Sejarah Silat Cingkrik Khas Rawa Belong, Dulu Sampai Sekarang

Sejarah Silat Cingkrik Khas Rawa Belong, Dulu Sampai Sekarang

Gaya Hidup | netralnews.com | Selasa, 21 Juni 2022 - 15:31
share

JAKARTA, NETRALNEWS.COM - Pencak silat merupakan bela diri yang banyak diminati oleh banyak orang terutama masyarakat Indonesia. Di tanah Betawi, salah satu aliran silat yang dikenal banyak orang adalah Cingkrik.

Aliran atau jurus silat yang diciptakan oleh Kong Maing (Ismail bin Muayad) sekitar tahun 1920-an ini awalnya berasal dari daerah Rawa Belong, yang kini termasuk wilayah Kelurahan Sukabumi Utara, Kecamatan Kebon Jeruk, Jakarta Barat.

Nama "Cingkrik" sendiri diambil dari ucapan bahasa betawi jingkrak-jingkrik atau cingrak-cingkrik, yang artinya lincah, yaitu menggambarkan gerakan lincah sang monyet. Sebab itu gerakan cingkrik umumnya menonjolkan serangan tangan dan kaki yang sangat cepat.

Menurut cerita para sesepuh silat, Ki Maing disebutkan sebelumnya pernah berguru silat di Kulon (wilayah barat, bisa jadi kawasan Meruya atau Banten), tetapi ia mendapat inspirasi untuk menciptakan aliran silatnya sendiri setelah memperhatikan gerak-gerik seekor monyet.

Diceritakan bahwa ada monyet yang berupaya mengambil tongkat Ki Maing, yang menghindar saat diserang serta menyerang balik dengan cepat.

Gerakan serangan yang cepat dan lincah adalah ciri-ciri dari jurus dalam Silat Cingkrik.

Ki Maing mempunyai tiga murid utama, yaitu Ki Saari, Ki Ajid, dan Ki Ali. Dari ketiga murid utama Ki Maing tersebutlah Silat Cingkrik kemudian menyebar dari Rawa Belong ke berbagai tempat lainnya di Jakarta melalui murid-murid selanjutnya.

Ketiga murid utama Ki Maing dalam mengembangkan Silat Cingkrik tersebut masing-masing lalu memiliki sedikit perbedaan gaya maen pukulan, dan selanjutnya terus dikembangkan oleh banyak murid mereka.

Saat ini aliran cingkrik terbagi dua yaitu cingkrik Sinan dan Cingkrik Goning. Perbedaan di antara keduanya adalah cingkrik Sinan menggunakan ilmu kontak sementara Cingkrik Goning hanya mengandalkan kelincahan fisik.

Silat cingkrik Sinan mulanya diciptakan oleh seorang yang bernama Engkong Sinan atau yang biasa disapa Kong Sinan. Kong Sinan merupakan pewaris gerakan Silat Cingkrik generasi kedua.

Silat Cingkrik Goning diciptakan oleh seseorang murid pewaris silat Cingkrik yang bernama Ainin bin Urim atau sering dipangil Kong Goning. Sama seperti Kong Sinan, Kong Goning merupakan pewaris gerakan Silat Cingkrik tangan generasi kedua dari Kong Maing.

Namun demikian, secara umum Silat Cingkrik memiliki 12 jurus dasar dan 3 jurus sambut; sedangkan perbedaan gaya terjadi hanya dalam langkah dan gerakan saja. Sebagai contoh, langkah dan gerakan (kuda-kuda dan gerakan tangan) dalam Cingkrik Goning lebih melebar, sedangkan dalam Cingkrik Sinan pendek-pendek dan tidak terlalu lebar.

Solat, Solawat dan Silat

Maen pukulan Silat Cingkrik kini telah tersebar ke berbagai tempat di Jakarta melalui berbagai padepokan atau perguruan yang dibuka oleh murid-muridnya selanjutnya.

Di tanah Rawa Belong sendiri, selain tersohor dengan legenda Si Pitung, Silat Cingkrik juga masih menjadi ikon khasnya.

Pada Jumat malam (17/6/2022), di sebuah kawasan di Jalan Kemandoran VI, berkumpullah para pesilat Cingkrik yang tergabung dalam Perguruan S3 yang merupakan singkatan dari Solat, Solawat dan Silat.

Mereka berkumpul di sebuah halaman terbuka yang asri untuk berlatih silat dan mendengarkan buah pikir dari para senior mereka tentang perkembangan dunia silat. Tampak hadir Penasehat Perguruan S3 Bang Een Supandi, Pembina Silat Cingrik Bang Manap, Pegiat Silat Bang Rizal, juga pimpinan Sanggar Si Pitung Bang Bahtiar dan Bang Rudi dari Lembaga Kebudayaan Betawi (LKB). Tidak ketinggalan Bang Yusron Sjarief, Ketua Umum Astrabi (Asosiasi Pencak Silat Tradisi Betawi Indonesia) dan Bang Syakur Usman dari Forum Jurnalis Betawi (FJB).

Setelah berlatih berbagai gerak Cingkrik, para pesilat S3 kemudian duduk bersimpuh bersila membentuk setengah lingkaran dan menyimak berbagai pendapat dan masukan. Silat Cingkrik itu mengutamakan kecepatan, gerakan refleks dalam menghadapi lawan. Karena itu berlatih terus menjadi kunci agar gerak cepat cingkrik itu tidak berkurang, ujar Bang Een Supandi.

Sementara Bang Manap sebagai Pembina Cingkrik menekankan pentingnya generasi muda untuk melestarikan dan mengembangkan silat yang di Betawi biasa juga disebut sebagai Maen Pukulan. Sekarang ini, katanya, tantangan pesilat bukan semata maen otot tapi yang lebih penting adalah adu otak alias maen pikiran.

Ketua Umum Asosiasi Pencak Silat Tradisi Betawi Indonesia (ASTRABI) Yusron Sjarief yang baru saja dilantik menambahkan sekarang ini silat sudah mendunia. Banyak orang dari luar negeri yang mempelajari silat. Ini merupakan satu hal yang menggembirakan tapi juga harus diwaspadai.

Jangan sampai nanti kita belajar silat dari orang di luar negeri. Ini harus kita pagari, agar pencak silat di Indonesia tetap menjadi pusat silat dunia, kata Bang Yusron.

Untuk itu para pesilat dan berbagai perguruan silat yang ada harus berbenah diri, termasuk Astrabi yang menjadi salah satu payung tempat bernaung sejumlah perguruan silat tradisi Betawi.

Kita di Astrabi harus jadi organisasi modern yang berjalan atas dasar sistem, bukan berjalan karena ketokohan pelakunya. Kalau sistemnya berjalan, siapa pun yang menjadi pemimpinnya, organisasi Astrabi akan terus berjalan, tambahnya.

Kepada para hadirin yang hadir dalam pertemuan itu Yusron Sjarief menekankan pentingnya pesilat dan perguruan silat yang mandiri secara ekonomi. Cita-cita bersama kita para pesilat adalah mandiri secara ekonomi, karena dengan mandiri kita tidak akan terbeli, begitu kata Bang Yusron.

Acara kumpul santai sambil bertukar pikiran seperti yang diprakarsai oleh Bang Syakur Usman dari Forum Jurnalis Betawi (FJB) semacam ini akan lebih digiatkan dengan mengumpulkan lebih banyak perguruan silat, untuk membentuk kolaborasi Betawi yang lebih baik lagi.

Topik Menarik