Seiring dengan Kenaikan Harga Komoditas, Inflasi IHK Tanah Air Merangkak Naik

Seiring dengan Kenaikan Harga Komoditas, Inflasi IHK Tanah Air Merangkak Naik

Gaya Hidup | BuddyKu | Jum'at, 24 Juni 2022 - 07:18
share

JAKARTA - Bank Indonesia (BI) mencatat kenaikan inflasi Indeks Harga Konsumen (IHK) tanah air ke level 3,55% secara year-on-year (yoy) per Mei 2022.

Inflasi tersebut seiring dengan kenaikan harga komoditas di pasar global. Angka itu lebih tinggi dibanding inflasi pada bulan sebelumnya yakni sebesar 3,47% yoy.

Sementara itu, dalam hitungan bulanan atau month-to-month (mtm), inflasi IHK per Mei 2022 tercatat sebesar 0,4%.

Inflasi inti tetap terjaga di angka 2,58% yoy di tengah meningkatnya permintaan domestik dan implementasi kebijakan BI dalam menjaga ekspetasi inflasi.

Sementara itu, inflasi kelompok volatile food meningkat, terutama dipengaruhi oleh kenaikan harga pangan global dan terganggunya pasokan akibat cuaca. Inflasi kelompok administered prices juga masih tercatat tinggi, dipengaruhi oleh inflasi angkutan udara dan energi, kata Gubernur BI, Perry Warjiyo dalam konferensi pers Pengumuman Hasil Rapat Dewan Gubernur (RDG), Kamis, 23 Juni 2022.

Perry pun mengatakan, untuk beberapa waktu ke depan inflasi IHK diperkirakan akan meningkat karena dorongan dari kenaikan harga energi dan pangan global.

Inflasi IHK untuk tahun 2022 diprediksi sedikit lebih tinggi dari batas atas sasaran, dan kembali ke sasaran di kisaran 2% sampai 4% pada 2023.

BI terus mewasapdai tekanan inflasi ke depan dan dampaknya pada ekspetasi inflasi serta menempuh kebijakan-kebijakan untuk mengendalikan inflasi inti. Selain itu, koordinasi BI dengan pemerintah juga semakin diperkuat, baik itu di pusat maupun daerah melalui Tim Pengendalian Inflasi Pusat dan Daerah (TPIP dan TPID), ujar Perry.

Di tengah merangkaknya inflasi, BI pada akhirnya tetap mempertahankan suku bunga BI-7 Days Reverse Repo Rate (BI7DRR) di level 3,5%. Suku bunga deposit facility pun dipertahankan di level 2,75% dan suku bunga lending facility di posisi 4,25%.

Keputusan ini sejalan dengan perlunya pengendalian inflasi dan menjaga stabilitas nilai tukar serta tetap mendukung pertumbuhan ekonomi di tengah naiknya tekanan eksternal terkait dengan meningkatnya risiko stagflasi di berbagai negara, ungkap Perry.

Perry pun menuturkan, untuk beberapa waktu ke depan, ketidakpastian ekonomi global diperkirakan masih akan tingg. Ini seiring dengan semakin mengemukanya risiko perlambatan pertumbuhan ekonomi dan peningkatan inflasi global.

Termasuk sebagai akibat dari semakin meluasnya kebijakan proteksionisme terutama pangan yang ditempuh oleh berbagai negara.

Topik Menarik