Mengenal Wabah PMK dan Tata Laksana Penyembelihan Hewan Kurban, Simak Penjelasan Ahli

Mengenal Wabah PMK dan Tata Laksana Penyembelihan Hewan Kurban, Simak Penjelasan Ahli

Gaya Hidup | BuddyKu | Senin, 27 Juni 2022 - 00:03
share

BANDUNG, celebrities.id - Dalam beberapa pekan ke depan, umat Islam akan merayakan Hari Raya Idul Adha. Pada hari raya tersebut, untuk mendekatkan diri kepada Allah dan meningkatkan ketakwaan, umat Islam disunnahkan untuk melakukan ibadah kurban melalui penyembelihan hewan yang pada umumnya kambing, domba, atau sapi.

Akan tetapi, pada saat yang relatif beriringan, tengah mewabah penyakit mulut dan kuku (PMK) yang menyerang hewan ruminansia.

Hewan Ruminansia sendiri artinya adalah hewan-hewan pemakan tumbuhan yang mengunyah makanannya dua kali, yaitu awalnya dengan menelan bahan mentah, lalu mengeluarkan makanan yang sudah setengah dicerna dari perutnya dan kemudian mengunyahnya lagi.

drh Afrida Aizzatun Istiqomah menyebutkan, kambing, domba dan sapi termasuk dalam kategori hewan ruminansia, sehingga dengan adanya wabah penyakit PMK, tentunya hewan-hewan tersebut jadi sangat rentan terkena penyakit PMK.

PMK yang saat ini banyak menjangkiti hewan kurban disebabkan oleh virus. Masa inkubasi penyakit ini dalam rentang 2-14 hari dan penyakit ini sangat cepat menular dari satu hewan ke hewan lain.

"Penularannya sendiri pada umumnya dapat melalui kontak langsung maupun tidak langsung dengan hewan yang sakit via droplet atau leleran hidung karena terbawa oleh manusia sebagai vektor (pembawa/penular penyakit) hidup via sepatu, tangan, atau pakaian yang terkontaminasi, bisa juga melalui sisa makanan/sampah yang terkontaminasi, atau via kontak tidak langsung yang bukan vektor hidup seperti ikut terbawa sarana transportasi atau peralatan-peralatan," kata Afrida dalam keterangannya, Minggu (26/6/2022).

Dia menjelaskan, penyakit mulut dan kuku yang menyerang hewan kurban akan memunculkan tanda-tanda klinis yang dapat dilihat pada hewan tersebut.

Misalnya pada sapi, dapat muncul gejala demam dan menggigil, sapinya tidak nafsu makan dan kerap berbaring, air liur yang keluar berlebihan, produksi susu bisa menurut drastis pada sapi perah, bisa menyebabkan berat badan sapi berkurang, terdapat luka pada kuku sehingga kukunya dapat terlepas, dan adanya lepuhan pada area mulut (baik luar maupun dalam seperti lidah dan gusi), hidung, puting, dan kuku kaki.

"Lepuhan yang terjadi pada sela kuku kaki dapat menyebabkan kepincangan pada hewan. Adapun pada sapi yang masih muda, tidak jarang penyakit ini dapat menyebabkan kematian. Tidak jauh berbeda dengan sapi, pada kambing dan domba, lepuhan dapat terjadi pada sekitaran mulut-gigi, namun bisa jadi kurang terlihat pada bagian kaki, air liur yang keluar berlebihan, dan dapat juga menyebabkan kematian pada kambing atau domba muda," tuturnya.

Lebih lanjut, alumni Fakultas Kedokteran Hewan Institut Pertanian Bogor (IPB) dan Universitas Padjadjaran (Unpad) itu mengatakan, adanya wabah PMK pada hewan kurban setidaknya memunculkan tiga pertanyaan penting dari masyarakat luas.

Pertama, apakah PMK pada hewan kurban dapat menular ke manusia? Kedua, apakah hewan kurban yang terjangkit PMK aman untuk dikonsumsi.

"Jika aman untuk dikonsumsi, apakah untuk semua bagian hewan tersebut atau apakah ada saran prosedur yang aman untuk dilakukan? Dan yang ketiga, yaitu secara hukum agama, apakah hewan yang terkena PMK hukumnya sah untuk dijadikan hewan kurban?" ujarnya.

Terkait pertanyaan pertama, apakah PMK pada hewan kurban dapat menularkan penyakitnya ke manusia, Afrida menegaskan bahwa PMK tidak menular dari hewan ke manusia. Menurutnya, PMK pada hewan kurban bukanlah termasuk penyakit zoonosis.

Adapun Pengertian dari zoonosis sendiri adalah penyakit yang dapat ditularkan dari hewan ke manusia misalnya anthrax, rabies, dan toxoplasma.

