yang tak bisa berdiri.

Mustakim memberi kelaminnya nama, Badrun. Kita tahu sejak awal, alat kelamin itu akan menjadi masalah baru. Sebuah studi mengungkapkan laki-laki yang memberi nama alat kelaminnya kemungkinan terindikasi memang memiliki masalah seputar seksualitas. Badrun menjadi awal dari tornado yang akan menggulung kehidupan Mustakim, meski efeknya mungkin tak semerusak yang dialami Ajo Kawir.

Ajo Kawir dalam novel Eka Kurniawan, Seperti Dendam, Rindu Harus Dibayar Tuntas , juga mengalami masalah yang sama dengan Mustakim. Dan membuatnya menjadi tornado tak cuma dalam hidupnya sendiri, tapi juga bagi lingkungan sekitarnya.

Foto: Starvision Plus

Ia menjelma sebagai perusuh, laki-laki yang gemar mencari masalah dengan siapa pun, seakan masalah apa pun yang akan dihadapinya akan membuatnya lupa dengan masalah yang menimpa kelaminnya.

Kita mungkin pernah mengingat kata-kata dari seseorang bahwa laki-laki dikendalikan oleh empat hal: otak, hati, perut, dan alat kelaminnya. Namun urutan ini mungkin perlu diubah bagi kasus Mustakim dan Ajo Kawir. Masalah alat kelamin ini menjadi krusial karena terkait dengansatu hal yang teramat penting bagi laki-laki: harga diri.

Laki-laki dan harga diri. Persoalan klasik. Tapi selalu bisa menjadi potensi masalah. Harga diri yang tergores bisa membuat seseorang melakukan hal-hal di luar dugaan seperti Mustakim yang tiba-tiba memutuskan menikahi Yati. Ia mencoba menyelesaikan masalah dengan membuat masalah baru.

Musfar jeli melihat hal itu dari perspektif laki-laki, tapi tidak dengan melakukan glorifikasi. Ia justru bersimpati pada perempuan seperti Murni yang hidupnya dihantam tornado yang diciptakan Mustakim, tapi selalu mengingat kodratnya sebagai istri yang berbakti pada suami.

Diam-diam, karena Musfar pula, kami para lelaki ini memimpikan istri seperti Murni dengan segudang maaf yang dimilikinya. Tapi tak seorang pun laki-laki ingin bernasib seperti Mustakim dan Ajo Kawir.

Ya itulah, kami para laki-laki ini selalu menginginkan yang terbaik, tapi kadang tak sadar bahwa baik-buruk itu selalu bergandengan tangan dalam hidup.

Harga diri laki-laki. Badrun. Poligami. Dan saya tahu Musfar Yasin akan kembali datang mengejutkan kita dengan cerita-cerita lainnya pada masa yang akan datang.

MADU MURNI Produser: Chand Parwez Servia, Fiaz Servia Sutradara: Monty Tiwa Penulis Skenario: Musfar Yasin Pemain: Ammar Zoni, Irish Bella, Aulia Sarah

Ichwan Persada Sutradara/produser/penulis skenario, pernah menjadi dosen di Universitas Padjajaran dan SAE Institute

(ita)

Topik Menarik