Mengenal Tonic Immobility, Kondisi yang Dialami Seseorang saat Alami Pelecehan Seksual

Mengenal Tonic Immobility, Kondisi yang Dialami Seseorang saat Alami Pelecehan Seksual

Gaya Hidup | journal.sociolla.com | Sabtu, 25 Juni 2022 - 11:00
share

Pada kejadian pelecehan seksual, seringkali korban justru menjadi subjek yang disalahkan karena tidak melawan balik pelaku ketika hal tersebut terjadi. Banyak orang di masyarakat berpikir bahwa seharusnya korban punya kesempatan untuk melakukan perlawanan agar hal tersebut tidak terjadi karena adanya sistem perlindungan diri secara alami.

Namun, saat mengalami hal tersebut, ternyata ada sebuah kondisi psikologis yang disebut dengan tonic immobility. Bagaimanapenjelasanya dan mengapa kondisi tersebut bisa terjadi? Simak rangkumannya dalam artikel berikut ini!

Apa itu tonic immobility?

Tonic Immobility

Dilansir dari halaman Psychology Today, kondisi tonic immobility merupakan salah satu bentuk sistem perlindungan diri yang bisa terjadi, baik oleh manusia maupun hewan. Dalam dunia hewan, sering kali ditemukan hewan yang berpura-pura mati ketika menghadapi ancaman ekstrem yang membahayakan nyawanya. Tonic immobility dapat terjadi secara alami sebagai insting terhadap serangan predator seperti yang dilakukan oleh hiu putih, orca, hingga ayam yang mengalami stres.

Pada manusia, tonic immobility sering kali terjadi ketika seseorang mengalami kejadian yang tiba-tiba dan mengakibatkan keterkejutan dalam waktu yang cenderung cepat. Ketika memasuki kondisi tersebut, tubuh seseorang akan secara otomatis mengalami kondisi semacam kelumpuhan seperti kaku, bisu, mati rasa, perasaan terbius, serta situasi lain yang membuatnya seolah kehilangan kontrol terhadap dirinya sendiri.

Studi yang diterbitkan oleh Acta Obstetricia et Gynecologica Scandinavica di tahun 2014 memberikan bukti bahwa 70% dari 300 orang penyintas kejahatan seksual mengalaminya saat kejadian, serta 48% di antaranya mengalami kondisi tonic immobility yang ekstrem. Hal ini menjadi bukti valid bahwa kebanyakan korban bisa memasuki kondisi tersebut. Di samping itu, korban juga akan mengalami masalah depresi pasca kejadian yang tidak diinginkan tersebut terjadi.

Kondisi psikologis yang bisa dialami siapa saja

Tonic Immobility

Baru-baru ini sedang banyak dibicarakan tentang kasus pelecehan di kereta api, di mana korban dilecehkan secara fisik oleh penumpang lain. Dalam kejadian semacam ini, ternyata banyak korban justru cenderung diam atau tidak memberikan perlawanan. Hal inilah yang seringkali menjadi celah untuk menyalahkan korban.

Ternyata fenomena inilah yang merupakan salah satu sistem perlindungan alami yang dikenal sebagai tonic immobility. Sayangnya, kondisi psikologis ini sering diabaikan ketika korban dihadapkan pada proses hukum yang membuat mereka kesulitan menjelaskan kondisi mereka saat kejadian. Kondisi ini juga membuat penyintas kejahatan seksual mengalami depresi lebih dalam setelah melaporkan kejadian yang mereka alami.

--------------------------------------- SPLIT PAGE ---------------------------------------

Mengapa tonic immobility bisa terjadi?

Tonic Immobility

Tonic Immobility rupanya merupakan salah satu insting pertahanan diri yang dapat terjadi secara otomatis pada makhluk hidup, baik manusia maupun hewan, sebab banyak predator yang akan merasa terganggu pada hal tersebut. Dalam publikasi yang dituliskan oleh Heidt, dkk pada 2005, menyebut bahwa banyak predator justru merasa terganggu dengan perilaku calon korbannya sehingga akan melepaskan mangsanya sementara waktu.

Dalam kondisi penyerangan seksual atau pemerkosaan, tonic immobility dapat terjadi ketika tubuh mengalami serangan yang tiba-tiba sehingga otak tidak siap untuk melawan balik (fight to fight) karena hal tersebut bukanlah kejadian yang biasa terjadi pada dirinya sendiri. Sistem pertahanan diri ini terjadi secara otomatis, sehingga membuat kebanyakan korban kejahatan seksual terkesan diam saja saat mengalami kejadian tersebut.

Berhenti menyalahkan korban

Tonic Immobility

Stigma masyarakat tentang korban kejahatan seksual seringkali masih menyalahkan mengapa korban tidak melawan saat kejadian. Tidak sedikit pula korban justru mengalami victim blaming pasca melaporkan penyerangan. Kurangnya pemahaman mengenai tonic immobility membuat orang cenderung menganggap bahwa korban menikmati kejadian tersebut. Orang justru mengabaikan kondisi korban yang kaku, ketakutan, shock , hingga mengalami kelumpuhan sementara saat situasi tersebut terjadi.

Minimnya penelitian yang terpublikasi tentang tonic immobilit y menjadi salah satu alasan mengapa victim blaming terhadap korban pelecehan seksual masih terus terjadi. Tentunya, tidak seorangpun ingin menjadi korban pelecehan seksual, baik secara fisik maupun verbal. Oleh karena itu, berhentilah menyalahkan korban, terlebih lagi karena kamu sendiri tidak mengalami kejadian seperti yang mereka alami.

Topik Menarik