"PMK yang menjangkiti hewan hanya dapat menularkan penyakitnya ke hewan lainnya melalui cara penularan yang sudah disebutkan sebelumnya. Lebih spesifiknya, penyakit ini amat menular antar hewan ternak berkuku genap/belah yang peka, maksudnya, kelompok hewan tersebut mudah terjangkit penyakit PMK tersebut," tuturnya.

Mengacu pada hal tersebut, dapat dipahami bahwa bahaya dari adanya wabah PMK ini salah satunya akan berpengaruh secara ekonomi terhadap perdagangan hewan ternak yang disebabkan misalnya terjadinya kematian pada hewan, produksi susu yang berkurang, atau berat daging yang berkurang signifikan.

Adapun bagi masyarakat luas yang ingin berkurban, tidak perlu khawatir tertular PMK dari hewan yang dibelinya, meskipun berinteraksi langsung dengan hewannya, seperti memegang bagian tubuhnya.

"Hanya saja, khususnya bagi panitia kurban, agar memperhatikan asal-usul hewan ternak yang disembelih apakah berasal dari daerah wabah atau bukan. Kemudian, agar tatalaksana penyembelihan dan pemotongan daging tidak menyebabkan darah atau sisa bahan lainnya masuk ikut mengalir pada selokan sehingga berpotensi diminum ternak lainnya yang dilalui aliran air selokan tersebut, yang pada gilirannya menyebabkan penyakit PMK ini makin tersebar luas," katanya.

"Tentu akan lebih aman agar hewan kurban dipotong pada Rumah Pemotongan Hewan (RPH) karena mendapatkan pengawasan dari dokter hewan," ucap dia.

Pemerintah daerah sendiri, kata Afrida, juga telah mengantisipasi penyebaran wabah PMK antarternak dengan terlebih dahulu memastikan dan menyortir hewan-hewan ternak yang masuk dari daerah lain supaya terpantau kesehatannya apakah terjangkit PMK atau tidak.

Pertanyaan kedua, apakah daging hewan kurban yang terjangkit PMK aman untuk dikonsumsi? Afrida menyatakan bahwa pada dasarnya daging hewan yang telah disembelih aman untuk dikonsumsi manusia meskipun terpapar virus.

Sebab, setelah penyembelihan, secara alamiah derajat keasaman daging (PH) turun dibawah 6 dimana hal itu menyebabkan virus PMK menjadi tidak aktif.

Selain itu, hewan yang telah disembelih akan mengalami rigor mortis atau kaku mayat dimana virus PMK tidak bisa bertahan hidup pada daging. Adapun secara kultur di Indonesia, daging hewan ternak selalu dimasak terlebih dahulu sebelum dikonsumsi. Ini lebih dari cukup untuk dapat membunuh virusnya.

"Secara sederhana, memasaknya cukup direbus pada air mendidih (minimal 70 derajat celcius) sekitar 30 menit tanpa sebelumnya dicuci. Selain daging, pada bagian-bagian tertentu hewan kurban yang terpapar PMK seperti bagian kepala, kaki, dan jeroan lebih disarankan untuk tidak dikonsumsi. Sementara, sisa penggunaan peralatan untuk memotong dan memasak, dicuci bersih menggunakan deterjen," tuturnya.

Pertanyaan terakhir, apakah kemudian hewan yang terjangkit PMK hukumnya sah untuk hewan kurban? Afrida menjelaskan bahwa dalam hal ini, para ulama telah memberikan arahan melalui fatwa Majelis Ulama Indonesia (MUI) Nomor 32 tahun 2022 tentang Hukum dan Panduan Pelaksanaan Ibadah Kurban Saat Kondisi Wabah Penyakit Mulut dan Kuku.

Pada fatwa tersebut disebutkan bahwa hewan yang terkena PMK dengan gejala klinis ringan seperti lepuh ringan pada celah kuku, kondisi lesu, tidak nafsu makan, dan keluar air liur yang lebih dari biasanya, hukumnya sah dijadikan hewan kurban.

Sementara itu, untuk hewan dengan gejala klinis PMK yang berat, seperti lepuh pada kuku hingga terlepas dan/atau menyebabkan pincang/tidak bisa berjalan serta menyebabkan sangat kurus, maka hukumnya tidak sah dijadikan hewan kurban.

Jika terdapat hewan yang terkena PMK dengan gejala klinis berat, namun sembuh dalam rentang waktu yang diperbolehkan berkurban yaitu rentang tanggal 10-13 Dzulhijjah, maka hewan ternak tersebut hukumnya sah dijadikan hewan kurban.

"Akan tetapi, jika hewan yang terkena PMK dengan gejala klinis berat namun sembuh setelah rentang diperbolehkan berkurban, maka hewan yang disembelih tersebut bukan dianggap hewan kurban, melainkan sebagai sedekah," katanya.

Topik Menarik