HTI Khilafah Dan Pancasila

HTI Khilafah Dan Pancasila

Gaya Hidup | BuddyKu | Kamis, 9 Juni 2022 - 07:21
share

Satu organisasi kemarin (7 Juni 2022) dalam acara mendukung Anies Baswedan sebagai Capres 2024 telah memasang bendera Hizbut Tahir Indonesia ( HTI). Akibatnya terjadi kericuhan antara kelompok yang anti dan dukung kemunculan simbol HTI. Yang unik di tengah kericuhan itu muncul M. Ridwan, ex pembela kuat Prabowo Subianto pada Pemilu 2019. Ridwan mendesak Panitia acara supaya mencopot bendera itu. Tarik-menarik dan adu-bacot kedua kelompok nyaris berakibat perkelahian karena sama-sama bersikap keras.

Menurut M. Ridwan, kemunculan symbol HTI dapat mencemarkan nama Anies Baswedan, sekaligus menyudutkan nama Prabowo Subianto. Maka, ia dan kawannya marah dan secara spontan meminta segera bendera HTI diturunkan dalam acara tersebut.

Sekadar mengembalikan ingatan pembaca, M. Ridwan semula termasuk pendukung kuat ( die hard ) Prabowo dalam Pilpres 2014. Ia pernah memimpin massa Gerindra dalam jumlah besar mengepung Gedung Mahkamah Konstiusi (MK), mengancam MK untuk mengabulkan keputusan yang memenuhi pengaduan Gerindra. Ketika itu, Prabowo dan para petinggi Gerindra sangat yakin bahwa kubu Jokowi-JK bermain curang dalam Pilpres. M. Ridwan mengancam akan menangkap Ketua MK jika tuntutan partainya tidak dikabulkan.

Tentu, MK tidak takluk pada ancaman Gerindra. Kita selalu percaya putusan MK sesuai fakta hukum yang ada. Maka, tuntutan Gerindra pun dikepret oleh MK. Dan Gerindra tidak bisa berbuat apa-apa kala itu.

Satu bulan yang lalu tersiar berita M. Ridwan hendak exit dari partai Gerindra, dan siap menyeberang ke parpol yang lain. Ia belum menyebutkan partai mana yang hendak digelutinya. Mengenai alasan berpisah dengan Prabowo, Ridwan berkilah bahwa pisah dengan partai hal yang biasa, Jangankan dengan partai, suami dan isteri saja kadang berpisah juga. Itulah politik: Politik adalah seni berkemungkinan. Dalam polititik, segala kemungkinan bisa terjadi. Dalam politik, tidak ada yang mustahil.

Hampir pasti, Ridwan akan menjadi tenaga kuat Anies Baswedan; sedang Anies diam-diam mau capres, berpisah dengan Prabowo. Ridwan pasti punya feeling bahwa Prabowo pun akan gagal lagi dalam Plpres tahun 2024, gagal yang keempat kalinya.

Kenapa Ridwan sewot melawan HTI?

HTI semula mendapat dukungan kuat dari Gerindra, PKS dan PAN, Ormas ini dibubarkan oleh UU NO 7/2017 tentang Pemilu dan UU No 10 tahun 2016. Sejumlah parpol kemudian mengajukan gugatan kepada pemerintah. PUTN dalam putusannya tanggal 27 Mei 2018 menolak gugatan itu dengan alasan pokok HTI terbukti telah menyebarkan paham khilafah di Indonesia yang bertentangan dengan ideologi Pancasila,

Jusuf Kallapada 20 Nopember 2017, Ketika itu menjabat Wakil Presiden, mendukung putusan pemerintah membubarkan HTI dengan alasan yang berbeda. Menurut JK, HTI dibubarkan karena melanggar Sila Persatuan Indonesia.

Maka, ketika sehari sebelum bangsa Indonesia merayakan 77 tahun kelahiran Pancasila di Kawasan Jakarta Selatan terjadi konvoi motor yang membawa bendera berisi atribut Khilafah dan mendapat kritik serta kecaman banyak pihak, termasuk Menteri Agama, kita merasa terkejut dengan tanggapan seorang petinggi Polri yang membela sikap Polri tidak menindak pelaku konvoi motor itu. Apa dasar hukum kita bertindak mereka? Tidak ada satu hukum pun melarang penyebaran khilafah. Tatkala Kapolri tidak bersuara, apalagi menindak petinggi Polisi kita itu, kita tambah heran!!

Jangan heran, jika kami kerap berteriak Pancasila lebih sering bersifat retorika atau jargon belaka.

Konvoi motor membawa slogan-slogan khilafah dan pesta Deklarasi Anies Baswedan dengan memamerkan bendera HTI harus ditindak oleh Polri, tidak boleh dibiarkan.

Pengalaman Pilpres 2014 dan 2019 menunjukkan bangkitnya kekuatan radikal dengan jumah cukup dahsyat yang didukung oleh sejumlah parpol peserta pemilu. Ancaman tindak kekerasan dan kerusuhan massal nyaris terjadi. Beruntung, TNI dan Polri ketika itu bertindak cepat dan tegas.

Sebentar lagi bangsa ini akan berpesta Pemilu 2024. Dari beberapa kejadian akhir-akhir ini, penggunaan massa/pendukung radikal/ekstrim sudah menunjukkan tanda-tandanya. Beberapa parpol peserta pemilu tampaknhya masih gtetap akan memanfaat atribut-atribut agama tertentu, karena masih bisa dijual di masyarakat.

Haruskah rakyat dibuat takut, bahkan mencekam hatinya, setiap kali hendak berpesta demokrasi?

Topik Menarik