Perkembangan Pajak Internasional, Kepala Kanwil DJP Jatim I: Dipengaruhi Globalisasi
SURABAYA, NETRALNEWS.COM - Pajak Internasional mengalami perubahan seiring transformasi yang terjadi pada seluruh elemen pada lingkungan global. Ada 4 (empat) variabel utama yaitu globalisasi ekonomi, underground economy, pertumbuhan ekonomi global dan teknologi informasi serta komunikasi berpengaruh terhadap landskap perpajakan internasional.
Empat elemen tersebut dibahas dalam IAI Tax Goes To Campus yang diselenggarakan oleh Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Surabaya (UBAYA) bekerjasama dengan Ikatan Akuntan Indonesia (IAI) pada Sabtu (11/6/2022)
Thema yang diangkat adalah "Current Development of Internasional Taxation" dengan pembicara tunggal Prof Dr John Hutagaol, Ketua Kompartemen Akuntan Perpajakan Ikatan Akuntan Indonesia (KAPj IAI) yang juga adalah Kepala Kanwil DJP Jawa-Timur I.
Pada acara IAI Tax Goes To Campus tersebut, diawali sambutan pembukaan oleh Dr Putu Anom Mahadwartha selaku Dekan FEB UBAYA dan Wan Juli sebagai penanggap akademis. Prof John menjelaskan perubahan merupakan suatu keniscayaan dan perlu dipersiapkan, direspon dan disikapi dengan tepat. Demikian pula transformasi yang terjadi pada landskap perpajakan internasional.
Pertama Prof John menjelaskan bahwa perubahan Perpajakan Internasional disebabkan oleh pengaruh globalisasi, dimana arus barang, jasa dan modal masuk dan keluar dari suatu negara/jurisdiksi berlangsung tanpa hambatan maupun kendala misalnya tarif dan kuota. Sehingga volume dan nilai perdagangan internasional tumbuh dengan pesat.
Selanjutnya faktor-faktor produksi global yang terbatas tersebut mengalir dari suatu negara menuju ke negara lain yang memiliki keunggulan kompetitif sehingga diolah dan di proses untuk menghasilkan produk yang berkualitas dengan harga terjangkau. "Sehingga masyarakat dunia dapat mengkonsumsi produk yang bagus dan murah," kata Prof John, Sabtu (11/6/2022).
Kedua, Prof John Hutagaol menjelaskan bahwa pengaruh pertumbuhan ekonomi global yang melemah sejak timbulnya Covid-19 ikut andil terjadinya transformasi landskap perpajakan internasional. John menambahkan bahwa ke-4 (empat) negara pilar ekonomi dunia yaitu Amerika Serikat, Eropa, China dan Jepang pada tahun 2020 mengalami pelemahan pertumbuhan ekonomi yang mengakibatkan timbulnya konstraksi pertumbuhan ekonomi global.
"Untuk memulihkan perekonomian, umumnya setiap negara akan menggulirkan stimus ekonomi dimana paket kebijakan insentif dan fasilitas perpajakan berfungsi sebagai regulerend dan katalis maupun budgetair," ujarnya.
Ketiga, Prof John Hutagaol menambahkan bahwa underground economy memiliki pengaruh yang kuat terjadinya perubahan pada landskap perpajakan internasional. Underground Economy ada di setiap negara, namun besarannya yang berbeda-beda antara suatu negara dengan negara lainnya.
Pastinya, besaran underground economy di negara-negara maju lebih kecil dibandingkan dengan negara-negara berkembang maupun terbelakang (less developed countries). Underground Economy mengakibatkan rendahnya kepatuhan Wajib Pajak dan berdampak pada hilangnya potensi pajak suatu negara.
Keempat, Prof John Hutagaol menjelaskan bahwa teknologi informasi dan komunikasi merupakan variabel yang memiliki pengaruh yang sangat kuat terhadap perubahan yang terjadi pada landskap perpajakan internasional dan juga terhadap ketiga variabel sebelumnya.
Teknologi Informasi dan Komunikasi (TIK) mendorong lahirnya model dan skema bisnis baru seperti e-Commerce, start-up, gig and sharing economy, crypto currency dan Financial Technology (FINTECH). Bisnis berbasis digital memiliki sifat khas yang membedakannya dengan bisnis konvensional yaitu scale without mass, intellectual property dan data mining.
"Sehingga di era ekonomi digital, bisnis dapat dijalankan tanpa dibatasi oleh ruang dan waktu serta tidak membutuhkan kehadiran fisik yang dapat digantikan dengan kehadiran digital," terang dia.
Selanjutnya, John Hutagaol menjelaskan permasalahan perpajakan yang timbul dari transformasi landskap perpajakan internasional seperti pengenaan pajak berganda, harmful tax competition, Base Erosion and Profit Shifting (BEPS) misalnya transfer pricing, controlled foreign company (CFC) dan treaty abuse.
Lebih lanjut, John Hutagaol menjelaskan bahwa permasalahan pajak tersebut dapat mengakibatkan hilangnya potensi penerimaan pajak (revenue forgone ) dan mendistorsi perekonomian.
Untuk merespon permasalahan perpajakan tersebut, John Hutagaol menjelaskan bahwa kerjasama, kolaborasi dan perjanjian internasional sangat dibutuhkan untuk membahas dan menyusun standar perpajakan internasional serta menetapkannya sebagai pedoman setelah didapatkan konsensus terlebih dahulu.
Selain itu, John Hutagaol menambahkan bahwa pertukaran informasi keuangan untuk tujuan perpajakan sangat dibutuhkan guna mendorong terciptanya transparansi untuk tujuan pajak.
Acara webinar perpajakan kali ini mendapatkan sambutan yang luar biasa dan dihadiri lebih dari 400 orang. Setelah itu, pada sesi terakhir dilanjutkan dengan sesi tanya-jawab.








